NovelToon NovelToon
Adik Tiri Kesayangan Si Kembar

Adik Tiri Kesayangan Si Kembar

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Kembar / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Romansa / Fantasi Wanita
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Hazelnutz

Sejak bayi, Eleanor Cromwel diculik dan akhirnya diasuh oleh salah satu keluarga ternama di Kota Olympus. Hidupnya tampak sempurna dengan dua kakak tiri kembar yang selalu menjaganya… sampai tragedi datang.

Ayah tirinya meninggal karena serangan jantung, dan sejak itu, Eleanor tak lagi merasakan kasih sayang dari ibu tiri yang kejam. Namun, di balik dinginnya rumah itu, dua kakak tirinya justru menaruh perhatian yang berbeda.

Perhatian yang bukan sekadar kakak pada adik.
Perasaan yang seharusnya tak pernah tumbuh.

Di antara kasih, luka, dan rahasia, Eleanor harus memilih…
Apakah dia akan tetap menjadi “adik kesayangan” atau menerima cinta terlarang yang ditawarkan oleh salah satu si kembar?

silahkan membaca, dan jangan lupa untuk Like, serta komen pendapat kalian, dan vote kalau kalian suka

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hazelnutz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7

Hari mulai condong ke barat. Cahaya matahari sore merembes melewati dedaunan, meninggalkan bayangan panjang di jalanan kota Olympus. Suara mesin berat memecah ketenangan itu. Dentuman knalpot Harley Davidson menggema, bergetar di udara, membuat orang-orang di sekitar menoleh. Dominic Cromwel menundukkan sedikit wajahnya, kacamata hitam bertengger di mata, dan jemarinya menggenggam kuat setir motor. Arahnya jelas, yaitu taman kota. Informasi dari salah satu anak buahnya masih segar di telinga: “Bos, gue liat adik lo di dekat taman kota.”

Di sisi lain, gerbang sekolah sudah mulai sepi. Siswa-siswi keluar satu per satu, riuh rendah suara mereka bercampur dengan langkah kaki dan tawa-tawa lepas setelah jam pelajaran berakhir. Daniel Cromwel berdiri tegap di samping mobil hitam elegannya, pandangannya tak henti menelusuri kerumunan. Senyum tipis sempat menghiasi bibirnya setiap kali melihat sekilas bayangan rambut panjang yang mengingatkannya pada Eleanor. Tapi, sampai barisan terakhir murid keluar, sosok itu tidak juga muncul.

Yang muncul justru Bella Helios, sahabat baru adiknya, berjalan dengan wajah murung. Daniel langsung menegakkan tubuhnya, langkahnya terarah pada gadis itu.

“Bella,” sapanya dengan nada sopan namun tegas. “Eleanor di mana? Seharusnya dia keluar bersamamu, bukan?”

Bella menggigit bibir bawahnya. Ada rasa bersalah yang jelas tergambar dari sorot matanya. “Maaf, Kak…” suaranya terdengar berat. “Lala… dia nggak masuk kelas seharian. Dari pagi tadi dia udah kabur. Aku juga nyari, tapi nggak nemu…”

Daniel terdiam. Kedua tangannya mengepal di sisi tubuh. Sorot matanya menegang, dan tanpa sepatah kata lagi, dia langsung memutar badan, masuk ke dalam mobil. Mesin menyala dengan halus, namun gas diinjak dalam-dalam, meninggalkan sekolah tanpa aba-aba. Dalam kepalanya hanya ada satu dugaan: Eleanor pasti pulang ke rumah. Kalau dia nggak ada di sekolah, maka satu-satunya tempat aman baginya hanyalah rumah.

Namun kenyataan berbeda. Di sudut kota, jauh dari keramaian, Eleanor tengah terlelap di samping sebuah nisan tua. Rambutnya kusut, seragamnya kusam, dan wajahnya masih menyisakan bekas air mata. Tubuh mungilnya bersandar lemah, memeluk erat batu nisan sang ayah tiri seolah itu satu-satunya tempat ia bisa bersandar.

Suara motor besar meraung, memecah ketenangan sore kota Olympus. Dominic Cromwel tiba di taman kota, matanya tajam menyapu sekeliling, mencari sosok adik yang disebutkan lewat telepon barusan. Pandangannya berkeliling, namun yang ia lihat hanya kerumunan anak-anak muda nongkrong, pasangan yang sedang duduk di bangku taman, dan lalu lalang orang-orang yang sama sekali bukan Eleanor.

