Season 2
Bersama Rendra -The young and dangerous-, Anggi menjalani kehidupan baru seperti menaiki wahana rollercoaster.
Kebahagiaan dan kesedihan datang silih berganti.
Sempat jatuh, namun harus bangkit lagi.
Hingga akhirnya Anggi bisa berucap yakin pada Rendra, "It's always gonna be you."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sephinasera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7. Janji Suci, Satu Untuk Selamanya
Anggi
Hidupnya beberapa waktu terakhir seperti ditekan oleh tombol fast forward. Selain harus bekerja, juga memantau progress persiapan pernikahan berikut semua printilan dengan beberapa case diluar dugaan.
Seperti undangan yang sudah selesai dicetak, tinggal disebar, namun setelah diteliti ternyata tanggal dan waktu resepsi salah, itu artinya harus dicetak ulang yang pastinya menambah biaya. Belum fitting baju yang membuatnya harus bolak-balik pergi menemui desainer. Mulai dari salah pasang payet lah. Atau baju mendadak longgar, tapi begitu diukur sesuai kondisi badan terkini, pas dicoba lagi malah nggak bisa dikancing. Hmm.
Belum protes Rendra tentang potongan dada kebaya untuk akad yang menurutnya terlalu rendah, "Wah, ini too much, bisa lebih tertutup nggak?"
Disusul desain off shoulders ball gown yang membuat kening Rendra berkerut berkali lipat saat ia mencobanya. "Boleh dipakain lengan nggak?" Rendra bertanya serius. "Gua nggak mau dia masuk angin," tunjuk Rendra padanya. Untung desainernya teman lama Rendra, jadi sudah saling tahu sama tahu, no hurt feeling punya klien kebanyakan protes padahal waktu mepet.
Setelah pernak-pernik resepsi 90% selesai, dengan menskip foto prewed karena, "Kamu keberatan nggak kita pakai foto yang udah ada?" Rendra menunjukkan deretan foto mereka yang sempat diabadikan. Mulai dari foto legend di depan paperboard flower, foto wisuda Rendra, foto wisudanya sendiri, foto lamaran, beberapa jepretan random yang justru terlihat ke romantic an nya karena ekspresi yang sangat alami. Membuatnya tidak bisa bilang tidak.
Begitu urusan teknis clear, kini mereka pun mulai harus mengurus Visa UK dan Schengen. Meski Rendra memakai jasa travel agent untuk pengurusan visa, namun mereka tetap harus datang sendiri ke Kedubes Inggris dan Spanyol untuk pengambilan data rekam biometric.
Di titik ini mulai muncul pendapat miring, "Baru masuk kerja udah sering ijin. Dikira kantor nenek moyangnya apa!" Padahal sejak proses seleksi, bahkan di tiap sesi interview dengan board of management, ia selalu jujur ketika ditanya tentang rencana ke depan. Tanpa ragu menerangkan hal penting yang sudah disusun jauh-jauh hari, seperti menikah dan melanjutkan studi. Membuatnya kemungkinan besar akan mengajukan unpaid leave jika tetap diterima bekerja, meski masa kerja belum memenuhi ketentuan minimum untuk mengambil hak tersebut.
"Nggak usah dengarin lah yang begitu," Rendra selalu berusaha menenangkan tiap kali ia mengeluhkan suasana kantor yang mulai tak kondusif. "Kamu udah jujur maksimal, nggak ada yang ditutupi. Mereka juga tetap rekrut kamu, berarti kamu dianggap mampu dan mereka butuh kamu."
"Tapi kan...," ia selalu punya sanggahan.
"Kalau masih nggak nyaman mending keluar ajalah, daripada jadi beban," ujar Rendra sejurus kemudian, demi melihatnya terus uring-uringan.
"Kamu kalau ngomong gampang banget," gerutunya. Apa Rendra selalu se santuy ini tiap kali hendak membuat keputusan besar?
"Ya udah, sekarang kamu maunya apa. Then do it."
Sejujurnya ia masih ingin terus bekerja, sestabil apapun kondisi finansial Rendra saat ini, ia tetap harus memiliki penghasilan sendiri. Karena pengalaman mengajarkan, kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Akhirnya ia mantap memilih mengajukan unpaid leave daripada surat resign.
