Ningrat dan kasta, sebuah kesatuan yang selalu berjalan beriringan. Namun, tak pernah terbayangkan bagi gadis proletar (rakyat biasa) bernama Sekar Taji bisa dicintai teramat oleh seorang berda rah biru.
Diantara gempuran kerasnya hidup, Sekar juga harus menerima cinta yang justru semakin mengoyak raga.
Di sisi lain, Amar Kertawidjaja seorang pemuda ningrat yang memiliki pikiran maju, menolak mengikuti aturan keluarganya terlebih perihal jodoh, sebab ia telah jatuh cinta pada gadis bernama Sekar.
Semua tentang cinta, kebebasan dan kebahagiaan. Mampukah keduanya berjuang hingga akhir atau justru hancur lebur oleh aturan yang mengekang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ATN 7 ~ Ada harga yang harus dibayar
Banondari, tajuk lagu yang akan mengiringi rampak jaipong Sekar. Entahlah, Sekar merasa ada yang beda disini, atau hanya perasaannya saja?
Ia dan Imas terpaksa harus terpisah sementara selama latihan, sebab Sekar kini sudah bersama keempat anggota ronggeng lama di bale-bale berbeda lebih tepatnya ia masuk lebih dalam di kompleks bale-bale paling belakang, hingga kini ia bisa melihat sedikit lebih jauh lagi rumah milik amih Mayang, tentunya dengan porsi latihan berbeda juga.
Angin mendadak sedikit lebih kencang menerpa rumpun bambu di belakang sanggar seolah sedang berlomba untuk ikut berlatih dengan para penari ini.
Suhu udara lebih dingin dari sebelumnya di depan sana, apakah akan turun hujan? Dan apa ini sekarang, ia mencium bau melati bercampur kemenyan saat amih Mayang datang bersama selendang dan topeng kayu pewayangan yang ia bawa untuk properti menari nanti. Apakah hanya ia yang merasa aneh, sebab keempat seniornya ini seperti biasa-biasa saja.
"Patahannya!" amih Mayang berubah bak serigala yang galak dan siap menelan anak didiknya sekarang. Ia bahkan berkali-kali kena omelan mulut manis yang biasanya berkata ramah itu.
"Habis dikasih *pencungan* (gerak energik dan cepat penuh patahan) itu dikasih *mincit* (perpindahan gerak)yang halus. Jangan kaku begitu, Sekar!"
Kepalanya sudah hampir mendidih, namun Sekar tau...amih Mayang melakukan itu memang bertujuan untuk hal baik.
Suasana di sanggar milik amih Mayang ini cukup menenangkan sebenarnya dan membuat betah, sebab di dekat gazebo dengan atap dan tiang-tiang kayu itu ada pancuran bambu dengan batu-batu kali kecil yang menjadi alas di sekitar pancurannya ada satu pohon salak dan beberapa rumpun bambu air tumbuh. Dan tak jauh di belakang sana, aliran sungai berada. Sehingga deburan arus sungai bisa cukup jelas terdengar dari sini.
Sekar menaruh kedua kakinya di bawah pancuran, sesekali menatap jauh ke arah sungai dan rumpun bambu lalu kembali menatap kaki-kakinya yang terasa pegal. Bukankah ada harga yang harus dibayar untuk sebuah pencapaian? Semuanya tidak ada yang instan. Ia juga merasakan pinggangnya yang seperti mau copot.
Teh Nuroh menghampiri, "belum terbiasa sama porsi latihan yang ini." ia membawakan secangkir jamu tradisional kunyit asam untuk Sekar, dimana ketiga yang lain sudah berebut meneguk santai di bale-bale belakang tadi hasil jamuan amih Mayang yang sudah kembali dalam mode normalnya.
"Amih disiplin cuma pas latihan saja. Bukan apa-apa, kita kan mau ngibing buat menak...jadi harus *disuguhin* yang terbaik." Senyumnya lantas memantik senyum Sekar juga, "iya teh. Makasih."
"Hayuk gabung, kamu sering minum galian singset?" tanya teh Nuroh praktis saja membuat Sekar menggeleng.
"Bagus biar ngga pegel-pegel. Menjaga biar badan tetep ideal dan estetik. Buat kekencangan otot."
Sekar hanya ber oh ria saja. Namun apa yang dikatakan teh Nuroh tadi, seolah menjadi petunjuk Sekar sebab-----
"Diseduh pake air hangat ya, Kar..." ia menatap amih Mayang dengan gamang saat menerima bungkusan jamu tradisional itu.
"Iya amih."
Sampai di sepanjang perjalanan pulang bersama Imas, ia masih menatap plastik berisi serbuk jamu itu, "kalau kamu ngga mau, biar aku saja yang minum."
Sekar berdecak bergegas menjauhkan itu dari rebutan Imas yang terkekeh, "gimana nih udah siap kan? Aku cuma heran, Kar...totalitas sekali, amih Mayang di rampak jaipong kamu sekarang, emang tamu pentingnya siapa sih?"
Sekar hanya menggeleng, ingat yang dikatakan amih Mayang untuk tak banyak bicara.
