NovelToon NovelToon
The Absurd Girl And The Cold Flat Boy

The Absurd Girl And The Cold Flat Boy

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos
Popularitas:455
Nilai: 5
Nama Author: Irma pratama

Gimana jadinya gadis bebas masuk ke pesantren?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma pratama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hukuman Bisa Jadi Pelajaran Yang Berharga

...BAB 7...

...HUKUMAN BISA JADI PELAJARAN YANG BERHARGA...

Jadi santri bukan berarti kehilangan jiwa Absurd dan kebar-barannya, tapi mengubah jadi kekuatan yang terarah. Tetap tegas, tetap berani, tapi juga beradab dan penuh ilmu. Itu kata-kata dari Arabella jika ditanya kalau ‘udah jadi santri, kenapa masih Absurd dan bar-bar?’

Arabella masuk ke kamarnya untuk beristirahat, teman-temannya tidak ada yang terlihat, karena sedang mengaji di kelas.

“Hah... Sepi banget... kalo kaya gini enaknya tidur aja kali ya?!” gumamnya sambil merebahkan tubuhnya.

Baru beberapa detik dia memejamkan mata, sudah terdengar ketukan dari luar.

Tok.. Tok.. Tok..

Ceklek..

“Apaan sih lo ganggu banget?!” semprot Arabella tanpa melihat siapa yang mengetuk pintu.

“Oh.. jadi saya ganggu?” tanya Gus Izzan dengan suara dinginnya yang membuat Arabella melotot seketika.

“Laaahh Gus ngapain di asrama putri? Mau ngintip santri yang ga pake hijab ya?” cerocos Arabella sambil bersidekap dada.

“Turun ke parkiran! Kerjakan hukuman kamu..”

“Yaelah Gus, aku tuh baru nyampe banget ini, liat baju aja blum ganti! Masa udah disuruh ngerjain hukuman aja, nanti aja napa sih? Atau ga besok aja gimana?” rayu Arabella pada Gus Izzan.

“Nggak bisa... kerjakan sekarang atau saya tambah hukuman kamu!” tegas Gus Izzan sambil berbalik pergi. Sedangkan Arabella sudah mencak-mencak karena Gus Izzan.

“Dasar si kutub, si patung, si galak... awas ya, Gue doain jodoh lo jelmaan Mak Lampir!” teriak Arabella bergegas memakai kembali hijabnya dan berjalan menuju parkiran dengan misuh-misuh.

Sore itu Arabella si gadis yang dikenal paling absurd di antara para santri itu sedang menjalani hukumannya mencuci motor para Ustad dan Ustadzah. Hukuman itu dia terima setelah memakai motor kiyai Hasyim dan hampir menabrak Ustad Jiyad.

“Bellaaaa!! Jangan maen air!” Teriak Dina sahabatnya, yang berdiri di bawah pohon mangga sambil melipat tangan.

Tapi, terlambat. Arabella yang sudah memegang selang dengan tatapan penuh semangat dan malah justru semakin liar. Dengan satu hentakan, dia menyemprotkan air ke motor Ustad Rachmat tapi arah semprotannya melenceng, mengenai wajah Hanif, santri paling alim di angkatannya.

“Bella!!” Hanif berteriak sambil mengelap wajahnya yang basah kuyup.

Bukannya merasa bersalah, Arabella malah tertawa terpingkal-pingkal.

“Hahahaha.. Sorry Nif! Gue pikir lo motor Ustad!”

Santri lain yang menonton dari kejauhan mulai tertawa geli. Beberapa bahkan bersorak mendukung kehebohan yang diciptakan gadis itu.

Sementara itu, Ustadzah Rina yang baru keluar dari kantor mendadak berhenti di tangga saat melihat Arabella menyikat motor dengan penuh semangat bukan dengan spons, melainkan dengan sikat kamar mandi!

“Ya Allah, Arabella! Itu motor Ustad Hamzah, bukan lantai kamar mandi!”

Arabella menoleh dengan senyum lebar, tetap dengan sikat di tangannya.

“Lah, tapi Ustadzah... motor ini tuh banyak keraknya! Saya Cuma mau bantu bersiin secara maksimal.”

