Demi menikahi wanita yang dicintainya, Arhan Sanjaya mengorbankan segalanya, bahkan rela berhutang banyak dan memenuhi semua keinginan calon mertuanya. Terbelenggu hutang, Arhan nekat bekerja di negeri seberang. Namun, setelah dua tahun pengorbanan, ia justru dikhianati oleh istri dengan pria yang tak pernah dia sangka.
Kenyataan pahit itu membuat Arhan gelap mata. Amarah yang meledak justru membuatnya mendekam di balik jeruji besi, merenggut kebebasannya dan semua yang ia miliki.
Terperangkap dalam kegelapan, akankah Arhan menjadi pecundang yang hanya bisa menangisi nasib? Atau ia akan bangkit dari keterpurukan, membalaskan rasa sakitnya, dan menunjukkan kepada dunia bahwa orang yang terbuang pun bisa menjadi pemenang?
Karya ini berkolaborasi spesial dengan author Moms TZ.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
07. Kuliah bersama Pak Broto
.
Mentari siang menembus celah-celah ventilasi penjara. Di salah satu sudut halaman, Arhan dan Pak Broto duduk bersandar di tembok yang panas. Mereka baru saja istirahat setelah sejak pagi bekerja membersihkan lingkungan penjara.
Suasana ramai dengan obrolan para narapidana. Suara tawa, sesekali umpatan kasar dan saling maki juga terdengar. Namun, di tengah kebisingan itu, tercipta sebuah ruang belajar yang unik. Pak Broto, dengan seragam narapidananya yang lusuh, tengah memberikan kuliah singkat tentang dunia bisnis kepada Arhan.
"Bisnis itu seperti permainan catur, Arhan," Pak Broto memulai, sambil menggambar skema sederhana di atas tanah berdebu dengan ranting kecil. "Setiap pemain punya bidaknya masing-masing, dengan kekuatan dan kelemahan yang berbeda. Tujuan utamanya adalah memenangkan permainan, tapi caranya bisa bermacam-macam."
Arhan menyimak dengan seksama, berusaha memahami analogi yang disampaikan Pak Broto. "Jadi, apa saja bidak-bidak itu, Pak?"
"Yang pertama harus ada modal. Modal itu ibaratnya benteng. Kuat dan stabil, tapi lambat dalam bergerak. Yang kedua harus ada sumber daya manusia, itu seperti kuda. Lincah dan bisa melompat, tapi butuh pengendali yang baik. Ada pemasaran, itu seperti menteri. Fleksibel dan bisa bergerak ke mana saja, tapi rentan terhadap serangan. Dan yang paling penting, ada ide, itu seperti raja. Harus dilindungi dengan segala cara, karena kalau raja tumbang, permainan selesai," jelas Pak Broto, dengan nada suara yang tenang namun penuh semangat.
"Lalu, bagaimana cara memenangkan permainannya, Pak?" tanya Arhan, semakin tertarik.
"Dengan strategi yang tepat," jawab Pak Broto. "Kau harus tahu kekuatan dan kelemahanmu, harus tahu apa yang diinginkan lawanmu, dan harus berani mengambil risiko. Jangan takut untuk berkorban, tapi jangan gegabah. Setiap keputusan harus diperhitungkan dengan matang."
Pak Broto kemudian melanjutkan penjelasannya tentang berbagai aspek bisnis, mulai dari manajemen keuangan, strategi pemasaran, hingga negosiasi. Ia menjelaskan konsep-konsep rumit dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. Sesekali, ia memberikan contoh-contoh konkret dari pengalamannya sendiri sebagai pengusaha sukses.
"Ingat, Han," Pak Broto berkata, sambil menatap Arhan dengan serius. "Bisnis bukan hanya tentang uang. Tapi juga menciptakan nilai, memberikan solusi, dan membangun hubungan. Kalau kau hanya fokus pada keuntungan semata, kau akan kehilangan segalanya."
"Tapi, bagaimana kalau kita dikhianati, Pak?" tanya Arhan, teringat akan pengalamannya sendiri. "Bagaimana kalau orang yang kita percaya ternyata menusuk kita dari belakang?"
Pak Broto menghela napas. "Pengkhianatan itu adalah bagian dari bisnis, Han. Itu adalah risiko yang selalu dihadapi oleh setiap pelaku bisnis Tapi, jangan biarkan pengkhianatan itu menghancurkanmu. Jadikan itu sebagai pelajaran, agar kau lebih berhati-hati di masa depan. Jangan pernah terlalu percaya pada siapa pun, tapi jangan juga terlalu curiga. Cari orang-orang yang jujur dan setia, bangun tim yang solid, dan lindungi dirimu dengan perjanjian yang kuat."
"Apakah itu cukup, Pak?" Arhan masih ragu.
"Tidak ada jaminan dalam bisnis," jawab Pak Broto. "Tapi, dengan persiapan yang matang, strategi yang tepat, dan keberanian untuk mengambil risiko, kau bisa meningkatkan peluang untuk sukses. Dan yang terpenting, jangan pernah menyerah. Kalau kau jatuh, bangkit lagi. Kalau kau gagal, coba lagi. Kegagalan adalah guru yang terbaik."
Arhan terdiam, merenungkan kata-kata Pak Broto. Ia merasa seperti mendapatkan pencerahan. Selamanya ini dirinya hanya bekerja sebagai seorang bawahan. Pekerja keras setiap hari dan mendapatkan gaji setiap bulan. Tanpa pernah memikirkan hal apapun yang tadi dibeberkan oleh Pak Broto.
“Sebesar apapun gaji yang Kau dapatkan jika kamu masih bekerja pada orang lain, kamu adalah budak. Tapi, meskipun hanya dimulai dari usaha kecil, jika itu adalah milikmu sendiri, maka kamu adalah pengusaha."
