NovelToon NovelToon
Legenda Kaisar Roh

Legenda Kaisar Roh

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi Timur / Spiritual / Reinkarnasi / Roh Supernatural / Light Novel
Popularitas:853
Nilai: 5
Nama Author: Hinjeki No Yuri

Di tepi Hutan Perak, pemuda desa bernama Liang Feng tanpa sengaja melepaskan Tianlong Mark yang merupakan tanda darah naga Kuno, ketika ia menyelamatkan roh rubah sakti bernama Bai Xue. Bersama, mereka dihadapkan pada ancaman bangkitnya Gerbang Utama, celah yang menghubungkan dunia manusia dan alam roh.

Dibimbing oleh sang bijak Nenek Li, Liang Feng dan Bai Xue menapaki perjalanan berbahaya seperti menetralkan Cawan Arus Roh di Celah Pertapa, mendaki lereng curam ke reruntuhan Kuil Naga, dan berjuang melawan roh "Koru" yang menghalangi segel suci.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hinjeki No Yuri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Nenek Li Menyampaikan Ramalan Roh Bumi Purba

Udara pagi di Desa Bayangan begitu sejuk, diselimuti embun tipis yang berkilau di atas batang bambu. Cahayanya keemasan matahari yang baru terbit menembus celah-celah dinding gubuk Nenek Li, menerangi gulungan kitab kuno dan botol-botol berisi ramuan misterius yang berjajar di rak kayu. Di tengah ruangan, tungku tanah liat menyala lembut, mengeluarkan asap harum yang menari mengikuti alur angin. Di hadapan tungku itu, Liang Feng duduk bersila, punggungnya tegak meski malam sebelumnya ia terjaga mempelajari bahasa kuno. Kedua tangannya yang kasar memegang selembar kertas rapuh, penuh coretan aksara yang memudar oleh waktu.

Di sampingnya, Bai Xue, roh rubah berekor perak membungkuk dengan hormat, ekornya bergoyang perlahan menangkis pantulan sinar lilin. Telinganya yang lentur bergerak gesit mengikuti setiap desiran suara, waspada terhadap apapun di sudut gelap gubuk. Panggilan Nenek Li di saat pagi benar-benar sesuatu yang jarang terjadi, ada urgensi yang hanya bisa dirasakan oleh hati mereka yang murni.

Nenek Li melangkah masuk dengan langkah pelan namun penuh keyakinan. Jubah biru tuanya berkibar lembut, menyerupai kabut malam yang menyelimuti hening. Meski punggungnya membungkuk oleh usia, tatapannya tetap tajam, menyiratkan kebijaksanaan yang terasah oleh bertahun-tahun meditasi. Ia menarik napas panjang, lantas menempatkan kedua tangannya di atas meja batu, menyiapkan diri untuk menyampaikan hal yang genting.

“Kalian sudah membuktikan keberanian dan keteguhan hati,” suaranya serak namun penuh wibawa. “Namun perjalanan kita masih jauh dari selesai. Ramalan Roh Bumi Purba itu kini semakin mengkhawatirkan.” Dengan teliti, ia menyentuh kertas tua yang dipegang Liang Feng. “Semalam aku berhasil menerjemahkan bagian lain dari naskah ini. Dengarkan dengan saksama.”

Liang Feng segera duduk lebih tegap, otot-ototnya yang pegal menanggapi peregangan singkat. Ia menarik napas dalam, mengosongkan benak dari segala hal kecuali ajaran Nenek Li. Bai Xue mencondongkan tubuh, bulu di lehernya sedikit meremang, pertanda kesiapannya total.

Dari balik lipatan jubah, Nenek Li mengeluarkan sebuah gulungan bergambar pohon raksasa. Akar-akar tebalnya merambat ke dalam tanah, sementara cabang-cabangnya membentuk kanopi lebat. Ia membuka gulungan kedua, menampilkan simbol bulan sabit terbelah dua. “Inilah wujud Roh Bumi Purba.” katanya lirih. “Roh purba yang tertidur di perut dunia, terbangun ketika keseimbangan antara manusia dan alam roh terganggu.” Ia menunjuk simbol bulan. “Segel di Gerbang Utama masih bertahan dan Cawan Jiwa telah dinetralisasi. Namun detak jantung Roh Bumi Purba masih bergema, menunggu kesempatan untuk bangkit sepenuhnya.”

Kaget, Liang Feng menutupi mulutnya. “Apa tandanya, Nenek Li? Bagaimana kita mengenalinya sebelum segalanya terlambat?”

Nenek Li mengangguk pelan, lalu mengeluarkan sebotol kecil berisi cairan keruh berkilau seperti logam cair. “Ini Ramuan Mutiara Bumi, hasil campuran embun bulan dan endapan kristal tanah suci. Satu tetes akan membuka indera kalian pada getaran roh purba, meski efeknya hanya bertahan sampai matahari meninggi.” Dia menuangkan satu tetes ke dalam mangkuk perak kecil, kemudian menyerahkannya kepada Liang Feng dan Bai Xue. “Minumlah setiap hari saat fajar, lakukanlah secara bersama-sama.”

