NovelToon NovelToon
Karyawanku Bahagia, Aku Menguasai Dunia

Karyawanku Bahagia, Aku Menguasai Dunia

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Sistem / Crazy Rich/Konglomerat / Anak Lelaki/Pria Miskin / Slice of Life / Menjadi Pengusaha
Popularitas:6.9k
Nilai: 5
Nama Author: Sukma Firmansyah

"Apa gunanya uang 100 Miliar jika tidak bisa membeli kebahagiaan? Oh, tunggu... ternyata bisa."
Rian hanyalah pemuda yatim piatu yang kenyang makan nasi garam kehidupan. Dihina, dipecat, dan ditipu sudah jadi makanan sehari-hari. Hingga suatu malam, sebuah suara asing muncul di kepalanya.
[Sistem Kapitalis Bahagia Diaktifkan]
[Saldo Awal: Rp 100.000.000.000]

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sukma Firmansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 7: Dapur Sultan dan Bumbu Rahasia

Ruko di Jalan Merpati No. 88 itu kini tidak lagi kosong melompong.

Di lantai satu bagian belakang, Rudi telah menyulap ruangan kosong menjadi dapur semi-profesional. Ada dua kompor gas tekanan tinggi (high pressure), meja persiapan dari stainless steel yang mengkilap, kulkas dua pintu raksasa, dan satu set pisau dapur yang harganya mungkin setara modal dagang Bu Ningsih selama sebulan.

Bu Ningsih berdiri mematung di ambang pintu dapur. Tangannya menyentuh meja stainless itu dengan gemetar. Dingin. Bersih. Tidak ada debu jalanan. Tidak ada lalat. Dan yang paling penting: Ada AC yang berhembus sejuk.

"I-ini... dapur saya, Mas?" tanyanya tak percaya.

"Betul, Bu," jawab Rian sambil menyalakan lampu dapur yang terang benderang. "Mulai hari ini, Ibu nggak perlu kipas-kipas asap lagi di pinggir jalan. Ibu masak di sini. Fokus aja bikin makanan paling enak."

Bu Ningsih mengusap sudut matanya dengan ujung kerudung. "Ya Allah... kayak mimpi. Biasanya Ibu masak sambil rebutan tempat sama tikus got."

Rudi yang sedang mengangkut karung beras tertawa lebar. "Mimpi yang jadi nyata, Bu! Bos Rian emang nggak ada obat!"

Rian menepuk tangan sekali. "Oke, sesi terharunya dipending dulu. Kita harus kerja. Besok kita Soft Opening."

Rian berjalan ke arah meja, di sana sudah berjejer bahan-bahan masakan: Ayam, tempe, tahu, sayuran, dan aneka rempah.

"Bu Ningsih," panggil Rian serius. "Saya tahu masakan Ibu sudah enak. Tapi untuk bersaing di level atas, enak saja nggak cukup. Harus bikin orang ketagihan."

Rian mengambil secarik kertas. Itu adalah catatan yang ia tulis tadi pagi—hasil transfer pengetahuan dari Resep Bumbu Penyedap Alami (Level 1).

Di kertas itu tertulis rasio campuran yang aneh. Bukan MSG atau micin, tapi kombinasi bubuk jamur, gula aren, bawang putih tunggal yang disangrai, dan sedikit himalayan salt dengan takaran presisi miligram.

"Ibu tolong bikin bumbu dasar putih dan kuning pakai takaran di kertas ini. Jangan dikurangi, jangan dilebihi. Harus persis," perintah Rian.

Bu Ningsih membaca kertas itu. Keningnya berkerut. Sebagai koki pengalaman 20 tahun, nalurinya memberontak. "Mas... ini bawang putihnya kok banyak banget? Nanti langu lho. Terus ini jamurnya... apa nggak keasinan?"

"Percaya sama saya, Bu," potong Rian sambil tersenyum yakin. "Coba dulu."

Bu Ningsih menghela napas. "Ya wis. Mas Bos yang bayar, Ibu manut."

Mulailah "konser" dapur itu.

Bu Ningsih bergerak gesit. Pisau di tangannya menari mencincang bawang. Suara desis minyak panas bertemu bumbu halus memenuhi ruangan. Srenggg!

Aroma awal tercium biasa saja. Bau bawang dan kemiri yang standar. Namun, saat Bu Ningsih memasukkan "Racikan Rahasia" sesuai instruksi Rian dan membiarkannya terkaramelisasi...

WOOSH!

Aroma itu berubah.

Baunya bukan lagi sekadar tumisan bumbu. Itu adalah bau "Rumah". Bau yang mengingatkan pada masakan nenek di kampung, bau kehangatan keluarga, bau yang membuat kelenjar air liur bekerja paksa.

Rudi yang sedang menyusun kursi di depan langsung berlari ke dapur.

"Buset! Bau apaan nih? Wangi banget! Perut saya langsung dangdutan, Bos!"

Bu Ningsih sendiri terkejut. Ia mencicipi sedikit bumbu gulai ayam yang sedang mendidih itu dengan ujung sendok.