Hingga matanya berhenti pada satu sosok yang sangat ia kenal—Rio, salah satu anak buahnya. Pemuda itu bersandar santai di pagar taman, sibuk menggoda seorang gadis dengan senyum genitnya, seolah lupa dengan informasi penting yang baru saja ia laporkan.

Dominic menghampiri dengan langkah lebar.

“Rio!” suaranya dalam, membuat si gadis langsung kabur ketakutan. Rio menoleh kaget, wajahnya pucat seketika.

“B-Bos…”

“Mana Eleanor?” Dominic langsung menembak tanpa basa-basi.

Rio menelan ludah, tampak panik. “Tadi… gue liat dia jalan ke arah sini, Bos. Tapi… sekarang udah nggak tau ke mana.”

Sebelum kalimatnya selesai, satu pukulan keras mendarat di pipinya. Rio terhuyung, hampir jatuh.

“Lo nggak becus banget kalau kerja! Jangan main-main kalau soal adik gue!” Dominic menggeram, rahangnya mengeras. Suaranya penuh amarah, dan Rio hanya bisa menunduk, tak berani membalas.

Dominic mengusap wajahnya kasar, menarik napas dalam-dalam. Frustasi jelas tergambar dari gerakannya. Tanpa kata lagi, ia kembali melangkah ke motornya, menyalakan mesin dengan hentakan. Suara knalpot menggelegar, lalu ia melesat meninggalkan taman dengan kepala panas.

Sementara itu, di sisi lain, Daniel baru saja tiba di rumah Cromwel. Begitu masuk, langkahnya cepat, matanya menelusuri setiap ruangan. Ia mencari di ruang tamu, ruang makan, hingga halaman belakang, tapi tidak ada tanda-tanda Eleanor.

Hingga akhirnya ia berpapasan dengan ketua maid rumah itu, Ibu Fitri, istri dari Pak Yanto, sopir keluarga. Wanita paruh baya itu menunduk hormat.

“Ibu Fitri,” Daniel mendekat, nadanya tegas namun terdengar cemas. “Eleanor sudah pulang?”

Ibu Fitri menggeleng pelan, ekspresinya ikut khawatir. “Belum, Tuan Muda. Dari tadi siang saya belum melihat Nona Ela kembali ke rumah.”

Daniel terdiam sejenak. Rahangnya mengeras, kedua tangannya mengepal halus. Tanpa sepatah kata pun, ia langsung memutar badan, keluar rumah dengan langkah terburu-buru. Mobilnya langsung melaju kencang menembus jalanan kota Olympus.

Dalam hatinya hanya ada satu kalimat yang berulang-ulang 'Di mana kamu, Ela?"

Langit Olympus mulai berganti warna. Jingga yang hangat perlahan ditelan gelap, meninggalkan cahaya lampu kota yang mulai menyala satu per satu. Eleanor berdiri di depan nisan ayah tirinya, jemarinya menyentuh ukiran nama itu sekali lagi. Matanya sembab, suaranya lirih nyaris hilang tertiup angin.

“Maaf, Pa… aku pulang dulu.”

Ia menarik napas panjang, lalu berbalik meninggalkan makam. Langkahnya kecil, pelan, seakan setiap pijakan terasa berat. Jalanan menuju kota ia susuri dengan kepala menunduk, rambut berantakan menutupi sebagian wajahnya, seragam sekolah masih lembap menempel di kulit.

Tidak jauh dari sana, di sebuah game center yang penuh cahaya neon dan suara mesin dingdong, Rio tengah asyik bermain bersama seorang gadis. Tawa mereka pecah—sampai matanya sekilas menangkap sosok yang sangat dikenalnya. Sosok dengan seragam basah dan wajah murung.

“...Elanor?” gumamnya pelan, nyaris tidak percaya.

Rio refleks melepaskan stick dari tangannya, meninggalkan gadis yang menatap heran. Dengan langkah cepat, ia keluar dari game center dan mengejar.

“Hey! Elanor kan?!” teriaknya sambil berlari kecil.

Eleanor menoleh sebentar, hanya sekali. Tatapannya kosong, lalu ia kembali menunduk dan melanjutkan langkah tanpa menjawab sepatah kata pun.

Rio mendekat, lalu berjalan sejajar di sampingnya. “Gue Rio. Kenal kakak lo kok, si Dominic itu. Kita sering nongkrong bareng.”

Eleanor tetap diam. Nafasnya teratur tapi berat, seakan semua tenaga yang tersisa dipakai hanya untuk berjalan.

