"Apa kabar, istriku? I’m back, Sanaya Sastra."
Suara dingin pria dari balik telepon membuat tubuh Naya membeku.
Ilham Adinata.
Tangannya refleks menahan perut yang sedikit membuncit. Dosen muda yang dulu memaksa menikahinya, menghancurkan hidupnya, hingga membuatnya hamil… kini kembali setelah bebas dari penjara.
Padahal belum ada seumur jagung pria itu ditahan.
Naya tahu, pria itu tidak akan pernah berhenti. Ia bisa lari sejauh apa pun, tapi bayangan Ilham selalu menemukan jalannya.
Bagaimana ia melindungi dirinya… dan bayi yang belum lahir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Regazz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 Larilah sepuas hatimu
Bab 7 Larilah sepuas hatimu
Sepertinya jalan kehidupan Naya tidak bisa sejalan dengan kemauannya. Seperti kata pepatah lama.
"Mujur tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak."
•Niat menolong sahabat yang merupakan hal baik→ malah berbalik jadi bencana.
•Dipaksa menikahi dosen gila seperti Ilham → hamil di luar kendali.
•Sudah lari dan sembunyi → ternyata Ilham bebas dari penjara kembali menghantui hidupnya.
Kadang Naya tidak habis pikir dengan jalan hidupnya ini.
"Selamat pagi semuanya!" sapa Ilham yang kini sedang berdiri di depan kelas.
Dibalik cadar, Naya mulai merasa keringat dingin. Buru-buru ia memakai kacamata miliknya dengan cepat.
"Tenang, Naya. Tenanglah..." lirih Naya mengelap keningnya dengan tisu.
"Perkenalkan saya dosen baru kalian. Nama saya Ilham Adinata..." ujar Ilham menuliskan namanya di depan papan tulis.
Ia lalu meletakkan kedua tangannya di pinggir meja sembari menatap ke seluruh kelas. Mata elang yang menatap tajam seluruh kelas dibalik lensa tersebut.
"Astaga, ganteng banget. Alisnya tebel, matanya tajem." Bisik-bisik pujian dari seluruh kelas.
'Semoga aja dia gak kenal aku.' batin Naya sembari merapikan cadarnya.
"Ada yang ingin ditanyakan lagi?" tanyanya.
"Pak Ilham udah punya pacar, belum?" tanya salah satu mahasiswi.
Ilham nampak tersenyum.
"Manisnya ada lesung pipinya..." Bisik mereka lagi.
Dalam hati, Naya mengumpat. Seandainya mereka tau sifat lain dari seorang Ilham, pasti mereka akan nyesel pikir Naya. Naya berusaha tidak menatap Ilham secara langsung. Rasanya ia ingin keluar saja dari kelas ini. Namun, ia urungkan. Itu sama aja akan membuat Ilham jadi curiga.
"Saya belum punya pacar. Tapi, saya sudah punya istri." balas Ilham.
Beberapa mahasiswi di kelas itu langsung memasang wajah sedih. "Yah!!!"
"Isteri saya itu ada di kelas ini kok." balas Ilham lagi.
Sontak Naya langsung membeku di tempat. Ia menelan air ludahnya berkali-kali. Ia jadi kesulitan bernafas saat ini.
Seisi langsung riuh karna pernyataan Ilham tadi. Bukan hanya mahasiswi tapi juga mahasiswa di salam kelas itu. Mereka saling bertanya-tanya.
"Siapa?"
"Siapa?"
'Apa dia tau aku disini?' batin Naya menatap Ilham takut-takut.
Naya semakin tidak bisa bergeming, saat Ilham mulai berjalan kearahnya. Mata Ilham begitu fokus menatap Naya. Gadis itu semakin menundukkan kepalanya dan tak ingin menatap langsung.
Kini, Ilham berdiri di sampingnya. Yap, tepat disampingnya. Meski, Naya berani tak bisa dipungkiri ia juga takut. Ditambah aroma parfum Ilham yang mengikuti kentara sekali. Seketika ia ingat kejadian-kejadian yang lalu. Lututnya terasa lemas sekali saat ini.
"Tentu saja mahasiswi-mahasiswi disini semua adalah istri saya." goda Ilham.
Naya menghela napas dengan lega.
Alhamdulillah wa syukurillah ya Allah, batin Naya.
"Duh, pak Ilham bikin kaget aja deh. Pinter banget ngegombak."
"Kalian sih godain saya...hehehe..." Tawa Ilham kembali menuju ke depan kelas.
"Baiklah, saya akan mulai absen." kata Ilham langsung membuka dokumen berisi nama pada mahasiswa di kelas tersebut.
'Gawat!' batin Naya.
' Kalo sampe dia ngabsen, bisa tau kalau aku disini.'
"Gak usahlah, Pak. Kami semuanya hadir kok. Lihat aja tuh, kursi di kelas ini penuh semua." ujar salah satu mahasiswa.
Naya mengangguk setuju dengan ucapan teman kelasnya itu.
"Iya, Pak. Langsung aja ke materi."
"Kalau bapak pengen absen, absen aja nama aku, Pak. Namaku aku Clara, Pak." balas salah satu mahasiswi centil.
"Huuu!!" ia langsung mendapatkan sorakan dari teman kelas lainnya.
"Tenang, tenang. Baik, saya tidak kan absen kalian." ujar Ilham langsung membuka buku di hadapannya.
Dengan jantung berdegup kencang, Naya memperhatikan materi yang disampaikan oleh Ilham. Terlebih Ilham orang yang seperti apa. Namun, materi yang ia sampaikan begitu jelas dan mudah sekali di pahami. Daripada dengan dosen yang sebelumnya.