"Kamu tau ngga," jelas Imas tidak sedang bertanya, sebab ia telah kembali bicara, memang cerewet temannya itu.
"Kalo aku lihat-lihat, rampak jaipong mu kali ini, kamu yang paling muda, Kar." Ujar Imas. Wahhh! Temannya itu perhatian sekali, sampai menghitung.
Sekar mengangguk tersenyum tipis, "iya ya? Ngga ngitung aku."
"Semangat Sekar....semoga sawerannya banyak, meskipun di pabrik kerupuk, tapi lumayan lah disawer kerupuk satu gudang!" seru Imas membuat Sekar tertawa kecil, "nanti aku traktir kamu."
"Asik...Sekar siap-siap kaya!" Sekar kembali tertawa dengan ocehan Imas.
"Janji sama aku, Kar..."
"Apa?"
"Kamu harus jadi ronggeng terkenal. Kalo bisa jadi selir Raden bagus..."
Sekar mencebik, "ih. Kalo jadi ronggeng terkenal mauuu. Tapi kalo jadi selir atau harus menikah dengan Raden bagus kamu itu, aku ngga mau."
"Raden bagus kita semua."
Sekar kembali mencebik, "Raden jelek."
Amar
Sudah beberapa hari ini ayahanda selalu menyodorinya dengan beberapa pekerjaan yang biasa ia tanggung sendiri atau bersama Bahureksa.
"Tidak sedang mengerjakan tugas makalah kan?" tanya ayah padanya yang sedang duduk sambil mendengarkan walkman di gazebo kaputren yang menenangkan. Ia berulang kali memutar lagu-lagu yang membuat suasana hatinya selalu membaik dari lelahnya tugas-tugas kampus.
Amar menggeleng, "kenapa ayah?"
"Bisa tolong ikut ke ruang kerja?"
Amar hanya mengangguk mengekori. Ada satu lemari rak yang berisi map-map berkas di balik pintu kayu jati dekat dengan ruang perpustakaan. Figura lukisan tepat di sebrang meja kebesaran ayahanda. Lukisan hasil seniman keluarga keraton berisi potret seluruh anggota keluarga kasepuhan dimana dirinya ada disana saat ia berusia SMP.
Lalu meja di sepanjang dinding kiri berisi frame foto hitam putih para Gusti Raden pemimpin di keraton ini, hingga yang paling pojok, ia melihat foto ayahanda berdiri gagah dengan pakaian ciri khas menaknya.
"Untuk acara di pabrik kerupuk nanti. Terpaksa ayahanda dan ibunda harus batal ikut serta. Sebab harus segera berangkat ke Bandung bertemu dengan salah satu ais pangampih yang sudah sepuh dan sedang sakit saat ini di Cirendeu, selain karena ada acara juga disana, ayahanda dan ibunda harus tirakat. Sekalian ke pabrik teh." Jelasnya.
Bahkan Amar belum bisa duduk dengan benar di kursi sebrang ayahanda, tapi rasanya ia sudah bisa tau apa maksud dan tujuan ayah bicara begini.
Ia menyentuh tengkuk beratnya, menaruh sejenak walkman yang sudah ia pause terlebih dahulu putaran lagu band Koes plus, "lalu?"
"Jadi, ayah sudah memutuskan kalian yang akan tetap melakukan kunjungan kerja ke pabrik bertemu dengan pak Tanto, ayah tau..." jedanya mengambil batangan cerutu lalu menyulutnya, aroma wangi tembakau dan cengkeh serta ada aroma rempah lain mengepul mengisi ruang kerja ayahanda.
"Kakangmu Bahureksa adalah pengganti ayahanda secara tertulis. Sebab ia yang paling besar. Tapi....ayah lebih percaya padamu. Titip kunjungan kerja kali ini."
"Ayahanda dan ibunda tau, kami bisa mengandalkan mu."
Amar keluar dari ruang kerja ayahanda dengan lengu han berat. Bersamaan dengan Somantri yang melintas, "Mar?"
"Kang."
"Ayahanda di dalam?" tanya nya diangguki Amar, "beliau bilang kunjungan kerja nanti, beliau dan bunda batal hadir..."
Somantri menarik kedua alisnya, "jadi hanya kita? Atau kunjungannya dibatalkan?"
"Hanya kita, kang."
Somantri mengangguk, "kakang Reksa, tau?"
Amar menggidikan bahunya memasang kembali headset walkmannya, "orang bilang tanah kita tanah surga ....tongkat kayu dan batu jadi tanamannnn!" dendangnya.
Sekar terus saja memandang bungkusan itu, bersamaan dengan Jayadi yang melintas sambil minum, "hayohhhh teh! Apa ini!" rebutnya membuat Sekar terkejut, "ehhh! Jangan itu jamu tradisional!"
Jayadi mengeja tulisan di bungkusan itu, "ga...li...an...si---sing....set."
"Loh, jamu apa teh, enak ya? Aku boleh minum, teh? Mau dong!"
"Jangan. Ini jamunya perempuan." Tegur Sekar merebut kembali.
" jembar kisruh" aja si teh🤭🤭🤭😂😂😂🙏