Hana, gadis sederhana anak seorang pembantu, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam sekejap. Pulang dari pesantren, ia hanya berniat membantu ibunya bekerja di rumah keluarga Malik, keluarga paling terpandang dan terkaya di kota itu. Namun takdir membawanya pada pertemuan dengan Hansel Malik, pewaris tunggal yang dikenal dingin dan tak tersentuh.
Pernikahan Hansel dengan Laudya, seorang artis papan atas, telah berjalan lima tahun tanpa kehadiran seorang anak. Desakan keluarga untuk memiliki pewaris semakin keras, hingga muncul satu keputusan mengejutkan mencari wanita lain yang bersedia mengandung anak Hansel.
Hana yang polos, suci, dan jauh dari hiruk pikuk dunia glamor, tiba-tiba terjerat dalam rencana besar keluarga itu. Antara cinta, pengorbanan, dan status sosial yang membedakan, Hana harus memilih, menolak dan mengecewakan ibunya, atau menerima pernikahan paksa dengan pria yang hatinya masih terikat pada wanita lain.
Yuk, simak kisahnya di sini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Hamil?
Rumah sakit pagi itu cukup ramai. Bau obat-obatan menusuk hidung, suara langkah kaki tenaga medis bergema di lorong putih panjang, dan denting alat-alat medis terdengar sesekali.
Hansel dengan wajah tegang berjalan cepat sambil menggendong Hana yang masih pingsan. Jamilah mengikuti dari belakang, wajahnya penuh kecemasan. Sementara itu, Laudya ikut menyusul, tubuhnya gemetar, namun ia berusaha tegar di depan suaminya.
Sesampainya di ruang UGD, perawat langsung sigap mengambil alih. Hana segera diperiksa, tensi diukur, infus dipasang. Hansel berdiri di sisi ranjang, pandangannya tak lepas dari wajah pucat istrinya itu. Jari-jarinya mengepal, seolah rasa takut kehilangan Hana baru saja menghantamnya.
Tak lama kemudian, seorang dokter perempuan masuk dengan berkas hasil pemeriksaan. Senyum hangatnya mengembang.
“Selamat, Tuan, Nyonya…,” ucap dokter itu sembari menatap mereka. “Istri Tuan hamil. Usianya sekitar dua bulan.” kata dokter pribadi keluarga Malik.
Ruangan itu seketika hening, lalu suara Laudya yang tercekat pecah pertama kali. “H-hamil?” Ia menatap Hansel dengan mata berbinar, lalu tanpa menahan diri langsung merangkul suaminya. “Astaga, Hansel … ini kabar yang sudah lama kita tunggu. Terima kasih … terima kasih…”
Air mata tipis membasahi pipi Laudya. Pelukan itu begitu erat, seolah ia tak ingin melepaskannya. Hansel membalas pelukan istrinya, menepuk lembut punggung Laudya. Namun, di sela-sela pelukan itu, pandangannya terarah ke ranjang. Ke arah Hana, yang sudah mulai siuman. Hana membuka matanya perlahan. Pandangan samar itu pertama kali menatap atap putih, lalu bergeser ke wajah ibunya yang menggenggam erat tangannya.
“Selamat, Nak…” bisik Jamilah lirih dengan mata berkaca. “Kau akan menjadi seorang ibu.”
Hana tersenyum tipis, meskipun air mata sudah menggenang. Tubuhnya masih lemah, tetapi telinganya menangkap jelas suara Laudya yang berulang kali mengucap syukur sambil memeluk Hansel. Dan di sanalah, perasaan aneh itu menancap dalam-dalam di hati Hana.
'Harusnya … akulah yang berada dalam pelukan itu, bukan dia ... harusnya … Tuan Hansel merangkulku, karena akulah yang mengandung anaknya.'
Rasa iri menyeruak, menyusup ke dalam hatinya yang rapuh. Hana menggigit bibirnya, berusaha menahan emosi yang tak seharusnya ia rasakan. Tapi sejak perasaan itu tumbuh, sejak malam ketika Hansel pertama kali menatapnya dengan kelembutan yang tak pernah ia bayangkan dan Hana tahu hatinya tak lagi sama. Dia mulai jatuh cinta, dan cinta itu kini membuatnya merasa egois.
Hansel menatap sekilas ke arahnya, sorot matanya samar namun jelas menahan sesuatu yang tak bisa diucapkan. Hanya Hana yang menangkapnya. Tatapan itu membuat dadanya semakin sesak, seolah ada ikatan tak kasatmata di antara mereka yang hanya mereka berdua mengerti.
Laudya, masih dengan senyum bahagia, tidak menyadari kilasan itu. Ia hanya menggenggam tangan Hansel erat, seolah kemenangan kecil itu adalah miliknya seorang. Hana kembali memejamkan mata, seolah ingin melupakan. Namun, dalam hatinya, sebuah bisikan lirih bergema.
“Aku ingin … aku yang berada di pelukan itu.”
