“Aku akan membuatmu hamil, tapi kau harus melakukannya dengan caraku dan hanya aku yang akan menentukannya. Setelah kau hamil, kontrak kita selesai dan pergi dari hidupku.”
Itulah syarat Alexander Ace—bosku, pria dingin yang katanya imp0ten—saat aku memohon satu hal yang tak bisa kubeli di tempat lain: seorang anak.
Mereka bilang dia tak bisa bereaksi pada perempuan. Tapi hanya dengan tatapannya, aku bisa merasa tel4njang.
Dia gila. Mendominasi. Tidak berperasaan. Dan terlalu tahu cara membuatku tunduk.
Kupikir aku datang hanya untuk rahim yang bisa berguna. Tapi kini, aku jatuh—bukan hanya ke tempat tidurnya, tapi juga ke dalam permainan berbahaya yang hanya dia yang tahu cara mengakhirinya.
Karena untuk pria seperti Alexander Ace, cinta bukan bagian dari kesepakatan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ferdi Yasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 Dia Milikku!
“Aku tidak mau.”
Eve tidak lagi menggunakan bahasa formal. Suaranya dingin, tajam, dan penuh muak. Dia sudah sangat muak.
Bagaimana bisa pria itu—Alexander Ace—menyamakan dirinya seperti barang dagangan hanya karena dia mandul?
Alex tak bergeming. Duduk santai dengan satu kaki disilangkan, dia menatap Eve layaknya catur yang sudah ia menangkan sejak awal.
“Kalau begitu, kau memilih opsi kedua—semua foto ini menyebar.”
Dia mengangkat bahunya ringan. “Kau tahu konsekuensinya, bukan? Kalau ini viral, tidak akan ada satu pun yang menyalahkanku. Justru kau yang akan dicabik-cabik. Lagi pula, jangan lupa skandalmu dengan mantan suamimu ... dan adikmu itu.”
Sial!
Tentu saja Eve tahu. Siapa yang akan berani menyerang pria paling berkuasa di kota ini?
Yang ada, mereka akan menyeretnya ke tiang gantungan.
“Kau!” desisnya penuh amarah. “Kalau kau terus memaksaku menikah, aku akan katakan pada seluruh dunia kalau kau—Direktur Perusahaan Ace Corporation—adalah pria imp0ten!”
Alex mengangkat alis. “Dan siapa yang akan percaya? Setelah mereka melihat semua foto itu?”
Eve terdiam.
‘Sial. Benar juga.’
Siapa pun yang melihat foto-foto itu hanya akan menertawakan. Yang ada, dia dianggap wanita murahan yang menggoda bosnya.
“Kau bajingan. Licik. Menyebalkan. Pria terburuk yang pernah aku temui.”
Semua itu ingin dia lontarkan. Ingin. Tapi kata-katanya menggumpal di tenggorokan, tak bisa keluar. Karena di balik segala dendam itu, Eve tahu satu hal: Dia butuh pekerjaan. Butuh uang.
Dan ... tak ada satu orang pun yang bisa menang melawan Alexander Ace tanpa kehilangan segalanya.
“Baiklah,” katanya akhirnya. Suaranya tenang, tapi beracun.
“Tapi dengar baik-baik. Tidak akan ada perpanjangan kontrak. Setelah lima bulan terhitung sejak kita menikah, kau harus menceraikanku. Dan aku juga ingin membuat beberapa syarat.”
“Bicarakan dengan Rayyan. Dia akan mengurusnya,” jawab Alex ringan.
“Fine!”
Eve menyambar tasnya, melemparkan pandangan terakhir yang tajam pada pria itu, lalu membalikkan tubuh dan menutup pintu kamar hotel sekeras-kerasnya.
…..
Malam ini Eve tidak lagi ingin kembali ke apartemennya. Pikirannya sudah seperti benang kusut yang tidak tahu mana ujungnya. Belum selesai dirinya meratapi nasib dengan Noah, sekarang dia malah terpaksa menjadi pengantin bayaran untuk Direktur perusahaannya yang ternyata seorang pria imp0ten.
Dia berhenti tepat di depan bar milik Darren. Kakinya melangkah cepat dan kesal, melempar tasnya di atas meja bar di mana Darren sedang berdiri memandanginya.
“Noah mencarimu kemari. Dia baru keluar dari sini tiga puluh menit yang lalu. Ke mana saja kau?”
