NovelToon NovelToon
BEBEK GENDUT

BEBEK GENDUT

Status: tamat
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Beda Usia / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Cewek Gendut / Tamat
Popularitas:103k
Nilai: 5
Nama Author: Hyull

🐥🐥🐥
Setiap kali Yuto melihat bebek, ia akan teringat pada Fara, bocah gendut yang dulunya pernah memakai pakaian renang bergambar bebek, memperlihatkan perut buncitnya yang menggemaskan.
Setelah hampir 5 tahun merantau di Kyoto, Yuto kembali ke kampung halaman dan takdir mempertemukannya lagi dengan Bebek Gendut itu. Tanpa ragu, Yuto melamar Fara, kurang dari sebulan setelah mereka bertemu kembali.
Ia pikir Fara akan menolak, tapi Fara justru menerimanya.
Sejak saat itu hidup Fara berubah. Meski anak bungsu, Fara selalu memeluk lukanya sendiri. Tapi Yuto? Ia datang dan memeluk Fara, tanpa perlu diminta.
••• Follow IG aku, @hi_hyull

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hyull, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8 | Ingin Terus Melihatnya

Komplek tempat mereka tinggal akan menjadi kota mati begitu malam tiba. Pagi ke sore saja tak begitu ramai, jadi maklum saja jika di malam hari akan menjadi sangat sepi. Hantu pun nggak Nampak—nggak ada yang bisa mereka takuti, jadi milih sembunyi.

Di sepanjang langkah Yuto menuju Kedai Kek Fuad—kakeknya Fara—yang mana kedainya berada di simpang empat Blok C, hanya ada dua sepeda motor yang melintas. Hembusan angin pun tak terasa. Memang panas kali sih malam itu.

Meski gerah, Yuto justru sangat bersemangat. Ia sendiri tak mengerti mengapa begitu. Ia hanya… berharap. Berharap bisa melihat si Bebek Gendut di sana.

Keberadaan kedai sudah terlihat. Lampunya tampak menyala, menyinari jalanan sepi di depannya dengan cahaya temaram, menyorotkan bayangan kursi-kursi plastik yang tersusun di teras kedai.

Kayak mercusuar kecil di tengah kegelapan, Kedai Kek Fuad satu-satunya yang tampak hidup di komplek itu.

Yuto menelan ludah pelan. Nggak tahu kenapa, jantungnya berdetak lebih cepat. Mungkin karena harapan.

Ia melangkah pelan, mendorong pintu kedai yang berbunyi nyaring. Aroma harum teh manis dan pisang goreng menyambutnya. Tapi, begitu matanya menangkap sosok yang duduk di balik meja kasir, semangat yang tadi menggebu langsung merosot jatuh.

“Yuto?” suara itu berat dan datar.

Bukannya Fara yang terlihat, malah papanya, dengan kaus oblong pudar dan sorot mata lesu, mungkin sudah mengantuk. Pak Iyon namanya.

Yuto tersenyum kaku. “Iya, Om.”

“Tadi ada jumpa papa Yuto di Masjid. Katanya sekarang Yuto jadi bos barunya Fara.”

Yuto masih tersenyum. “Iya, Om. Kebetulan ditempatkan di tim yang sama.”

Pak Iyon mengangguk kecil. “Yaudah, mau beli apa?”

“Telur, Om.”

“Ada itu, tapi sisa 6 butir aja.”

“Boleh, Om. Berapa ada aja.”

“Ini kreseknya. Ambil sendiri ya.”

Yuto lekas meraih selembar kresek yang menggantung di dekat meja kasir, lalu melangkah mendekati sebuah meja, tempat papan telur berada yang hanya menyisakan enam butir telur saja. Kecil-kecil pula.

“Berapa, Om?” tanya Yuto, kembali melangkah menuju kasir.

“12 ribu. Sekarang sebutirnya 2 ribu. Lagi mahal.”

Masih memaksakan senyuman, Yuto merogoh saku celananya, meraih dompetnya. Ia keluarkan selembar pecahan 50 ribu.

“Malam hari memang Om yang jaga kedei?” Yuto bertanya setelah menyerahkan uangnya.

Pak Iyon mengangguk sambil mengambil uang kembalian. “Biasanya ada si Sukri. Dia yang jaga dari pagi sampai malam. Tapi sejak bulan lalu, dia bilang cuma bisa jaga sampai sore. Jadi sekarang ya Om yang jaga, kadang gantian sama Fara.”

Mendengar nama Fara disebut, bergetar hatinya.

Yuto meraih uang kembalian yang diberikan padanya. Nggak ada lagi alasan untuk tetap di sana, Yuto pun pamit. “Kalau gitu Yuto pulang dulu, Om,” ucapnya sambil melangkah mundur lalu keluar dari kedai.

“Ya, makasih…”

Setelah pintu tertutup, Yuto berhenti sejenak di sana. Berdiri diam di bawah lampu jalan yang temaram, ditemani suara kodok yang mulai terdengar, kemungkinan hujan akan turun nanti. Pantas saja saat itu panas kali.

