Aku, Ghea Ardella, hanyalah seorang gadis pecinta sastra,menulis mimpi di antara bait-bait senja,
terobsesi pada harapan yang kupanggil dream,dan pada seorang pria yang kusebut my last love.
Dia, pria asal Lampung yang tak pernah kusentuh secara nyata,hanya hadir lewat layar,namun di hatiku dia hidup seperti nyata.
Aku tak tahu,apakah cinta ini bersambut,
atau hanya berlabuh pada pelabuhan kosong.
Mungkin di sana,ia sudah menggenggam tangan wanita lain,sementara aku di sini, masih menunggu,seperti puisi yang kehilangan pembacanya.
Tapi bagiku
dia tetaplah cinta terakhir,
meski mungkin hanya akan abadi
di antara kata, kiasan,
dan sunyi yang kupeluk sendiri.
Terkadang aku bertanya pada semesta, apakah dia benar takdirku?atau hanya persinggahan yang diciptakan untuk menguji hatiku?
Ada kalanya aku merasa dia adalah jawaban,
namun di sisi lain,ada bisikan yang membuatku ragu.
is he really mine, or just a beautiful illusion?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Thalireya_virelune, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
janjiku untuk membalikan takdir
Keesokan harinya di sekolah, aku berusaha tampil lebih baik. Yang biasanya selalu tampil apa adanya, kali ini aku mencoba sedikit merias wajahku. Walaupun hasilnya belum secantik yang kuharapkan, setidaknya ada perubahan pada diriku.
Aku berjalan di lorong sekolah dengan penuh rasa percaya diri.
Tiba-tiba brak!,aku menabrak seseorang.
“Sorry, sorry!” ucap orang itu buru-buru.
Aku mengangkat kepalaku, dan seketika rasa gugup menyelimutiku.
Ternyata itu adalah Ishan Anggara, atau yang lebih dikenal dengan panggilan Bang Is. Dia adalah kakak kelasku. Aku dan dia memang tidak terlalu dekat, bahkan bisa dibilang hampir tak pernah bicara. Aku hanya tahu namanya dari cerita orang-orang.
Aku hanya menatapnya dengan canggung.
“Kamu gak apa-apa kan, dek?” tanya Bang Is dengan nada khawatir.
Aku menggeleng pelan tanpa berani menatap matanya terlalu lama.
Tanpa berkata apa-apa, aku segera pergi meninggalkannya. Dari sudut mataku, kulihat dia juga melangkah cepat, seolah terburu-buru menuju entah ke mana.
Tapi ya sudahlah, aku tidak ingin terlalu memikirkannya.
Aku berjalan menuju kelasku. Begitu sampai di depan pintu, suara riang langsung menyambutku.
“Hei, akhirnya datang juga!” seru Yena sambil melambaikan tangan.
Aku tersenyum kecil melihat antusiasnya. “Pagi, Yen…” ucapku pelan.
Yena menatapku dengan tatapan penuh selidik. “Kok kamu hari ini beda banget? Ada yang lebih fresh gitu, cantikan deh.”
Aku hanya tertawa canggung, mencoba menyembunyikan perasaan yang sebenarnya masih berantakan.
“Kamu make up ya?” tanya Yena sambil mendekat, matanya menyipit penasaran.
Aku hanya mengangguk malu.
“Wah, kamu lebih cantik sekarang,” ucap Yena sambil tersenyum lebar, seolah benar-benar ikut bangga melihatku berubah.
Aku menunduk sedikit, pipiku panas. “Ah, jangan gitu Yen, aku masih belajar kok.”
Yena menepuk pundakku pelan. “Belajar aja hasilnya udah gini, apalagi kalau nanti kamu makin jago. Percaya deh, banyak cowok bakal nyesel udah ngelepas kamu.”
Kata-kata Yena membuatku tanpa sadar bergumam dalam hati. "Apakah Reza juga akan menyesal? Apakah dia akan mencintaiku kalau melihatku seperti ini?"
Namun secepat itu pula aku menggeleng pelan, menepis pikiranku sendiri." Tidak, kenapa aku harus memikirkannya lagi? Bukankah aku sudah berjanji untuk melupakannya? "ucapku dalam hati, berusaha menegaskan pada diriku sendiri.
“Foto bareng yuk,” ajak Yena sambil mengangkat ponselnya.
Aku sempat terdiam sebentar, lalu mengangguk setuju.
Dulu, aku selalu menolak kamera karena merasa tidak percaya diri. Tapi kali ini berbeda aku harus berusaha lebih berani, lebih percaya diri dengan diriku sendiri.
Kami pun berdiri berdampingan. Yena tersenyum ceria, sementara aku mencoba tersenyum walau masih agak kaku. Klik! Kamera menangkap momen itu.
“Aku upload ya?” tanya Yena bersemangat.
Aku ragu sejenak, lalu menghela napas kecil. “Ya udah… boleh.”
Dalam hati aku sadar, ini langkah kecil, tapi berarti. Aku mulai berani menunjukkan diriku ke dunia.
Tiba-tiba seseorang datang beberapa saat kemudian.
“Duh, Ghea kamu hari ini cantik banget,” ucap Dara, salah satu teman sekelasku. Kami memang tidak terlalu akrab, tapi aku tahu dia anaknya baik.
Aku tersipu malu. “Masa sih?”
“Iya, serius. Kamu kayak agak glow up gitu,” jawabnya sambil tersenyum tulus.