Semua santri yang menonton sontak tertawa, sementara Ustadzah Rina mengurut kening, mencoba menenangkan diri. Namun kehebohan belum berakhir. Ketika Arabella hendak mengguyur motor dengan ember besar, dia malah terpeleset karena licin alhasil...

BRUUUKKKK!!

Ember itu terbalik dan air sabun meluncur deras... tepat ke kaki Ustad Rachmat yang baru saja datang dengan jubah putihnya. Seluruh santri membeku. Bahkan suara jangkrik pun terasa lebih nyaring di tengah keheningan itu.

Arabella perlahan mendongak, menatap wajah Ustad Rachmat yang kini basah kuyup dari lutut ke bawah.

“Astagfirullah... Ustad, kaki antum jadi bersih kan?” katanya dengan wajah memelas.

Bukannya marah, Ustad Rachmat malah menghela napas panjang lalu tertawa pelan.

“Bella... Bella... kalau hukuman kamu cuma bikin pesantren makin ribut, bisa-bisa kamu dapat hukuman tambahan.” Ucap Ustad Rachmat tenang.

Sementara Arabella hanya mengedipkan mata.

“Hukuman tambahan? Apa mencuci mobil juga?”

Dan kali ini, semua santri benar-benar tertawa terbahak-bahak.

*****

Malam di pesantren selalu syahdu. Cahaya lampu menerangi halaman dengan temaran, angin sepoi-sepoi berembus membawa aroma tanah yang masih lembab setelah hujan sore tadi.

Di dalam rumah sederhana yang berada di sudut kompleks pesantren, Uma Salma duduk di atas kursi kayu, tangannya sibuk merenda sajadah kecil. Di hadapannya, Ustad Izzan duduk dengan wajah serius, menyesap teh hangat yang baru saja disuguhkan.

Ilustrasi

“Izzan,” Uma Salma memulai dengan suara lembut, tadi ada ketegasan di dalamnya. “Uma dengar kamu mau ngasih hukuman tambahan buat Arabella?”

“Hah... Iya Uma. Gadis itu semakin absurd dan kelakuannya semakin bar-bar saja. Sudah dihukum cuci motor, malah bikin kekacauan. Saya akan kasih hukuman yang lebih berat suapaya dia bisa belajar disiplin.”

Uma hanya tersenyum tipis, masih tetap merenda. “Terus hukuman seperti apa yang kamu rencanakan?”

“Membersihkan seluruh halaman pesantren selama seminggu,” jawab Ustad Izzan mantap.

Uma terdiam menghentikan kegiatannya, lalu menatap putranya dengan lembut. “Nak... ingatkah waktu kamu kecil dulu? Kamu juga bandel, sering mengusili teman-teman kamu, bahkan pernah menyembunyikan peci milik Abi saat hendak khutbah Jum’at.”

Ustad Izzan terbatuk, tersenyum malu mengingat kenakalannya di masa lalu.

“Itu... itu kan dulu, Uma.”

Uma Salma terkekeh kecil. “Trus apa yang Abi lakukan sama kamu?”

Ustad Izzan terdiam. Dia tau jawaban dari pertanyaan itu. Abi Hasyim, Ayahnya yang seorang Ustad, tidak pernah menghukumnya dengan keras. Sebaliknya, Abi Hasyim selalu mendidiknya dengan kasih sayang, memberikan pemahaman, bukan sekedar hukuman.

“Izzan, Arabella itu seperti angin. Dia bebas, ceria dan penuh semangat. Tapi angin yang terlalu kencang bisa menjadi badai kalau tidak diarahkan dengan baik. Jika kamu terlalu keras padanya, kamu mungkin hanya akan membuatnya semakin liar, bukannya sadar.”

Ustad Izzan menghela napas. “Tapi Uma, kalau saya terlalu lembut, dia bisa makin menjadi-jadi.”

Uma Salma tersenyum penuh kebijaksanaan. “Hukuman bukan sekedar membuat seseorang kapok, Nak. Hukuman itu harus mendidik, bukan sekedar menyusahkan. Mungkin lebih baik kamu memberinya tanggung jawab yang membuatnya sadar, bukan sekedar hukuman fisik.”

