NovelToon NovelToon
Bukan Istri Kedua

Bukan Istri Kedua

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Lari Saat Hamil / Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Obsesi / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Fitri Widia

Hidup tak berkecukupan, memaksakan Alana mengubur impiannya untuk berkuliah. Dia akhirnya ikut bekerja dengan sang ibu, menjadi asisten rumah tangga di sebuah rumah cukup mewah dekat dari rumahnya. Namun masalah bertubi-tubi datang dan mengancam kehidupan dirinya dan sang ibu. Dengan terpaksa dirinya menerima tawaran yang mengubah kehidupannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Widia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Wanita Cantik

Langkah kaki sepatu hak tinggi menggema di rumah Yuniar. Seorang wanita berjalan baik model yang sedang catwalk di runaway. Yuniar menyambut dengan antusias wanita cantik yang menghampirinya. Di temani Aravind yang dengan tulus membawa tas milik istrinya.

"Elyn sayang, bagaimana kabarmu?" Tanya Yuniar sambil memeluk wanita muda itu. Tak lupa ciuman di pipi kanan dan kiri membuat mereka terlihat begitu dekat sebagai mertua dan menantu.

"Aku baik ma, tapi rasanya lelah sekali. Setelah ini aku harus ke Thailand, promo trip untuk brand make up milikku."

"Mama akan selalu do'akan kesuksesanmu, yang penting tetap pada jalur yang benar. Jangan lupa ibadah di manapun kamu berada," ucap Yuniar penuh nasehat pada menantunya.

Jeselyn pun mengambil sebuah koper, dan membukanya sambil mengambil salah satu isinya.

"Melihat ini aku ingat pada mama," ucap Jeselyn sambil memberikan sebuah kotak berdesain mewah yang sepertinya berisi parfum.

"Kau selalu tahu selera mama."

Mereka pun duduk di ruang keluarga, sambil bercengkerama mendengar pengalaman Jeselyn selama di US.

"Alana, tolong sajikan cake yang ada di kulkas. Taruh per slice di atas piring kue dan juga buat teh tawar. Alat makannya ada di rak sebelah sana," titah Yuniar pada Alana yang sedang menyimpan sapu di gudang.

Alana segera melaksanakan perintah sang majikan. Gadis itu mencuci tangannya dan mengambil kue yang ada di kulkas.

Selesai melakukannya, Alana segera menyajikan beberapa makanan untuk ketiga majikannya.

Jeselyn yang awalnya sedang bercengkerama dengan sang mertua, mengalihkan perhatiannya pada gadis muda di hadapannya.

"Ma, apa dia pembantu baru?" Tanya wanita itu sambil menyeruput teh miliknya.

"Iya, dia pengganti Marni. Dia juga anak dari Bi Ira," jawab Yuniar sambil mencicipi cake yang terbalut dengan krim putih dan juga potongan strawberry.

Jeselyn terus memandangi Alana dari atas sampai bawah. Raut wajah yang tersenyum seolah menyembunyikan perasaan tak nyaman.

"Kau sangat cantik," puji Jeselyn yang membuat Aravind menatap istrinya.

Bagi sang suami, pujian istrinya adalah sesuatu yang langka. Wanita yang selalu percaya diri dan juga narsis itu, dengan sangat mudah memuji Alana yang hanya seorang pembantu.

"Terima kasih, silakan menikmati makanannya," jawab Alana sambil berlalu, pergi dari kumpulan orang-orang yang terlihat jauh dengannya dari segi harta dan status sosial.

"Sayang sekali gadis secantik dia harus menjadi pelayan. Padahal dia bisa saja menjadi talent atau juga muse untuk brand ku."

Yuniar tersenyum mendengar penuturan menantunya. Penilaiannya pada Jeselyn tidaklah salah, walaupun menantunya itu masih belum mau berencana untuk melahirkan keturunan bagi putranya. Tapi lambat laun dia yakin jika Jeselyn akan segera memberikan cucu padanya.

Aravind hanya memandangi istrinya, betapa rindu pria itu pada wanita pujaannya. Wanita yang sudah dia kenal selama 7 tahun dan berakhir menjadi istrinya.

"Kau tahu, aku sangat merindukanmu," ucap pria itu sembari membelai rambut panjang istrinya.

"Aku juga sangat merindukanmu, setiap kali melihat patung liberty aku selalu ingat masa-masa honeymoon kita."

Melihat keromantisan putra dan istrinya, Yuniar tak khawatir dengan rumah tangga mereka. Dia hanya takut, jika Jeselyn masih keras dengan pendiriannya untuk tak memiliki anak.

