NovelToon NovelToon
Membawa Benih Sang Casanova

Membawa Benih Sang Casanova

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / One Night Stand / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Action / Romantis / Mafia
Popularitas:6.7k
Nilai: 5
Nama Author: Ibu.peri

Demi biaya pengobatan ibunya, Alisha rela bekerja di klub malam. Namun kepercayaannya dikhianati sang sahabat—ia terjerumus ke sebuah kamar hotel dan bertemu Theodore Smith, cassanova kaya yang mengira malam itu hanya hiburan biasa.
Segalanya berubah ketika Theodore menyadari satu kenyataan yang tak pernah ia duga. Sejak saat itu, Alisha memilih pergi, membawa rahasia besar yang mengikat mereka selamanya.
Ketika takdir mempertemukan kembali, penyesalan, luka, dan perasaan yang tak direncanakan pun muncul.
Akankah cinta lahir dari kesalahan, atau masa lalu justru menghancurkan segalanya?
Benih Sang Cassanova

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ibu.peri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PERGI DARI RUMAH

Langkah kaki Alisha pelan, nyaris tanpa suara, saat menyusuri gang sempit yang mengarah ke sebuah rumah tua yang nyaris reyot. Rumah itu begitu sederhana—catnya sudah terkelupas, kusennya rapuh dimakan usia—namun di sanalah ia dibesarkan. Di setiap sudutnya, tersimpan kenangan bersama sang ibu, satu-satunya orang yang mencintainya tanpa syarat.

Tangannya terangkat pelan, hendak membuka pintu. Namun belum sempat ia menyentuh gagang, suara berat seorang pria terdengar dari samping, menggetarkan seluruh tubuhnya.

"Heh, gadis bodoh! Mana uang untukku?!"

Alisha menoleh pelan. Seorang pria bertubuh gempal dengan pakaian kumal dan botol minuman di tangannya berjalan sempoyongan mendekatinya. Pria itu—Renald, ayah tirinya yang kejam dan pemabuk—memasang ekspresi garang, aroma alkohol menyengat menyeruak ke udara.

"Mana?! Cepat berikan! Jangan pura-pura tuli!" bentaknya, menodongkan tangan kotor itu ke wajah Alisha.

Emosi Alisha langsung membuncah.

"Uang?" ulangnya dengan mata yang memerah. "Kau masih berani minta uang padaku?!"

Napasnya memburu. Suaranya bergetar, matanya basah.

"KAU TAHU IBU SUDAH MATI?! IBUKU MATI, KAU DENGAR ITU?!" teriaknya dengan suara parau. "MATI KARENA PENYAKITNYA, KARENA KITA TAK PUNYA UANG UNTUK BEROBAT—DAN KAU MASIH BERANI MEMINTA?!"

Renald hanya terkekeh, kasar.

"Hah? Wanita penyakitan itu sudah mati? Bagus! Satu beban berkurang. Sekarang tinggal kau. Cepat beri uang! Aku butuh beli minuman lagi."

BRUK!

Alisha tak kuasa menahan amarahnya. Ia mendorong pria itu sekuat tenaga hingga Renald terjengkang ke belakang dan jatuh menghantam lantai kayu.

"Argh! Dasar anak sialan!"

Tanpa menunggu reaksi lebih lanjut, Alisha berlari masuk ke rumah dan mengunci pintu kamarnya. Napasnya tercekat. Tubuhnya gemetar. Dengan cekatan, ia meraih tas ransel dari bawah ranjang dan mulai memasukkan barang-barang penting yang masih tersisa: beberapa potong baju, dokumen penting, dan—yang paling menyakitkan—sisa uang tabungan yang ia kumpulkan dari gajinya, uang yang semestinya digunakan untuk mengobati sang ibu.

Tangannya gemetar saat meraih foto ibunya di meja. Dikecupnya gambar usang itu, air matanya tak lagi terbendung.

Dug Dug Dug!

Gedoran pintu keras membuat Alisha tersentak.

"BUKA PINTUNYA! ANAK SIALAN! AKU AKAN MEMBUNUHMU KALAU TIDAK MAU MEMBERIKANKU UANG!"