"Biar nggak tegang mikirin kerjaan mulu," ujar Rendra yang malam ini mendadak datang ke Raudhah tanpa memberitahu lebih dulu. Sambil mengangsurkan sebuah amplop berisi voucher treatment body care before marriage dari salah satu klinik kecantikan ternama. Surely, he always knows the best.
Dan melakukan treatment selama dua hari berturut-turut di akhir pekan berhasil membuat kepala dan tubuhnya menjadi lebih rileks, siap untuk packing barang lalu pindahan ke apartemen Rendra.
"Kamu packing aja, biar nanti kurir yang bawa," Rendra yang sedang di Surabaya dan sibuk dengan pekerjaan masih sempat memantau proses pindahan. "Kartu akses ada di Enggar satu. Dia yang stand by di apartemen selama aku belum pulang."
Urusan pindahan akhirnya selesai, membuat kamar kostnya kosong melompong. Hanya menyisakan beberapa barang yang memang masih digunakan, seperti baju dan barang pribadi lain. Dan karena langkah demi langkah yang mereka rangkai kini sudah semakin mendekat, maka Rendra kembali mempertanyakan kesediaannya untuk menyetujui pre nup.
"Kamu bisa kasih tahu aku, poin mana yang membuat kamu kurang nyaman?"
"Semuanya."
"Any idea?"
Ia menggeleng. "Tolong redaksionalnya dibuat semasuk akal mungkin. Biar nggak berat di kamunya."
Rendra tersenyum, "Ini udah paling masuk akal."
"Nominal sebesar itu?!" ia melotot. "Tolong jangan main-main sama perjanjian yang kamu sendiri bakal sulit untuk memenuhinya!"
Akhirnya meski terpaksa, Rendra bersedia mengganti jumlah nominal dengan yang lebih make sense menurutnya.
"Nominal sebanyak apapun nggak akan bisa menggantikanmu, sweetie. Ini hanya bentuk apresiasi dari lubuk hati yang paling dalam tentang betapa berharganya kamu buatku. Karena i'm not good enough for you."
Ia, dengan menekan rasa malu yang sangat berusaha memberanikan diri, mengelus pipi Rendra yang kokoh namun selembut kulit bayi, "Thank you for everything that you showed me."
Rendra tersenyum. "It means....setuju?" lalu dengan jurus gerak tanpa bayangan telah berhasil mencium keningnya. "Besok kita tanda tangan di depan notaris."
Dan tepat seminggu sebelum hari H, ajuan unpaid leave nya berhasil di acc, namun tak bisa langsung pulang ke rumah, masih harus menyelesaikan beberapa urusan di Jogja. Selama seminggu ini pula ia dan Rendra tak pernah sekalipun bertemu karena kesibukan masing-masing.
"Kita nggak harus ada pingit-pingitan, ketemu juga enggak," seloroh Rendra yang sedang berada di Balikpapan, cek ricek terakhir kesiapan disana.
"Kamu kapan istirahatnya?" ia justru mengkhawatirkan kondisi tubuh Rendra yang terlalu di forsir.
"Khawatir nih?" Rendra justru terkekeh. "Ini terakhir, habis itu full stay at home."
"Bener ya."
Rendra malah tertawa, hmm mencurigakan banget, pasti masih sibuk ngurus kerjaan.
"Ini another last day sebelum full dipegang Rakai. Aku harus make sure everything under control."
Namun di hari kepulangannya ke rumah, mereka tetap tak bisa bertemu karena Rendra masih di luar kota. Membuatnya hanya bisa berdoa, semoga Rendra selalu dianugerahi keselamatan dan kesehatan.
***
Dio
Hari ini menjadi salah satu hari paling bersejarah dalam hidupnya, yaitu wisuda. Satu capaian telah terlampaui. Meski tak sempat disaksikan oleh Ayah, Bunda, dan Mas Tio yang masih di Massachusetts, namun ia tetap bahagia.
Pakde Bude Pin bersedia hadir, Pakde Bude Pri dan Argo juga, lalu Mas Rio dan istrinya, cukup, hanya itu. Ia bahkan tanpa pw (pendamping wisuda) yang seolah menjadi bahasan pertama dan utama tiap wisudawan Ganapati.