"Mama mau ke kamar, nikmatilah waktu berdua kalian."

Kepergian Yuniar membuat Aravind semakin berani menyentuh istrinya, bahkan tak lupa dengan kecupan mesra atas kerinduan yang dia rasakan.

•••

"Bu, selesai masak aku sepertinya mau langsung pulang. Kepalaku sepertinya agak sakit," ucap Alana beralasan agar tak bertemu dengan Bara.

"Iya, ibu juga sepertinya akan pulang. Nanti ibu akan bilang pada nyonya."

Ira yang selesai memasak segera menemui Yuniar. Nampak raut bahagia terpancar di wajah majikannya.

"Nyonya, saya sudah selesai memasak. Alana, dia mengeluh kepalanya sakit dan minta izin pulang sekarang."

Yuniar melihat jam dinding miliknya yang mewah, lalu menganggukan kepala.

"Ya, sudah jam 5 sore juga. Kalian boleh pulang, tapi sebelumnya kamu siapkan piring dan juga alat makan di atas meja," titah Yuniar yang pastinya di turuti oleh Ira.

Ira dan Alana pun terlihat menyiapkan piring, sendok, dan juga beberapa alat makan lainnya. Alana terus saja melihat jam, dia takut jika harus berpapasan dengan Bara.

"Ira, bawa satu porsi garang asam buat kamu sama Alana. Dan juga ini cake yang tadi siang, karena tak akan ada yang memakannya lagi," ucap Yuniar sambil memberikan satu kotak kue.

Alana tersenyum bahagia, karena sejak siang tadi air liurnya mengalir kala melihat cake itu.

Tak lupa Ira dan Alana juga berpamitan pada Aravind dan Jeselyn yang sudah duduk di meja makan. Alana merasa hari ini semuanya lancar, karena tak bertemu dengan Bara dan juga mendapat makanan yang sangat ingin dia cicipi.

"Bu, bagaimana dengan pinjaman uang itu? Apa ibu sudah dapat dari nyonya?" Tanya Alana penuh harap.

"Ibu lupa, tadi ibu kelelahan karena harus cari daun pisang dan belimbing wuluh di pasar. Besok akan ibu coba, semoga saja beliau bisa kasih. Apalagi jika dia sedang bahagia karena kedatangan menantunya."

Gadis itu mengerti, lalu kembali berjalan beriringan dengan sang ibu. Sambil menikmati angin senja yang membelai kulit wajahnya. Langit berwarna jingga keemasan, membuat keduanya merasakan damai dalam perjalanan pulangnya.

Keduanya terkejut saat melihat seorang wanita yang seumuran dengan Ira berdiri di depan rumah kontrakan. Wanita itu mengangkat wajahnya, dengan raut wajah tanpa ekspresi. Bu Joko ternyata sedang menunggu kepulangan mereka.

"Bu Ira, Alana. Maaf jika saya mengganggu," ucapnya sambil menghampiri ibu dan anak tersebut.

Ira nampak kikuk, walau berusaha menutupi dengan menunjukan ekspresi biasa. Namun tetap gerak-geriknya tak bisa menyembunyikan keresahan.

"Bu Joko, mari masuk. Ada sesuatu yang mau anda sampaikan?" Tanya Ira bersikap biasa.

"Ada banyak yang mau saya tanyakan, apa bisa kita berbicara di dalam saja. Saya tidak mau jika orang lain melihat kita," ucap Bu Joko dengan suara pelan. Ira segera mengajaknya masuk ke dalam kamar kontrakan yang sempit.

Bu Joko duduk di atas tikar yang sudah di siapkan Ira. Ira tampak canggung, namun dia tahu harus bisa menunjukan kesiapannya jika Bu Joko tahu tentang skandal antara dirinya dan suaminya.

Ira menghela nafas, mengepal tangan menahan rasa bersalah dan juga malu. Dia tahu sebaik apa Bu Joko selama ini karena tak pernah menggubris sindiran dan juga cibiran tetangga yang mencoba memanasinya.

"Sebenarnya, saya selalu bertanya-tanya dengan tetangga yang selalu menyindir Bu Ira ketika lewat rumah saya ataupun warung Bu Saidah. Tapi, saya sekarang tahu kebenarannya."

Bu Joko dengan tenang mengatakan semuanya, namun hal itu justru membuat Ira semakin tersudut.

1
Randa kencana
Ceritanya sangat menarik
Fitri Widia: Terima kasih 🥺🙏
total 1 replies
partini
waduh waduh imbalannya tempik
partini
ibunya lagi main kah
partini
good
Fitri Widia: terimakasih 😊
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!