Tapi, ada hal lain yang memenuhi pikirannya.

Ia mendadak tersadar.

Kenapa ia begitu berharap bertemu Fara?

Padahal, seharian ini mereka sudah menghabiskan waktu bersama kantor.

Kenapa rasanya masih kurang?

Yuto menggeleng pelan, tak habis pikir dengan dirinya sendiri. *Aku kenapa, sih*? pikirnya.

Menghela napas pelan, Yuto kembali melangkah, sambil menenteng satu kresek putih berisi enam butir telur. Bunyi plastiknya bersahut dengan langkah kakinya, menuju Blok A di mana rumah neneknya berada—dan juga rumahnya.

Namun saat melintas di simpang empat Blok B, langkahnya terhenti.

Sebuah suara nyaring terdengar. Itu suara pintu kedai yang tentunya milik Kek Fuad. Suaranya persis seperti saat ia buka pintu itu tadi.

Refleks, Yuto menoleh. Matanya langsung tertuju ke arah ujung simpang empat Blok C, ke kedai yang tadi baru saja ia tinggalkan.

Dan di sana… Ia melihat seseorang.

Fara.

Fara berdiri di depan pintu kedai, sedang menahan pintu sambil berbicara dengan papanya. Ia mengenakan piyama kuning dengan motif bebek kecil-kecil. Tanpa jilbab, rambut hitamnya tergerai sampai bahu, terlihat menggemaskan terutama karena wajahnya tampak mengantuk.

Nggak lama dia berdiri di sana, akhirnya Fara masuk ke dalam kedai.

Yuto mematung di sana. Tak berkedip.

Piyama bebek. Rambut sebahu. Wajah ngantuk.

Ia nggak tahu kenapa pemandangan barusan begitu membekas. Tapi, ia mendadak tersadar.

Mungkin… memang nggak ada alasan khusus. Ia hanya ingin terus melihat Fara. Si bebek gendut yang entah bagaimana, selalu berhasil memenuhi ruang di kepalanya. Yang nggak pernah bisa ia lupakan, bahkan saat dirinya menimba ilmu di negeri orang.

Yuto menarik napas dalam, lalu tersenyum kecil. Berdiri seorang diri di tengah simpang yang sepi, semakin menyadarkannya bahwa ternyata dirinya bisa juga seperti ini. Merasa bahagia hanya sekadar bisa melihat wajah seseorang dari kejauhan.

Dan malam itu, dengan hati yang mendadak terasa hangat, ia kembali melanjutkan langkahnya.

Kresek di tangannya berayun pelan, seolah ikut bahagia bersamanya.

Pagi itu Fara merasa enggan untuk bangun. Semalam ia bergantian jaga kedai sama papanya, baru tutup jam 11 malam. Syukurnya ia sedang nggak salat. Jadi, pagi itu nggak harus bangun cepat. Tapi tetap saja. Suara berisik di dapur memaksanya membuka mata.

“Tarok terus sampahnya ke depan, Bang… bentar lagi udah datang yang kutip sampah!” suara mamanya terdengar nyaring, bercampur dengan dentingan piring yang saling berbenturan, seperti mau pecah. Memang begitu mamanya. Setiap kali sedang kesal, semuanya disentuh kasar, agar orang-orang tahu dia sedang marah.

Fara mengerjap malas, lalu membalikkan badan, menarik selimut menutupi kepala. Tapi suara dari dapur malah makin kencang.

“Fara! Bangun! Bikin sarapan! Mama malas!” suara mamanya meledak lagi, kali ini terdengar makin geram. Suara air mengucur deras dari keran, diiringi bunyi cipratan keras saat mama mencuci piring secepat dan sekasar mungkin.

“Masih subuh udah marah-marah. Nggak bisa apa sehari aja nggak teriak-teriak?”

Suara papanya juga terdengar, menyahut malas.

“Kek mana nggak teriak-teriak. Orang di rumah ini nggak ada yang mau bantuin!” teriak mamanya lagi.

Fara meringis di balik selimut.

Sejenak ia mikir, suara mamanya jauh lebih efektif dari alarm. Soalnya sekali dengar mamanya marah-marah, bukan cuma dia yang terbangun, mungkin tetangga di depan rumahnya pun ikutan bangun.

“Fara! Nggak bangun juga!”

Sebelum sosok mamanya nongol di dalam kamarnya, Fara lekas melompat turun dari kasur. Ia cepat-cepat memasuh wajah di kamar mandi di kamarnya, kemudian menghampiri mamanya di dapur—baru saja selesai mencuci piring, sedang mengeringkan tangan dengan kain lap.

“Kirimkan dulu uang untuk Tante Ijah. 200 aja. Katanya udah habis beras orang itu,” kata mamanya tiba-tiba.

“Loh, pake uang Fara?”