Sesampainya di rumah, Hansel turun lebih dulu lalu dengan sigap meraih lengan Hana. Sentuhan itu refleks, begitu saja keluar dari dirinya, seolah ingin memastikan Hana benar-benar baik-baik saja.
“Hati-hati, jangan terburu-buru,” ucap Hansel pelan, tatapannya penuh perhatian.
Laudya yang berdiri di samping mereka menyaksikan pemandangan itu. Senyum kecil tersungging di wajahnya, namun dalam sorot matanya tersimpan getir yang sulit disembunyikan. Begitu masuk ruang tamu, Hansel langsung memberi instruksi kepada pelayan rumah.
“Siapkan teh hangat untuk Nyonya Hana. Bawa juga buah segar ke sini. Jangan sampai terlambat.” kata Hansel, pertama kalinya Hansel mengakui Hana sebagai Nyonya di rumah itu.
"Mas, kamu apa-apaan sih? Kenapa nggak minta Bu Jamilah, aja." ketua Laudya yang mulai terganggu dengan perhatian Hansel terhadap Hana.
"Iya Tuan biar aku saja," kata Jamilah. Namun, pelayan-pelayan itu segera mengangguk dan bergegas menjalankan perintah. Laudya masih berdiri di samping Hansel, memandangi semua perhatian suaminya yang tanpa sadar tercurah kepada wanita lain. Senyumnya kian kaku, hatinya seperti ditusuk-tusuk.
'Seharusnya … semua perhatian itu milikku'
Ketika Hansel kembali menoleh pada Hana, memastikan perempuan itu duduk nyaman di sofa, Laudya akhirnya bersuara, dingin, tegas dan sedikit monohok.
“Hana sudah hamil, Mas,” katanya sambil menatap lurus ke arah Hansel. “Jadi … kamu tidak perlu menyelinap di waktu malam lagi. Mulai sekarang, yang perlu kita lakukan hanyalah menunggu bayi itu lahir.” Ucapan itu membuat ruangan seketika membeku.
Hansel menoleh, wajahnya kaku. Hana terdiam, kedua tangannya terkepal erat di atas pangkuannya. Rasa sakit menikam dadanya, seolah ia ditelanjangi. Kepalanya menunduk, namun dalam hatinya suara itu bergema, begitu egois, begitu lirih.
'Aku sadar anak ini harusnya anak mereka. Tapi aku ibunya. Aku yang berhak membesarkannya, bukan? Nak … ibu janji, ibu akan selalu ada di dekatmu. Dan ibu berjanji akan membuat ayahmu selalu menyayangimu … mulai dari sekarang, dan seterusnya.'
Air mata Hana hampir jatuh, namun ia buru-buru menyeka sebelum ada yang menyadari. Hansel hanya terdiam, menatap Hana lama. Ada sesuatu di matanya yang tak bisa didefinisikan, perasaan asing yang semakin hari semakin kuat. Sementara Laudya duduk di samping Hansel, seolah ingin menegaskan posisinya, seolah ingin mengingatkan siapa pemilik sah dari semua ini.
Namun, yang tak disadari Laudya, justru dalam keheningan itu, jurang di antara mereka mulai terbuka dan dalam jurang itu, ada Hana, dengan janin kecil yang perlahan menjadi pusat segalanya.
gini yaa kalo yg di pilih Hansel Hana oke Laudya ga berhak atas bayi itu mungkin lebih baik Laudya adopsi sendiri aja kalo memang dia pengen anak, tapi kalo Hansel pilih Laudya dan lepasin Hana sama bayi nya, bisa di rawat bareng² tapi dari baru lahir sampe umur 6bln bayi harus sama ibunya dulu, ntar seterusnya bisa gantian kan adil tohhh jadi Laudya jangn egois mau kuasai bayi itu sendiri tak timpuk batu Kepala mu nanti
Kasih yng terbaik thor untuk Hana dan bayi nya
udah lah Ray kalo gua jadi lu gaya bawa minggat ke Cairo tuh si Hana sama bayinya juga, di rawat di rumah sakit sana, kalo udah begini apa Laudya masih egois mau pisahin anak sama ibu nya
Rayyan be like : kalian adalah manusia yg egois, kalian hanya memikirkan untuk mengambil bayi itu tanpa memikirkan apa yg Hana ingin kan, dan anda ibu jamilah di sini siapa yg anak ibu sebenarnya, Hana atau Laudya sampi ibu tega menggadaikan kebahagiaan anak ibu sendiri, jika ibu ingin membalas budi apakah tidak cukup dengan ibu mengabdikan diri di keluarga besar malik, kalian ingin bayi itu kan Hansel Laudya, ambil bayi itu tapi aku pastikan hidup kalian tidak akan di hampiri bahagia, hanya ada penyesalan dan kesedihan dalam hidup kalian berdua, aku pastikan setelah Hana sadar dari koma, aku akan membawa nya pergi dari negara ini, aku akan memberikan dia banyak anak suatu hari nanti
gubrakk Hansel langsung kebakaran jenggot sama kumis 🤣🤣🤣