NovelToon NovelToon
Pewaris Dendam

Pewaris Dendam

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Kembar / Balas dendam pengganti / Nikah Kontrak
Popularitas:291
Nilai: 5
Nama Author: Lautan Ungu_07

Tujuh belas tahun lalu, satu perjanjian berdarah mengikat dua keluarga dalam kutukan. Nadira dan Fellisya menandatangani kontrak dengan darahnya sendiri, dan sejak itu, kebahagiaan jadi hal yang mustahil diwariskan.

Kini, Keandra dan Kallista tumbuh dengan luka yang mereka tak pahami. Namun saat rahasia lama terkuak, mereka sadar… bukan cinta yang mengikat keluarga mereka, melainkan dosa yang belum ditebus.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lautan Ungu_07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 07 Nari Jaipong

Udara dingin pagi hari masuk menyelinap melalui celah kamar. Alka menggeliat kecil, matanya terbuka perlahan. Pelipisnya sedikit berdenyut, kepalanya terasa berat.

"Arghh..." ringisnya pelan. Ia berusaha bangun. "Kok di kamar?" tanyanya bingung.

Perlahan ia turun dari ranjangnya, berjalan gontai menuju balkon. Alka tersenyum kecil, saat mengingat samar kenapa dirinya bisa ada di kamar.

Ia berdiri di depan pagar balkon, menarik napas panjang. Menghirup udara pagi yang masih segar. Dan masih gelap itu.

"Mau di bilang mimpi, tapi jelas baju gue jadi saksi." gumamnya pelan.

Entah kenapa perasaannya begitu lega. Ada rasa bahagia yang samar di dadanya.

"Nggak usah gengsi, Pah. Justru gue bakal ngerasa gue di anggap ada." bisiknya pelan, nyaris tersapu angin pagi.

Alka segera kembali ke dalam kamar, meraih handuk, lalu berjalan menuju kamar mandi.

Setelah selesai mandi, ia mengenakan seragam sekolah. Rambut di biarkan berantakan, air masih menetes dari ujung helaian rambutnya.

Ia melangkah ke arah pintu, begitu pintu di buka, Lista lewat di depannya.

"Ta," sapanya dengan alis di naik turunkan.

"Dihh," Lista menatap Alka dari atas hingga bawah. "Kenapa, lo, tumben nyapa?" tanyanya.

Alka tertawa pelan, lalu melingkarkan tangannya ke leher Lista. "Aneh banget tatapan, lo. Namanya juga saudara, wajar dong gue nyapa."

"Lepasin tangan lo, Alka. Berat tahu." Lista menepis tangan besar Alka. "Maksud gue, biasanya lo nggak segini ramahnya kalau di rumah."

"Lagi bagus aja mood, gue." jawab Alka.

Keduanya menuruni anak tangga berdampingan. Dari bawah, Renata tersenyum hangat.

"Tumben," kata Renata, sambil mendekat ke arah mereka.

"Lagi akur, Bu." balas Alka dengan senyum lebar di wajahnya.

Sementara Lista tak menjawab, ia hanya tersenyum. Mereka melangkah menuju ruang makan.

Aroma masakan dan bumbu menyeruak di ruang makan. Di sana, Fellisya sudah ada. Duduk tegak, makan dengan santai, gaya elegan.

Alka duduk di samping kanan. Matanya menatap Fellisya sinis.

"Nona, anda terlihat jelek hari ini," celetuk Alka, tangannya mengambil nasi.

"Ngomong apa barusan?" Fellisya menatap Alka dari sendok yang di pegangnya.

Alka masih santai, sambil nyendok nasi lagi. "Awalnya, gue pikir make up nya belum selesai. Tahunya emang wajahnya yang kayak gitu."

"Alka..." bisik Renata yang duduk di sisi bagian kiri.

Fellisya meletakkan sendok pelan, dagunya terangkat sedikit. "Ngomongnya yang sopan, udah dewasa, mulut kayak anak kecil."

"Kalau kecil aja udah bisa ngomong, artinya pinter dong." balas Alka. "Kan katanya dari kecil harus belajar jujur."