Rio mencoba tersenyum, menurunkan nada suaranya lebih ringan. “Santai aja… gue nggak bakal macem-macem kok. Lo tau nggak, tadi gue sempet bikin orang-orang kalah main dance machine cuma biar dapet duit, haha…”

Tidak ada reaksi. Wajah Eleanor sama sekali tidak berubah.

Rio akhirnya menghela napas panjang, frustasi. Ia merogoh saku celananya, mengeluarkan ponsel. “Ya udah, kalau lo nggak mau ngomong, gue teleponin Dom aja biar dia yang jemput”

Mata Eleanor melebar sedikit. Ia langsung sadar dengan maksud Rio. Tanpa berkata apapun, ia mendadak berlari kencang, seragamnya berkibar, rambutnya terurai kacau.

“Hei! Elanor!” Rio panik, buru-buru berlari mengejarnya. Nafasnya terengah, tapi langkah Eleanor lebih cepat, seakan dorongan rasa takut membuatnya punya tenaga lebih.

Eleanor berlari sekuat tenaga, sepatu sekolahnya beradu dengan trotoar yang basah bekas hujan sore tadi. Nafasnya tersengal, dada sesak, tapi ia tidak berhenti. Rambutnya yang terurai berantakan makin menutupi wajah sembabnya.

“Eleanor! Tunggu dulu!” teriak Rio di belakangnya.

Lampu neon toko-toko di jalan utama kota Olympus membuat bayangan mereka bergerak cepat di trotoar. Beberapa orang yang duduk di kedai kopi pinggir jalan menoleh, heran melihat seorang gadis berseragam sekolah dikejar pemuda tinggi dengan jaket kulit.

“Gila… Pasti ketahuan selingkuh tuh cowoknya?” bisik salah satu.

Eleanor tak peduli. Air mata yang masih tersisa membuat pandangannya sedikit buram, tapi ia terus melangkah. Ia menabrak pundak seorang pria paruh baya, buru-buru meminta maaf lirih lalu kembali berlari.

Rio berusaha memperpendek jarak. Napasnya kasar, tangannya nyaris menyentuh bahu Eleanor. “Hei! Gue nggak mau nyakitin lo! Gue cuma mau lo aman!” teriaknya keras, hampir memohon.

Eleanor semakin panik mendengar itu. Kepalanya menggeleng cepat, langkahnya makin tak teratur. Saat berbelok ke gang sempit di antara dua bangunan, kakinya hampir terpeleset karena lantai licin. Ia menahan tubuhnya dengan tangan, lalu bangkit lagi.

Rio mengejar masuk ke gang itu. “Elanor! Lo kira kakak lo nggak khawatir? Lo kira Dom bisa diem aja kalo tau lo kayak gini?”

Suara Rio menggema di dinding gang, tapi Eleanor tidak menjawab. Ia hanya terus berlari, tubuhnya mulai gemetar karena tenaga habis.

Saat keluar dari gang, jalanan kembali ramai oleh lalu lintas malam. Klakson mobil bersahutan. Eleanor hampir tersambar motor ketika menyeberang, membuat Rio berteriak panik.

“GILA! Mau mati lo?!”

Rio akhirnya berhasil mendekat, tangannya nyaris berhasil meraih pergelangan Eleanor—tapi gadis itu menepis kasar, matanya penuh ketakutan.

“JANGAN IKUTIN AKU!!” teriaknya dengan suara pecah.

Rio terhenti sejenak, terdiam, terengah. Sementara Eleanor kembali berlari menembus keramaian malam kota Olympus, seperti seseorang yang tidak tahu harus pulang ke mana.

Rio masih berdiri di tepi jalan, napasnya naik turun, keringat bercucuran meski malam terasa dingin. Matanya menyapu setiap arah, mencari sosok Eleanor di antara keramaian pejalan kaki dan kendaraan yang lalu-lalang. Tapi tidak ada. Gadis itu hilang begitu saja, seakan ditelan gelapnya kota Olympus.

“Brengsek…” desis Rio, menendang kaleng soda kosong hingga berbunyi nyaring memantul ke trotoar.

Tangannya gemetar ketika merogoh saku jaket, menarik keluar ponselnya. Dia menatap layar beberapa detik, ragu. Tapi akhirnya ia menekan nomor yang sudah tersimpan di kontak.

Suara berdering. Sekali. Dua kali. Lalu tersambung.

“Bos…” suara Rio terdengar serak. “Gue—gue ngeliat adik lo. Eleanor. Tapi… dia lari dari gue.”