Matanya melotot.

"I-ini... beneran Ibu yang masak?"

Rasanya meledak di mulut. Gurih, manis, pedas, semuanya seimbang sempurna. Dan ada sensasi nyaman yang menjalar ke dada setelah menelannya. Bukan rasa haus bikin pusing kayak kebanyakan micin, tapi rasa lega.

Rian mengaktifkan Mata Dewa-nya ke arah panci gulai itu.

[Item Terdeteksi: Gulai Ayam "Bahagia"]

[Grade: B+]

[Efek: Meningkatkan mood pemakan sebesar 20% selama 2 jam. Menghilangkan stress ringan.]

[Status: Layak Jual!]

Rian tersenyum puas. Sistem tidak bohong. Resep Level 1 ini benar-benar cheat code dunia kuliner.

"Gimana, Bu? Masih ragu sama resep saya?" goda Rian.

Bu Ningsih menggeleng cepat, wajahnya berbinar-binar. "Mas Rian... Ibu nggak tahu Mas dapat resep ini dari mana. Tapi ini... ini masakan paling enak yang pernah Ibu bikin seumur hidup! Kita bakal laku keras, Mas!"

"Oke!" Rian menepuk meja. "Menu andalan kita besok: Nasi Rames Bahagia. Isinya Nasi, Gulai Ayam, Orek Tempe, sama Sambal Bajak."

"Harganya berapa, Bos?" tanya Rudi sambil menelan ludah melihat panci itu. "Kalau rasanya kayak gini, dijual 50 ribu juga laku!"

Rian menggeleng. "Nggak. Kita jual Rp 10.000 per porsi."

"Hah?!" Rudi dan Bu Ningsih berteriak barengan. "Sepuluh ribu?!"

"Buat modal aja mungkin pas-pasan, Bos! Belum untungnya!" protes Rudi.

Rian menatap mereka tajam. "Tujuan kita bukan cari untung uang di minggu pertama. Tujuan kita adalah bikin orang kaget. Kita mau bikin orang yang makan ini merasa dihargai. Makanan bintang lima, harga kaki lima."

Rian membatin, Karena keuntungan gue bukan dari Rupiah, tapi dari Poin Bahagia mereka. Semakin murah dan enak makanannya, semakin bahagia pelanggannya, semakin kaya gue.

"Mulai besok," kata Rian, matanya bersinar ambisius. "Kita guncang lidah warga Jakarta."

Sore harinya, persiapan selesai.

Rian menyuruh Rudi mengantar Bu Ningsih pulang sekalian mampir ke apotek menebus obat untuk suami Bu Ningsih (resep dokter sudah diurus Rian lewat aplikasi halodoc premium).

Saat ruko kembali sepi, Rian duduk di kursi kasir barunya.

[Misi Sampingan Selesai: Rekrut Koki Berbakat]

[Reward: Poin +100]

[Saldo Poin: 760 Poin]

Lumayan. Tapi pikiran Rian bukan di situ.

Pikirannya tertuju pada satu nama yang belum ia temukan. Kepingan puzzle terakhir untuk keamanan bisnisnya.

Pak Teguh.

Rian membuka HP-nya, mengetik pesan ke nomor lama teman sesama tukang parkir dulu.

Rian: "Bro, lu tau di mana Pak Teguh mantan satpam Bank BCA yang dipecat itu sekarang? Gue butuh info."

Lima menit kemudian, balasan masuk. Isinya membuat darah Rian mendidih.

Teman: "Pak Teguh? Wah, kasian tuh orang, Yan. Gue denger dia sekarang jadi sasak tinju hidup di pasar malem pinggiran kota. Katanya buat bayar utang anaknya yang kena judi online."

Rian meremas HP-nya. Sasak tinju? Orang sejujur dan sekuat Pak Teguh dijadikan badut pukulan?

"Sialan..." Rian berdiri, menyambar jaketnya.

Rencana istirahat malam ini batal. Rian harus bergerak. Sebelum aset berharganya babak belur dihajar orang.

1
Purbalingga Jos
jangan kelamaan thor
Sukma Firmansyah: adohhhh, kopinya mana kopinyaaaa
biar author semangat wkwkwkkww
total 1 replies
Paulina al-fathir
wiiihh ceritamu memang the best lah 👏👏👏🤩🤩👍👍
Purbalingga Jos
jangan kelamaan dong
Sukma Firmansyah: baik diusahakan
total 1 replies
Paulina al-fathir
bagus banget ceritanya 😍😍smpi deg2an bacanya.mantap 👍💪
Denn King
gasss thorrr
Purbalingga Jos
lanjuuut donk
Travel Diaryska
mantull
Travel Diaryska
ini ceritanya bagus banget, tolong dilanjutin sampe tamat ya thorr🙏✨
Sukma Firmansyah: terimakasih atas support nya, jangan lupa like dan vote
agar author tetap semangat
total 1 replies
DREAMS
ini dilanjutkan atau sampai sini aja?
Sukma Firmansyah: baik
dibantu like/upvote
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!