Naya juga heran, kenapa anak orang kaya seperti Ilham mau menjadi Dosen. Padahal orangtuanya punya bisnis yang banyak.
Waktu berakhir dengan begitu cepat sekali. Kini, mata pelajaran Ilham sudah berakhir.
"Baiklah, jika ada yang tidak dimengerti di sesi Alin akan kita bahas lagi." Ucap Ilham mulai mengemasi bukunya.
'Baguslah. Buruan kau pergi, kalau bisa jangan kembali lagi selamanya.' batin Naya yang sibuk dengan dirinya.
Ia bahkan tidak mendengarkan apa yang dikatakan oleh Ilham di depan sana.
"Ada yang lihat bolpoin saya?" tanya Ilham mencari-cari hingga kebawah kolong meja.
Naya sibuk merapikan bukunya.
Hingga Ilham menatap kearah Naya.
"Itu dia bolpoin saya." seru Ilham menunjuk ke atas meja Naya.
"Kamu yang pakai cadar!" panggil Ilham.
Naya masih sibuk sendiri.
Hingga teman disamping Naya menyenggolnya.
"Itu pak Ilham minta bolpoinnya."kata Lila.
Naya tersadar, Ilham menatap dirinya dan ia melihat bolpoin yang entah sejak kapan ada disamping tangan kirinya.
"Sejak kapan?"lirih Naya.
"Kamu tolong bawa bolpoin itu kesini."titah Naya.
"Sa-saya pak." tanya Naya berusaha mengubah suaranya jadi serak.
"Iya kamu." jelas Ilham lagi.
Kenapa harus aku sih? Pikir Naya. Ia kembali keringat dingin. Aku benci situasi ini.
Naya masih mematung di tempatnya.
"Biar aku aja, Pak." ujar Clara yang sontak langsung mengambil bolpoin tersebut dari atas meja Naya dan berjalan langsung menuju Ilham.
Naya kembali menghela napas.
'Kali ini kau lah pahlawanku, Clara. Meski, kau menyebalkan.' batin Naya yang beberapa waktu lalu sempat cekcok dengan Clara.
Ilham menerima bolpoin tersebut.
"Terimakasih, Clara." Ujar tersenyum manis pada Clara.
"Sama-sama, pak." Jawab Clara langsung lari duduk di kursinya.
"Dia ingat nama aku guys!" Serunya yang begitu antusias sekali.
Ilham pun akhirnya pergi. Diluar kelas senyuman Ilham sontak langsung memudar, menampilkan wajah datar dan sorot mata tajam lurus kedepan. Seolah, ia muak terlalu banyak tersenyum pada orang-orang.
Naya menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan santai. Hari ini ia bisa lolos, tapi hari berikutnya.
"Sanaya, yuk ke kantin!" ajak Hayu.
"Yuk!" ucap Naya langsung menggandeng tangan Hayu.
Mereka jalan berdua melewati lorong kampus menuju Kantin. Di kelas, Naya hanya dekat dengan Hayu saja. Emang sosok introvert seperti dia lebih cocok dengan seorang extrovert seperti Hayu dan Calla.
"Sebelum ke kantin, kita ke kelas Mas Raka dulu ya. Minta uang jajan hehehe..."ujar Hayu.
Naya membalas dengan anggukan.
Ia pun menunggu diluar kelas, menunggu Hayu masuk ke kelas suaminya di Fakultas teknik.
Naya terkadang iri melihat pernikahan Hayu yang harmonis sekali. Berbanding 180° beda darinya.
•••
Disisi lain, Ilham sedang berada di dalam ruang Dosen. "Mau ke kantin bareng, pak?" tanya rekannya yang lain.
"Tidak, pak. Saya nanti saja..."jawab Ilham tersenyum manis.
"Duh, manis banget sih senyumannya pak Ilham, ada lesung pipinya lagi.." Puji dosen wanita muda disana.
Ilham hanya tersenyum ramah. Ia pun kembali duduk. Senyuman manis tadi langsung berubah menjadi seringaian tipis.
Ia Sedang membaca kembali secarik lembaran kertas berisikan absensi para mahasiswa/i.
Ia tersenyum sinis, sembari membetulkan letak kacamatanya menatap daftar nama di kertas itu dengan begitu fokus.
Nama yang tidak akan mudah ia lupakan.
Nama yang selalu menjadi motivasinya saat masih di dalam penjara. Namun, yang selalu masuk kedalam mimpinya.
Sanaya Sastra
Ilham masih ingat dengan apa yang terjadi tadi.
Begitu ia menginjakkan kakinya di kelas itu. Ia langsung tau, dimana letak duduk Naya. Duduk di tengah-tengah diantara banyaknya mahasiswi yang mengenakan cadar di kelas itu.
Sekarang ia bersembunyi di balik cadar. Menarik.
Melihat gerakkan Naya yang gugup, sembari membetulkan kacamata semakin membuat Ilham tersenyum tipis.
Dari sorot matamu saja, aku sudah tau jika itu kau, sayangku.
Bahkan saat kau jatuh saat melihatku di kampus ini hahaha...
Kau bisa sembunyi dibalik kain itu. Tapi, dariku jangan harap.
Ilham mengusap nama bertuliskan Sanaya Sastra dan menciumnya.
Baiklah, silahkan bersembunyi dan Larilah sepuas hatimu, Sanaya.
Karna semakin kau kabur, semakin nikmat saat menarik mu kembali padaku.
To be continue...
aku tunggu up nya dari pagi maa Syaa Allah 🤭 sampai malam ini blm muncul 😁
kira-kira itu pak dosen gila ngapain krmh ibu Yanti 🤔