"Percuma juga ada pw, duduknya jauhan gitu," seloroh Irsyad yang juga wisuda hari ini. Ya, tentu, karena mereka berdua sama-sama tanpa pw, ngenes.
"Yang namanya pendamping kan duduk deketan, kalau jauhan bukan pendamping lah," Gerry ikut menimpali, padahal dia ada pw, ceritanya sok solider.
"Udah, kita aja saling mendampingi, duduk kita kan deketan," kelakar Fayyad. Padahal dia jelas-jelas ada pw, Zahra istrinya. "Paket lengkap pw, mulai dari NA (nugas akhir), sidang, GR, wisuda, sampai jadi pendamping arak-arakan. Tah, kurang apa setianya gua sama lu coba."
Disusul gelak tawa yang lain. Tak urung membuatnya ikut tertawa mendengar candaan satir anak-anak. Benar-benar definisi dunia itu berputar, karena seseorang yang pernah digadang-gadang menjadi pw, hari ini justru sedang dinikahi oleh orang lain. Heartbreaking.
***
Ilma
Hari ini Lumina libur, karena ketiga bos mereka akan di wisuda. Sama dengan kakaknya yang juga di wisuda hari ini. Walau acara dimulai jam 8 pagi, untuk menghindari kemacetan, sejak jam setengah 7 pagi, ia dan rombongan keluarganya sudah sampai di Sabupa, gedung pertemuan Ganapati yang terletak di belakang kampus, dimana dua tempat ini dihubungkan oleh terowongan yang membelah Jl. Dayang Sumbi.
Suasana Sabupa sangat padat dan ramai oleh wisudawan, keluarga dan para pengantar. Kegembiraan terasa dimana-mana. Tak ketinggalan pula banyaknya tukang foto keliling yang menjeprat-jepret (tanpa di minta), padahal jaman sudah digital, namun mereka tetap setia dengan mata pencahariannya.
Juga pedagang berbagai jenis barang dan jasa yang tumpah ruah di sekitar Sabupa. Mulai dari penjual bunga, boneka, cokelat, pernik dan aksesoris ucapan selamat wisuda, sampai penjual aneka makanan dan minuman, mainan anak-anak, obat, alat tulis, bahkan pengamen. Mereka dengan semangat menawarkan dagangannya. Ikut senang dengan adanya wisuda yang berarti bisa menambah pundi-pundi penghasilan.
"Silahkan bunganya Kakak..."
"Buket uniknya Kakak..."
"Boneka Teddy nya Kakak...."
Papa dan Mamanya langsung masuk ke dalam ruang auditorium sebagai undangan orangtua. Sementara ia yang tak bisa masuk, harus puas menunggu di luar, celingak-celinguk seperti anak ayam kehilangan induk di tengah keramaian. Sampai akhirnya bisa bertemu dengan anak-anak Lumina lainnya, yang ternyata juga sudah stand by di Sabupa sejak tadi.
Mereka memilih untuk duduk di kursi tambahan yang disediakan di selasar, tepat di depan layar monitor besar yang menayangkan secara langsung sidang terbuka dan prosesi wisuda.
Tepat jam 8 acara dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, yang diikuti oleh semua yang ada di dalam auditorium, juga mengheningkan cipta diiringi lagu “Mengheningkan Cipta.” Suasana khidmat menyergap, meski ia hanya menyaksikannya melalui layar besar.
Acara dilanjutkan dengan sambutan Rektor, lalu pembacaan sejumlah prestasi baik nasional maupun internasional yang berhasil diraih oleh mahasiswa Ganapati. Kemudian ada jeda sekitar setengah jam yang diisi oleh penampilan musik angklung berkolaborasi dengan PSM. Barulah pembacaan nama para wisudawan yang dipanggil ke depan untuk bersalaman dengan Rektor, dekan dan ketua jurusan.
Ia pikir acara sudah hampir selesai, namun matanya justru semakin membulat saat nama Dio Kamadibrata dipanggil oleh MC maju ke depan untuk dianugerahi gelar sebagai wisudawan terbaik.