Sambil melangkah masuk ke dalam kamar, mamanya menjawab, “Iya. Pake uang Fara dulu. Nanti gajian mama ganti. Uang mama udah mama transfer untuk Kak Shella. Kemaren kan si Kiara ulang tahun.”

Belum sempat menyela, pintu kamar mamanya sudah ditutup.

Dari halaman belakang, papanya melangkah masuk sambil membawa ember. “*Orang di rumah ini nggak ada yang bantu*. Teros ini apa? Nggak bantu?” Papanya mengomel sendiri—mengulang ocehan mamanya tadi—sambil meletakkan ember kosong itu ke dalam kamar mandi belakang. Pasti baru saja jemur pakaian.

Tanpa menoleh padanya yang masih berdiri di dapur, papanya lanjut melangkah menuju teras. Biasanya subuh-subuh begitu, papanya akan menyiram tanaman.

“Fara! Kirim teros sekarang. Jangan nggak makan tantemu itu!” teriak mamanya lagi dari dalam kamar.

Fara sontak berlari kecil masuk ke dalam kamar, meraih ponselnya, dan segera mengirim 200 ribu ke nomor rekening tantenya, adik mamanya yang memang sangat sering pinjam uang. Sering nggak bayar juga, tetapi mamanya yang tutupin—terutama jika transfernya pakai uang Fara.

.

.

.

.

.

Continued...

1
🟡EsTehPanas SENJA
aku pernah ngalaminnya
buat di tegur, di kasih patah sepatahnya dan bagai kata " Obatnya hanyalah sujud " ahhh .... 😢
🟡EsTehPanas SENJA
bisa jadi... 🤔
Kirey Ruby
Akhirnya Eka bisa bersama2 dg keluarga besar Evan,dulu Mayang pun sama bermasalah,tp akhirnya tobat ☺
Makasih kk atas cerita Fara Yuto,ditunggu judul2 berikutnya ya kak,selamat berlibur sambil cari inspirasi jg kk /Kiss//Heart/
mak² rempong
selamat liburan y mbak hyull... d tunggu karya terbaru nya.. love bnyak² buat karya mbak hyull ini🥰🥰🥰🥰
Umi Jasmine
berarti ini sayonara sama noveltoon
Hyull: Iya kak /Joyful//Joyful//Joyful/
total 1 replies
Ayu retonisa
nanti ada cerita baru nggak buat disini ?
Hyull: di fiizzoo aja sih kak.
katanya di sana udah bisa kontrak 😂
total 1 replies
Tita Rosmiati
makasih kak hyull kutunggu cerita selanjut nya 🤭🥰🥰🥰
Susanti
ya berasa kurang /Smug/
Rita Agustini
Terima kasih kak Hyull..... semoga karya karyanya selalu hadir....yg selalu saya tunggu setiap harinya 🙏
RaihanArfadilla Ani
makasih hyull ,sudah meluangkan waktu menulis di saat liburan
Moga sehat selalu ya hyull
Aku menantikan cerita selanjutnya dari kamu ,💖💖💖💖💖💖🙏🙏🙏🙏👍👍
Tri Warni Ruswanjaya
yakin da tamat nih Hyull ?? ga ada gitu ekstra part 🤭🤭
Elfia Dianti
lope...lopeee...banyak buat hyulll....thaks buat tulisannya...ngena banget../Drool/
Elfia Dianti
duhhh...tengah mLem sukses buat aq termehek meheh ni si hyull...hemmm...thanks yaa
Dewiendahsetiowati
terima kasih untuk karyamu yang bagus thor dan ditunggu karya selanjutnya.padahsl masih kangen dengan Jirodut
Hendry Muchlis
cie cie yg liburan
selamat menjalankan liburan
kalau yg lain di fizo
kasian yuto sendiri di sini hshehe
Whyuni Prihartati
ka Hyull
banyak banyak terimakasih buat kka
sehat sehat selalu
selmaat menikmati liburan
Annisa Putri: dan selamat berlibur kakk
Annisa Putri: Terima Kasih kak. sehat selalu ya kak. kami tunggu cerita selanjutnya.
total 2 replies
Patrisia Nina Hapsari
selalu menanti karya Kakak Author.. pindah lapak pun aku ikutin.. rasa kekeluargaan dapat, komedi dapat, horor dapat.. pokoknya karya Kak Hyull lebih dari sekedar fiksi hiburan tapi bikin otak ngebul juga...
lanjutkan cerita berikutnya ya Kak
Umi Jasmine
loh ini udah tamat ato msh ada lgi, kok ya baca ini tenggoroanku sakit, baca bab kiara
Hyull: ada 1 bab lg kk. mlm ini juga aku up.
total 1 replies
Ibu² kang Halu🤩
Mari menyiapkan diri karena sebentar lagi kisah Yuto dn Bebek gendutnya akan berakhir. Duh, disebelah pun mau berakhir kisah Pak Dosen Filsafat dan Buk Sutradara kita😫😫
Umi Jasmine
msh berlanjut kan
Hyull: up lagi malam ini. aku selesaikan malam ini kak...
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!