Teriakan Renald yang mabuk, membuat jantungnya berdegup kencang. Ia tahu, pria itu tidak pernah main-main dalam mengancam. Satu-satunya jalan keluar adalah pergi—sekarang juga.

Dengan ragu, ia membuka pintu.

Baru selangkah keluar, tangan kasar Renald terangkat, hendak menamparnya. Tapi Alisha sudah siap.

Bug!

Tendangan keras mendarat di perut pria itu. Renald terpental mundur, limbung, lalu jatuh membentur dinding. Alisha berlari menuju pintu keluar, tapi lengan besar Renald lebih cepat menarik tas ranselnya, membuat tubuhnya jatuh terseret.

“Kau mau lari ke mana, hah?!" geram Renald sambil mencengkeram kerah bajunya. "Berikan uang itu, atau—"

Tubuh pria itu me nin dih Alisha, napasnya bau alkohol, dan tangan kotornya mulai me ra ba tubuh gadis itu.

"—kalau tidak, tu buh mu saja yang jadi gantinya."

Napas Alisha tercekat. Panik dan jijik. Ia meraba sekitar. Pandangannya menangkap botol kosong yang tergeletak di lantai.

Tanpa pikir panjang—PRANGG!

Botol itu menghantam kepala Renald dengan keras. Da rah langsung mengucur dari pelipis pria itu, membasahi lantai.

"AARRGGHH!!"

Alisha terguncang. Ia terpaku melihat pria itu menge rang kesakitan, tapi tak punya waktu untuk diam.

"Aku harus pergi, aku harus pergi dari sini.."

Ia bangkit, menyambar tasnya, dan berlari sekencang-kencangnya keluar rumah. Tak menoleh ke belakang. Tak peduli lagi.

***

Langit sore itu kelabu. Alisha berdiri di hadapan sebuah gundukan tanah baru, masih merah dan gembur. Tanpa nisan. Tanpa karangan bunga. Hanya papan kecil bertuliskan: Margaret dan tahun kematiannya.

Ia berdiri diam di sana. Kakinya kaku, napasnya berat. Tak ada satu pun pelayat. Tak ada doa. Tak ada pelukan penghiburan. Hanya suara burung gagak yang sesekali terdengar dari pepohonan di sekelilingnya. Satu-satunya orang yang mengurus pemakaman ini hanyalah petugas rumah sakit yang ditugaskan oleh Rosa.

Perempuan itu bahkan tak menyempatkan diri datang saat proses penguburan berlangsung.

Alisha akhirnya berlutut, menyentuh tanah itu dengan jemari gemetarnya. Air matanya jatuh satu per satu, tanpa isakan.

“Ibu… maafkan aku…,” bisiknya lirih.

Ia menunduk lebih dalam, membiarkan keningnya menyentuh tanah. “Aku tidak bisa menyelamatkan Ibu… maaf...”

Kenangan tentang Margaret, ibu yang membesarkannya sendirian, kini berputar seperti kaset rusak di kepalanya. Saat-saat mereka makan bubur seadanya, saat ibunya terbatuk hebat di malam hari tapi tetap tersenyum, saat ibunya memeluknya erat usai dipukul oleh Renald… Semua itu menampar perasaannya.

Kini semua sudah berakhir.

Suara langkah tumit tinggi mengganggu keheningan. Alisha menoleh pelan.

Di hadapannya berdiri Rosa. Wajahnya kaku seperti biasa, lengkap dengan mantel mahal berwarna krem dan kacamata hitam yang menggantung di dada. Di sampingnya, berdiri seorang pria berkumis tipis dengan perut sedikit buncit—suaminya, Robert—dan seorang gadis muda seumuran Alisha, Gracia, yang memandang sinis seolah tempat ini adalah kandang ayam.

“Sudah cukup dramanya. Berdiri dan ikut kami,” ucap Rosa ketus, seolah memanggil seekor anjing jalanan.

Alisha menghapus air matanya dengan punggung tangan. Wajahnya pucat, tapi sorot matanya kosong.

“Aku tidak akan ikut kalian,” jawabnya pelan. “Aku akan cari tempat tinggal sendiri.”