Kini, satu-satunya bos di Lumina yang irit bicara sekaligus selalu berusaha menjaga jarak dengannya itu telah berdiri tegak di atas podium usai penyematan penghargaan oleh Rektor, bersiap memimpin seluruh wisudawan pada hari ini untuk mengucapkan salam keramat. Lalu, dengan mengangkat tangan kanan tinggi-tinggi Dio berkata lantang,
“Untuk Tuhan, Tanah air, dan Almamater...”
“Salam Ganapati…Mulai!”
Kemudian diikuti oleh ribuan wisudawan dengan suara tak kalah lantang menggema hingga membuat dinding Gedung Sabupa bergetar.
“SALAM GANAPATI...”
“BAKTI KAMI...”
“UNTUKMU...”
“TUHAN...”
“TANAH AIR...”
“DAN ALMAMATER.”
“MERDEKA!!”
***
Anggi dan Rendra
Sementara itu, di waktu yang sama namun terbentang jarak, prosesi sakral menyatukan dua insan yang berbeda dalam sebuah perjanjian kokoh ikatan pernikahan yang suci untuk memasuki mahligai kehidupan yang baru telah dimulai,
“Ananda Syailendra Darmastawa Bin Andi Rahmat Darmastawa, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Rahayu Anggiantisa Binti Mulyo Handoko dengan maskawin berupa logam mulia seberat 100 gram, tunai.”
“Saya terima nikah dan kawinnya Rahayu Anggiantisa Binti Mulyo Handoko, dengan maskawin yang tersebut diatas tunai.”
"Sah?"
"SAH!" jawab para saksi dengan penuh keyakinan.
Penghulu kemudian membacakan doa, "Baarakallahu laka wa baaraaka 'alaika wa jama'ah baina kuma fii khoir."
"Semoga Allah memberkahimu, baik dalam suka maupun duka dan selalu mengumpulkan kamu berdua dalam kebaikan."
Disusul dengan pembacaan sighat ta'lik atau janji pernikahan oleh suami, yang juga tercantum di bagian belakang buku nikah.
"Saya Syailendra Darmastawa bin Andi Rahmat Darmastawa, berjanji dengan sesungguh hati bahwa saya akan mempergauli istri saya yang bernama Rahayu Anggiantisa binti Mulyo Handoko dengan baik (mu'asyarah bil ma'ruf) menurut ajaran Islam."
"Kepada istri saya tersebut saya menyatakan sighat ta'lik sebagai berikut."
"Apabila saya,"
"Meninggalkan istri saya selama 2 tahun berturut-turut;
Tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 bulan lamanya;
Menyakiti badan atau jasmani istri saya;
Membiarkan (tidak mempedulikan) istri saya selama 6 bulan atau lebih,"
"Dan karena perbuatan saya tersebut, istri saya tidak ridha dan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama, maka apabila gugatannya diterima oleh Pengadilan tersebut kemudian istri saya membayar uang sebesar Rp 10 ribu sebagai 'iwadl (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu kepadanya."
"Kepada Pengadilan Agama saya memberikan kuasa untuk menerima uang 'iwadl (pengganti) tersebut dan menyerahkannya kepada Badan Amil Zakat Nasional setempat untuk keperluan ibadah sosial."
---
'Pernahkah kau terluka
tanpa makna dan seakan mengikuti garis yang tak jelas
pernahkah kau ragukan
adil Tuhan dan seakan merasa bahwa takdir yang salah
Hingga tiba saatnya
ku berhenti bertanya ruang dan waktu menjawabnya dengan hadirmu
dalam sederhana kisahku yang
bercerita tetang aku menyerupai senja yang telah lelah bersembunyi bertanya
hingga kau hadir sebagai pagi'
(Alffy Rev, Senja dan Pagi)
Mereka ngapain siii...
gara² ada yg ngomong ikam, auto ingat Rendra
sedangkan utk saat ini sungguh..saudara2 "malika" masih banyak berulah di jogja... shg warga sendiri yg banyak menjadi korban ketidakadilan 😭
karya nya smua bagus" bnget ak udah baca smua bnyak pembelajaran d dlam nya
syang gak ad karya yg baru lgi ya, sukses slalu