Hening sejenak di seberang. Lalu suara berat Dominic masuk, tajam seperti pisau.

“APA?!”

Rio menelan ludah, tubuhnya tegang. “Gue udah coba ngejar, tapi dia ilang di keramaian, Bos. Gue nggak tau dia sekarang di mana.”

Suara deru motor terdengar samar dari seberang. Dominic sepertinya sedang berkendara. “Lo BEGO apa gimana, hah? Gue suruh lo Nyariin dia, bukan malah ngilangin dia!”

“Maaf, Bos… beneran gue udah coba..”

“Diam!” potong Dominic kasar. Suaranya rendah tapi penuh ancaman. “Lo denger baik-baik, Rio. Kalo sampe sesuatu terjadi sama Ela, lo yang pertama kali gue cari.”

Rio terdiam, keringat dingin menetes di pelipisnya.

“Sekarang,” lanjut Dominic, “lo sapu seluruh jalan di sekitar taman kota. Kalo perlu tanyain ke orang-orang. Gue segera kesana.”

Sambungan langsung terputus.

Rio menarik napas panjang, menatap layar ponselnya yang gelap. Ia mengusap wajahnya kasar, lalu berlari ke arah gang tempat terakhir dia melihat Eleanor. Meski dalam hati, ketakutan lain mulai tumbuh, takut bukan hanya pada Dominic, tapi juga pada kemungkinan buruk yang menimpa gadis itu.

Sementara itu, langkah Eleanor akhirnya membawanya pada sebuah kafe kecil di sudut kota Olympus. Lampu neon biru yang berpendar di kaca jendela bertuliskan Open 24 Hours seolah jadi satu-satunya cahaya ramah di malam yang dingin.

Pintu kaca ia dorong pelan, lonceng kecil di atasnya berbunyi ting, menarik perhatian beberapa pengunjung yang duduk. Bau kopi segar langsung menyapa hidungnya, memberi sedikit rasa tenang setelah semua kekacauan hari ini.

Eleanor melangkah ke meja kasir, suaranya lirih saat memesan, “Satu… café latte, tolong.”

Barista hanya mengangguk ramah, lalu segera menyiapkan pesanan.

Beberapa menit kemudian, dengan kedua tangannya yang masih gemetar ringan, Eleanor membawa cangkir hangat itu ke salah satu meja pojok dekat jendela. Ia duduk, menunduk, mencoba menenangkan diri. Matanya sembab, rambutnya masih berantakan, seragamnya kusut dan sedikit lembap. Tapi untuk pertama kalinya hari itu, ia bisa menarik napas sedikit lebih lega.

Namun ketenangan itu tidak bertahan lama.

Seseorang tiba-tiba menarik kursi di depannya, duduk dengan gerakan santai. Seorang pemuda, tubuhnya tegap, wajahnya teduh dengan senyum yang terkesan manis sekaligus penuh percaya diri.

“Halo, Nona.” Suaranya hangat, rendah, seolah sudah lama mengenalnya.

Eleanor mendongak cepat. Begitu matanya menangkap wajah pemuda itu, cangkir di tangannya hampir saja tergelincir. Napasnya tercekat, matanya membesar tak percaya.

Kedua tangannya bergetar. “…kamu?” ucapnya hampir tak terdengar, seakan seluruh darahnya berhenti mengalir sesaat.

1
Nanabrum
Ngakakk woyy😭😭
Can
Lanjuuutttt THORRRRR
Andr45
keren kak
mirip kisah seseorang teman ku
air mata ku 😭
Andr45
wow amazing 🤗🤗
Can
Lanjut Thor
Cikka
Lanjut
Ken
Semangaaat Authooor, Up yang banyakk
Ken
Udah ngaku ajaaa
Ken
Jangan tidur atau jangan Pingsan thor😭😭
Ken
Nahh kann, Mulai lagiii🗿
Ken
Wanita Kadal 02🤣🤣
Ken
Bisa hapus karakter nya gak thor🗿
Ken
Kan, Kayak Kadal beneran/Panic/
Ken
Apaan coba nih wanita kadal/Angry/
Vytas
mantap
Ceyra Heelshire
gak bisa! mending balas aja PLAK PLAK PLAK
Ceyra Heelshire
apaan sih si nyi lampir ini /Panic/
Ceyra Heelshire
wih, bikin novel baru lagi Thor
Hazelnutz: ehehe iyaa😅
total 1 replies
RiaChenko♥️
Rekomended banget
RiaChenko♥️
Ahhhh GANTUNGGGGG WOYYY
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!