Setiap kalimat yang keluar dari mulut Pak Broto, membuat dunia bisnis yang selama ini tampak asing, kini mulai terlihat lebih jelas dan terjangkau. Ia menyadari bahwa ia memiliki potensi untuk sukses, asalkan ia mau belajar dan bekerja keras.
"Terima kasih, Pak," ucap Arhan, dengan nada suara yang penuh semangat. "Saya akan mengingat semua yang Anda katakan."
"Bagus," balas Pak Broto, sambil tersenyum. "Sekarang, mari kita bahas tentang laporan keuangan. Kau tahu apa itu neraca?"
Arhan menggeleng. "Belum, Pak."
"Kalau begitu, mari kita mulai dari dasar," kata Pak Broto, sambil kembali menggambar skema di atas tanah berdebu. "Neraca itu seperti foto bla bla bla…. … …"
Dan di tengah hiruk pikuk penjara, pelajaran tentang bisnis pun berlanjut. Arhan menyerap setiap kata yang diucapkan Pak Broto. Mereka berdua, terkurung di balik jeruji besi, namun pikiran mereka bebas menjelajahi dunia.
*
*
*
Mentari siang merayap naik, sinarnya menerobos celah-celah dinding penjara, menghangatkan sel yang pengap. Arhan duduk bersila di hadapan Pak Broto. Hari ini di penjara sama sekali tidak ada kegiatan, hingga mereka bebas duduk bersantai. Di tangan Arhan tergenggam sebuah buku usang berjudul "The Art of War" karya Sun Tzu.
"Kau sudah membacanya?" tanya Pak Broto, menatap Arhan dengan tatapan menyelidik.
"Sudah, Pak," jawab Arhan, mengangguk mantap. "Buku ini membuka mata saya. Balas dendam bukan hanya tentang kekuatan fisik, tapi tentang strategi dan perencanaan yang matang."
Pak Broto tersenyum tipis. "Bagus. Tapi ingat, Arhan, strategi tanpa kendali diri adalah sia-sia. Emosi bisa menjadi senjata yang ampuh, tapi juga bisa menjadi bumerang yang menghancurkanmu."
Arhan mengangguk, teringat akan sebab dirinya terperosok ke dalam penjara dan juga pertarungannya dengan Bang Tagor. "Saya mengerti, Pak. Saya harus belajar mengendalikan amarah saya."
"Bagus," sahut Pak Broto. “Belajarlah untuk berpikir jernih, bahkan di saat-saat sulit sekalipun."
Pak Broto tak hanya mengajarkan tentang ilmu bisnis tapi juga filosofi hidup. Ia juga mendorong Arhan untuk membaca buku-buku yang ada di perpustakaan penjara, dan untuk belajar bahasa asing.
"Bahasa asing adalah jendela menuju dunia yang lebih luas," kata Pak Broto suatu hari. "Dengan menguasai bahasa asing, kau bisa mengakses informasi yang tidak bisa diakses oleh orang lain. Kau bisa berkomunikasi dengan orang-orang dari berbagai negara. Dan yang terpenting, kau bisa melihat dunia dari perspektif yang berbeda."
Arhan mengikuti saran Pak Broto dengan tekun. Ia mulai belajar bahasa Inggris dan dan bahasa asing lainnya, memanfaatkan buku-buku pelajaran yang ia temukan di perpustakaan. Ia juga sering meminta bantuan dari narapidana lain yang fasih berbahasa asing.
"Saya tidak menyangka bahwa di tempat seperti ini, saya bisa belajar banyak hal," kata Arhan suatu sore, sambil menutup buku pelajarannya.
"Penjara adalah tempat yang keras," jawab Pak Broto. "Tapi juga bisa menjadi tempat yang penuh dengan peluang. Tergantung bagaimana kau memanfaatkannya."
"Itu karena keberadaan Anda di dekat saya. Saya berjanji akan melakukan apapun yang pernah anda ajarkan.”
*
*
*
Malam telah larut ketika Arhan seperti baru saja melihat dirinya bersama Nurmala, tertawa dan bercanda di taman yang indah. Namun, tiba-tiba, taman itu berubah menjadi gelap dan suram. Nurmala menghilang, dan digantikan oleh sosok Fadil yang menertawakannya dengan kejam.
Arhan terbangun dengan keringat dingin membasahi tubuhnya. Ia merasa marah dan kecewa.
"Kau tidak bisa terus hidup dalam masa lalu, Arhan," kata Pak Broto, yang terbangun karena suara Arhan. "Masa lalu adalah pelajaran. Belajarlah dari masa lalu, dan fokuslah pada masa depan."
Arhan menghela napas panjang. "Saya tahu, Pak. Tapi sulit untuk melupakan semua yang telah terjadi."
"Memang sulit," sahut Pak Broto. "Tapi kau harus berusaha. Kau tidak bisa membiarkan masa lalu menghancurkanmu."
Arhan menatap Pak Broto dengan tatapan penuh terima kasih. "Terima kasih, Pak. Saya benar-benar beruntung bertemu dengan Anda di tempat ini."
"Aku melihat potensi yang besar dalam dirimu. Aku yakin, kau bisa mencapai apa pun yang kau inginkan."
Arhan tersenyum. "Saya berjanji tidak akan mengecewakan Anda.”
" jangan padaku, tapi berjanjilah pada dirimu sendiri" kata Pak Broto. "Sekarang, tidurlah. Besok kita masih harus ikut pelatihan"
Arhan mengangguk dan berbaring kembali di tempat tidurnya.
Gusti mboten sare...
orang tua macam apa seperti itu...
membiarkan anaknya melakukan dosa...🤦♀️🤦♀️🤦♀️🤦♀️
bukan malah menyalahkan org lain..