Dengan lihai, Liang Feng menerima mangkuk itu dan menunduk hormat. “Setelah kita merasa getarannya, apa yang harus kita lakukan?”

Nenek Li menatap keluar jendela kayu yang terbuka, matanya menelusuri pepohonan di halaman. “Dalam naskah ini tercatat lima pertanda alam yang menandai perjalanan kita menuju inti roh purba dimana awan guruh yang bergemuruh tanpa hujan, sungai yang memerah bak darah, gema letusan batu di kedalaman gua, gerimis api di malam paling gelap, dan bisikan sunyi dari batu karang.” Ia menutup gulungan kedua dengan lembut. “Kelima pertanda itu akan menuntun kita ke Puncak Perak, tempat Roh Bumi Purba bersemayam.”

Bai Xue mengepakkan sayap kecilnya, sebuah telepati lembut memberitahu Liang Feng bahwa di sanalah roh kura-kura Abadi menunggu. Liang Feng mengangguk, teringat ritual kuno yang pernah ia pelajari.

“Namun sebelum mendaki.” Nenek Li melanjutkan, “Kita harus menyiapkan ramuan pelindung dan memperkuat Tianlong Mark-mu, Feng. Roh purba dapat memanggil badai roh liar yang melampaui kekuatan Defender Spirits biasa.”

Liang Feng menggenggam gagang pedangnya, sorot matanya menegaskan keteguhan hati. “Kami siap, Nenek Li. Jelaskan langkah pertama yang harus kami ambil.”

Sang pertapa tua menghela napas panjang, kemudian mengeluarkan lembaran terakhir naskah yaitu memperlihatkan sebuah peta kasar Desa Bayangan dan sekitarnya, di mana tiga titik lemah bumi digambar dengan tinta perak. “Titik pertama ada di desa ini sendiri, yaitu ‘Mata Air Senja’. Sumber air langka yang hanya muncul saat gerhana bulan. Malam ini, pada puncak gerhana, kalian harus menimba airnya dan memberkati di bawah bayangan gerhana.”

Liang Feng meneliti peta dengan seksama. “Aku pernah mendengar legenda kuno, saat gerhana, arusnya berdendang dengan gema jiwa para pertapa terdahulu.” Matanya menyala. “Baiklah. Kami akan berangkat malam ini setelah bulan muncul.”

Nenek Li tersenyum tipis, namun sorot matanya penuh haru dan kebanggaan. “Kalian adalah harapan terakhir desa ini dan penjaga hati hutan. Tetaplah bersatu, percayalah pada satu sama lain.”

Bai Xue bangkit dan menempelkan moncongnya pada tangan Liang Feng, isyarat kesetiaan tanpa kata. Liang Feng membalas dengan menepuk lembut bulu halusnya di leher roh rubah itu. “Aku takkan pernah menyerah.”

Asap dari tungku naik melingkar ke langit-langit gubuk, membawa janji ujian yang akan datang. Di luar, angin mulai berhembus pelan, mungkin pertanda awan guruh tanpa hujan atau mungkin getaran awal dari roh purba yang mulai terbangun.

Malam itu, saat bulan mulai merunduk menuju gerhana, Liang Feng dan Bai Xue menyusup keluar dari gubuk melalui lubang sempit di antara bambu. Hening menggantung tebal, seolah seluruh hutan menahan napas. Kunang-kunang menari-nari di udara, cahaya mereka berkedip lembut seperti lentera kecil.

Di tepian Mata Air Senja, airnya berkilau perak, permukaannya tenang kecuali sesekali riak tipis ketika tetesan embun jatuh dari tangkai daun. Liang Feng berlutut, memegang botol suci yang diberikan Nenek Li. Ia mengucap doa pendek, lalu menenggelamkan botol ke dalam air dingin. Seketika, air dalam botol memancarkan cahaya keemasan, terbelah oleh kilau motes cahaya bumi yang terperangkap di dalamnya. Suara samar-samar seperti detak jantung raksasa bergema di telinganya, memanggil dari kedalaman perut bumi.

Bai Xue berdiri di sisinya, tubuhnya memancarkan sinar temaram. Ia menjilati air yang tumpah di tepi botol, lalu menutup mata, meneguk visi yang muncul. Keheningan meluap di sanubarinya terasa suatu kekuatan kuno yang menggeliat, seperti naga purba yang terbangun.

Saat gerhana mencapai puncaknya, kilau rembulan memudar, mengubah malam menjadi senja abadi, Liang Feng menarik botolnya. Air di dalamnya kini berwarna emas lembut, diselimuti partikel cahaya tanah. Efek ramuan Nenek Li akan semakin jelas saat fajar, namun ia sudah merasakan pergeseran besar tentang energi purba yang kian menguat.

Bersama, mereka menyusuri jalan pulang menuju gubuk. Jantung mereka berdebar penuh semangat, kesadaran bahwa tugas besar menanti. Lima pertanda alam akan menuntun mereka, Puncak Perak menunggu langkah mereka dan Roh Bumi Purba akan dihadapi sebelum bangkit sepenuhnya.

1
Oertapa jaman dulu
Menarik dan berbeda dg cerita lainya
Awal cukup menarik... 👍👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!