"Jujur sama kasar beda, Alka." Fellisya menatapnya tajam.

Alka menyandarkan tubuhnya ke kursi, masih dengan gaya santainya. "Tergantung siapa yang denger. Kadang yang nggak kuat denger kejujuran, nganggelapnya kasar."

Lista tertawa kecil, menatap Alka, lalu Fellisya.

Fellisya mendengus, memutar bola matanya. "Ngomong sama kamu tuh, buang-buang waktu saya."

"Bagus dong, berarti hari gue produktif," balas Alka cepat, senyumnya makin lebar.

Renata tertawa kecil, sementara Varel hanya tersenyum tipis menahan tawa. Suasana meja makan pagi itu terasa lebih hangat. Fellisya mendengus pelan, sementara Alka duduk santai seperti tak terjadi apa-apa.

Dari arah kamar lain, Nadira muncul menggunakan kursi rodanya. Perawatnya, membantu memindahkan ke kursi makan.

"Pagi, Oma." sapa Fellisya.

Suasana meja makan mendadak tegang. Alka tak lagi banyak omong, ia fokus pada makanannya.

"Alka, Oma mau tanya," katanya datar. Memecah sunyi yang sempat menggantung.

"Tanya apa, Oma?" jawab Alka dengan santai.

Nadira menyipitkan mata. "Kamu... udah mikirin masa depan belum? Oma lihat, kamu makin sibuk sama nari nggak jelas itu."

Alka menatapnya sebentar. "Maksud, Oma dance?"

"Ya itu," jawab Nadira cepat. "Cita-cita jadi penari itu bagus, tapi bukan buat cucu keluarga ini. Oma mau kamu fokus kuliah hakim. Dulu Papa kamu nggak mau. Masa kamu yang jadi harapan Oma, nggak mau juga."

"Papa aja bisa milih jalannya sendiri, masa aku nggak bisa, Oma?" balas Alka sambil ngunyah.

Nadira diam sebentar, menatap Alka lama. "Alka, Oma ngasih jalan yang bener buat kamu. Bukan nari-nari nggak jelas itu."

Alka menelan paksa makanan di mulutnya. "Dance, juga bener kok. Kalau emang nggak boleh dance, gimana kalau nari jaipong aja?"

Mendengar jawaban Alka, membuat Varel menyemburkan sedikit air minum di mulutnya, sementara Fellisya dan Renata mengatupkan mulut rapat, berusaha menahan tawa. Padahal wajahnya sudah memerah.

Lista berdiri sambil nahan tawa, lalu berjalan menuju ruang tengah, dengan tawa yang mulai ngakak. "Ide bagus, Ka. Jaipong itu budaya asli Indonesia, Oma pasti bangga." teriak Lista.

Nadira menghela napas berat, ia menatap Alka lebih lama. "Alka..."

"Udah telat, Oma. Aku harus berangkat," potong Alka cepat. Ia berlari kecil meninggalkan ruang makan.

"Keras kepala anak itu," kata Nadira pelan, suaranya tegas.

"Lihatlah, didikan anda. Keduanya menyebalkan, nggak punya sopan santun." Fellisya kembali bersuara, matanya menatap ke arah Renata.

Renata terkekeh, tersenyum sebentar. "Mereka udah dewasa Felli, udah bisa ngendaliin perasaannya. Dan udah bisa ngambil keputusan buat hidupnya."

"Tapi saya nggak suka kalau dia, nari!" suara Nadira meninggi.

"Yang jalanin hidup, Alka sendiri. Bukan kalian, biarin dia hidup dengan keinginan dan kemauannya." Renata menatap Nadira. Tak ingin perdebatan semakin dalam, Renata memilih untuk segera pergi dari sana.

1
Apaqelasyy
Keren banget plotnya.
Lautan Ungu_07: Awww makasih udah baca🎀 seneng banget ada yang notice alurnya.💝💝
total 1 replies
Willian Marcano
Buatku melek sepanjang malam.
Lautan Ungu_07: Aduhh, kasihan matanya... tapi makasih loh, udah baca cerita ini.😅🥰🎀
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!