Aku hanya bisa menunduk, merasa hangat sekaligus canggung. Ternyata usaha kecilku mulai terlihat oleh orang lain.
Tapi sialnya, pikiranku malah kembali melayang pada Reza.
Apakah dia akan datang lagi setelah melihat wajahku yang mulai berubah seperti ini?
Apakah dia akan menatapku dengan perasaan yang berbeda?
Apakah kali ini dia akan mencintaiku dengan tulus?
Semua orang sudah mulai menyadari perubahanku. Lalu apakah Reza juga akan menyadarinya?
Aku benar-benar tak bisa berhenti memikirkannya. Hatiku gelisah. Dengan ragu, aku membuka Instagram, mencari akun Reza.
Memang, aku dan dia sudah tidak saling follow sejak beberapa hari lalu. Tapi rinduku begitu besar, hingga aku berniat memantaunya diam-diam.
Namun apa yang kutemukan justru menghancurkan hatiku.
Dia baru saja mem-follow seorang cewek cantik wajahnya imut, mirip gadis keturunan Chindo. Tubuhnya ideal, bahkan lekuk tubuhnya begitu sempurna. Aku merasa kalah telak darinya.
Air mataku menetes.
Mana mungkin aku bisa bersaing? Mana mungkin aku bisa kembali lagi padanya sekarang?
“Kamu kenapa nangis, Ghea?” tanya Yena khawatir sambil menepuk pundakku.
Aku menyeka air mataku, lalu berkata lirih, “Reza,dia nge-follow cewek tobrut.”
Aku terdiam, hatiku terasa hancur. “Tapi gak tahu kenapa,yen aku gak rela dia menjadikan wanita lain bahan nafsunya. Padahal aku sendiri juga merasa gak nyaman diperlakukan seperti itu olehnya tapi entah kenapa, rasanya lebih baik kalau aku saja yang jadi pelampiasannya daripada dia melakukan itu pada cewek lain. Pikiran ini sungguh menyiksaku.”
“Astaga, Ghea!” seru Yena, suaranya terdengar tegas bercampur iba. “Jauh-jauhin pikiran kotormu itu! Jangan biarkan si Reza brengsek itu terus mengikatmu. Lebih baik dia menjauh sekalian!”
Aku menunduk, air mataku kembali mengalir. “Tapi aku nggak bisa, Yen ,aku gak bisa membayangkan dia jatuh ke dalam ranjang wanita lain. Rasanya sakit sekali, seperti ada belati menusuk hatiku.”
“Terus sekarang mau apa, Ghea?” suara Yena meninggi, penuh emosi. “Apa yang akan kamu lakukan? apakah kamu mau membunuh wanita itu?”
Aku menggenggam rok seragamku erat, napasku tersengal. “Aku…aku pengen tobrut,” ucapku lirih, hampir tak terdengar, tapi cukup jelas menusuk telinga Yena.
Matanya melebar, wajahnya kaget bercampur takut. “Ghea! Jangan gila! Kamu sadar gak sama yang baru aja kamu ucapin?”
“Gak, Yen aku beneran pengen tobrut,” suaraku bergetar tapi tegas. “Sekarang aku akan melakukan apa pun demi mendapatkannya,Entah aku setengah sadar atau gak,dia tetap cinta terakhirku.Pokoknya, kalau aku gak bisa memilikinya, maka dia juga gak boleh dimiliki siapapun.”
Aku menatap Yena lurus, dengan mata yang penuh luka tapi juga api gila yang tak bisa padam. “Aku rela melakukan apa saja, bahkan kalau harus berubah jadi secantik Dilraba Dilmurat, aku akan lakukan. Aku gak peduli lagi.aku benar-benar tak bisa tanpanya”
Yena menghela napas panjang, wajahnya tampak berat menerima keputusan gila sahabatnya.
“Ya sudah, kalau itu keputusanmu,” katanya lirih, “mau gak mau aku hanya bisa mendukung kamu aja. Walaupun jujur, aku takut lihat kamu jadi kayak gini, Ghea.”
Aku terdiam sejenak, mataku masih merah karena tangis dan amarah.
Tapi dalam hati aku merasa lega ,setidaknya ada satu orang yang tetap di sisiku, meski aku sudah berubah jadi seseorang yang bahkan aku sendiri hampir tak kenali.
“Aku tahu, Yen… aku mungkin salah. Tapi cuma ini satu-satunya cara yang aku pikir bisa bikin dia kembali padaku” ucapku dengan suara bergetar, tapi penuh tekad.
Aku menatap bayangan diriku sendiri di kaca kecil, wajah yang kini mulai berubah dengan riasan tipis. Senyum tipis muncul di bibirku, tapi di balik itu ada badai yang berputar di dadaku.
“Aku sangat mencintai Reza…” gumamku lirih, namun penuh api.
“Bukan aku lagi yang akan ia perbudak. Aku yang akan membuatnya tunduk padaku. Aku yang akan mengendalikan hatinya.”
Tanganku mengepal erat, seolah sedang meraih sesuatu yang jauh di depan.
“Tunggu saja, Reza. Aku akan kembali, tapi bukan sebagai Ghea yang dulu. Aku akan kembali sebagai seseorang yang tidak bisa kau abaikan lagi. Aku akan membuatmu tak mampu mencintai wanita manapun selain aku ,mau itu mantanmu, atau bahkan wanita tercantik di dunia ini.”