Ustad Izzan mengangguk pelan, merenungkan kata-kata Uma. Mungkin, memang sudah saatnya dia mencari cara lain untuk menuntun Arabella, bukan hanya dengan hukuman berat.

Di luar...

Angin berhembus pelan, seolah membawa hikmah dari seorang ibu yang penuh kasih untuk anaknya.

*****

Arabella duduk di teras asrama dengan kaki disilang, memainkan ujung kerudungnya sambil menatap langit yang mulai meredup. Dia masih sedikit cemas setelah insiden mencuci motor tadi sore. Sudah cukup hukuman yang dia jalani begitu melelahkan, dan kalau Ustad Izzan menambahkan lagi, maka tumbanglah dia pikirnya.

Tiba-tiba seorang santri junior berlari ke arahnya.

“Kak Bella, Ustad Izzan memanggil di ruangannya sekarang.”

Arabella menghela napas panjang. “Hah... fix, gue bakal dihukum bersiin halaman selama sebulan.” gumamnya.

Dengan berat, dia berjalan gontai menuju ruangan Ustad Izzan. Begitu masuk, dia melihat sosok Ustad muda itu duduk dengan rapih di balik meja, tangannya bertaut di depan dada, ekspresinya seperti hakim yang siap menjatuhkan vonis pada tahanan.

”Duduk, Arabella,” katanya tenang.

Arabella menurut, tapi tetap waspada. “Ustad, kalo hukumannya bersiin halaman sebulan, tolong kasih saya sekop juga ya, biar sekalian bikin taman,” ujarnya mencoba mencairkan suasana.

Ustad Izzan menghela napas. “Saya nggak akan memberi hukuman tambahan seperti yang saya pikirkan sebelumnya.”

Arabella mengangkat halis, terkejut? tentu saja

“Se.. Serius Ustad? Jadi saya bebas?”

“Bukan itu maksud saya,” Ustad Izzan menatapnya tajam. “Saya sudah bicara sama Uma, dan beliau mengingatkan saya, bahwa hukuman seharusnya mendidik, bukan sekedar membuat seseorang kapok. Jadi karena itu, hukumannya saya ganti.”

Arabella terdiam menelan ludah. “Berubah jadi apa?”

“Kamu akan menjadi mentor bagi santri-santri baru selama dua minggu,” jawab Ustad Izzan. “Kamu akan mengajari mereka cara hidup di pesantren, membimbing mereka memahami adab, dan memastikan mereka merasa nyaman di lingkungan ini.”

WHAAAATTTT???

Arabella membelalak. “Ustad, itu sih bukan hukuman, itu adalah pekerjaan berat!”

“Itulah point’nya!” Ustad Izzan tersenyum tipis. “Saya mau kamu belajar dari tanggung jawab, bukan dari hukuman fisik. Kamu selalu bersemangat dan punya jiwa kepemimpinan, tapi sering sekali terlalu bar-bar dalam menyalurkannya. Ini kesempatan buat kamu untuk menunjukan bahwa kamu bisa menjadi contoh yang baik.”

Arabella terdiam, otaknya memproses perintah ini. Selama ini, dia memang lebih sering membuat keributan daripada menjadi panutan. Tapi, membimbing santri baru? Itu adalah tugas yang jauh lebih sulit daripada sekedar menyapu halaman.

“Kalau kamu gagal,” lanjut Ustad Izzan, “Maka hukuman membersihkan halaman akan tetap berlaku.”

Arabella mendesah. “Oke.. Oke... Saya terima tantangan ini.”

Ustad Izzan mengangguk puas. “Bagus. Besok pagi, tugas kamu dimulai, saya mau liat perubahan yang nyata.”

Saat Arabella keluar dari ruangan, dia masih belum yakin apakah ini keberuntungan atau jebakan? Namun satu hal yang pasti, ini pertama kalinya dia merasa bahwa ‘Hukuman’ mungkin bisa jadi pelajaran berharga.

1
Tara
jodohmu kaga jauh ...smoga cepat bucin ya...🤭🫣🥰😱🤗👏👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!