“Benar begitu?” Rosa menyilangkan tangan di dada. “Kau pikir bisa sembunyi selamanya? Renald sudah sadar. Dan dia sedang mencarimu. Apa kau pikir dia akan lupa begitu saja setelah kau memukulnya sampai berdarah?”

Alisha menegang. Jantungnya berdetak lebih kencang. Jadi lelaki itu belum mati?

“Dan sebelum kau pikir aku datang karena peduli—jangan salah. Aku hanya datang karena aku wali sahmu. Dan ibumu… meninggalkan satu benda yang harus kuberikan padamu,” tambah Rosa dengan nada tak peduli.

Alisha menatap mereka lama.

Robert melangkah lebih dekat. Pandangannya menyapu tubuh Alisha dari ujung kaki hingga lehernya, lalu menyeringai miring. Tatapan itu membuat darah Alisha berdesir tak nyaman.

“Sampai bertemu di rumah, Alisha,” katanya sambil menyeringai mesum.

Tanpa sepatah kata pun lagi, Rosa berbalik, melangkah ke arah mobil hitamnya yang terparkir mewah di tepi pemakaman.

“Oh iya,” Rosa menoleh sebentar, menatap Alisha dari balik bahunya. “Naiklah taksi. Aku tidak mau mobilku tercemar bau tubuhmu yang kotor itu .”

Mereka bertiga masuk ke mobil dan melaju pergi, meninggalkan debu dan udara dingin yang makin menusuk.

Alisha berdiri kaku di sana. Tak menangis lagi. Tak memaki. Tak mengutuk. Hanya tatapan datar—tatapan seorang gadis yang sudah terlalu sering dipaksa menelan pahitnya dunia, dan kini berdiri di tepi jurang yang lebih dalam.

Ia tahu ia harus ke rumah Rosa, setidaknya untuk mengambil peninggalan ibunya.

Tapi ia juga tahu...

Keluarga itu tak akan membiarkannya pergi dengan mudah.

1
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up thor
Reni Anjarwani
doubel up
Hari Saktiawan
selamat tahun Baru juga 🎊🎊🎉🎉🎉🎉🎉🎉🎉🎉🎊🎉🎊🎉🎊🎊🎉🎉
Ndha: selamat tahun baru akak🤗🤗
total 1 replies
vj'z tri
🎉🎉🎉🎉 selamat tahun Baru semua doa terbaik buat kita semua 🎉🎉🎉
Ndha: Aamiin... 🥳
total 1 replies
Bu Dewi
up lagi kak😍😍😍
Ndha: besok ya kak🤗
total 1 replies
Mifta Nurjanah
kurang itu hentakannya
vj'z tri
🎉🎉🎉🎉🎉🎉 ayo Thor 🤗🤗🤗🤗🤗 di goyang up nya
Bu Dewi
up lagi kak🤭biasanya 2 kok ini cuma 1 seh/Whimper//Whimper//Grievance/
vj'z tri
ak hir nya ku menemukan mu ,saat haaati iiiini mulai meragukan , ku berharap engkaulah jawaban segala risau hatiku dan biarkan diriku mencintaimu hingga ujung usiaku🎉🎉🎉🎉🎉asekkkkkk
Aqillah Mustanir
up
Mifta Nurjanah
up lagi dongg minn
Bu Dewi
up lagi donk kak 🤭😄😍
Ndha: lanjut nanti kak😊
total 1 replies
vj'z tri
yakkkk itu Dady sayang Dady 🎉🎉🎉🎉🎉🎉
vj'z tri
jangan an permen toko bahkan pabrik nya bakal langsung di kasih 🤣🤣🤣🤣🤣
vj'z tri
ya di Dady mu dan sekarang pun bau tapi bau wangiiii princess 🎉🎉🎉🎉
Mifta Nurjanah
lanjut
Bu Dewi
wah, penasaran siapa yg gendong? masak theo sih,pasti lucu kalau thea nolak dia...hihihihihi
Ndha: tunggu kelanjutannya 🤗
total 1 replies
vj'z tri
bikin penasaran loh 🤭🤭🤭🤭
Bu Dewi
Gak sabar nunggu kelanjutan ceritanya waktu mereka ketemu nantinya😍😍😍🤭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!