“Aku tidak peduli lagi dengan pria itu. Hubunganku dengannya sudah selesai, dan jangan menyebut nama itu lagi di depanku.”
“Oke. Aku mentraktirmu minum malam ini, karena aku ingin merayakan kebebasanmu.” Darren menyodorkan dia sebotol minuman dan menuangkan itu juga. Bukan hanya itu, dia juga ikut minum dengan Eve.
“Bersulang untuk kebebasanmu.” Darren mengangkat gelasnya, terdengar suara dentingan gelas yang saling menatap meskipun terendam bunyi dentuman musik yang memekikkan telinga.
“Apa rencanamu setelah ini, Eve?”
“Menikah lagi.” Eve menjawabnya dengan cepat dan tenang, padahal tadi dia sudah seperti orang depresi hingga memaki Alex sesukanya.
Darren sampai tersedak mendengarnya. “Coba ulangi. Kau akan menikah lagi?”
“Tentu saja. Untuk apa aku menangisi pria yang sudah mencampakkan sampai memenjarakanku? Lelaki di dunia ini bukan hanya dia.”
Darren tertawa hambar dan meletakkan gelasnya di atas meja. “Kau berkata seolah-olah kau sudah tau dengan siapa kau akan menikah.”
“Memang.”
“Jadi, jadi kau benar-benar akan menikah?”
“Aku sudah mengatakan itu padamu tadi, harus berapa kali aku mengulangnya?”
Wajah Darren berubah kaget hingga dia memajukan tubuhnya. “Eve, kau baru saja bercerai. Apa kau benar akan menikah lagi?”
“Memang itu yang terjadi. Aku akan menikah dan itu akan terjadi sebentar lagi.”
Tidak mungkin. Dia mengenal Eve lebih baik dari siapa pun, dan dia tahu Eve tidak pernah menjalin hubungan dengan siapa pun selain dengan Noah.
Dan sekarang dia mengatakan akan segera menikah?
Meskipun saat ini Eve mengatakannya dengan gamblang, tapi melihat banyaknya dia minum, dia tahu jika saat ini dia sedang tertekan. Eve mulai mabuk, dia tertawa tapi itu justru tertangkap sebagai tangisan di telinga Darren.
Akhirnya air mata dia jatuh di depan Darren. Eve menangis sambil tertawa.
“Kau tau, aku sudah dipermainkan oleh kehidupanku sendiri. Semua orang mencampakkan aku, lalu mereka datang hanya untuk memanfaatkan aku saja.”
Darren tidak lagi melayani pengunjung, dia menyerahkan itu pada karyawannya dan fokus mendengarkan Eve.
“Alexander Ace. Lelaki brengsek itu, dia menjebakku dan memintaku untuk menjadi istrinya. Setelah kontrak selesai, aku akan dibuang kembali.”
Darren tidak menyangka Eve memendam semua itu sendiri. Setelah perceraiannya dengan Noah, Darren sudah merencanakan untuk mendekati Eve dan menyatakan cintanya. Tidak peduli Eve mandul dan tidak bisa memberikannya keturunan, dia bisa melakukan itu dengan banyak cara atau bahkan mengadopsi anak kelak.
Eve benar. Dunia mempermainkan kehidupannya. Membolak-balikkan perasaan dia seolah dia tidak punya jatah untuk menjadi bagian dari kebahagiaan.
Darren membawa Eve pulang.
Di atas ranjangnya dia membaringkan Eve perlahan dan duduk di sisi wanita itu. Tidak seharusnya Eve menerima nasib yang seperti ini. Tangan Darren terulur mengelus pipi Eve. Bertahun-tahun dia memendam rasa cintanya, hingga sampai detik ini rasa itu tidak pernah berkurang sedikit pun.
“Eve, aku berjanji akan merebutmu dari pria itu. Dia tidak pantas mendapatkanmu.”
Dia tahu ini bukan saatnya bicara tentang cinta. Tapi melihat wanita yang dicintainya hancur seperti ini—membuatnya ingin melindungi, bahkan jika itu berarti melawan orang seperti Alexander Ace.
Rayyan tidak pernah ke mana-mana meski Alex mengatakan dia sudah bisa pulang.
Setelah mengetahui Eve sudah pergi, dia masuk.
“Kapan saya bisa merencanakan tanggal pernikahan Anda?”
“Lebih cepat lebih baik. Tidak perlu ada pesta. Dia juga bilang jika dia ingin mengajukan persyaratan. Urus itu dan beritahu kesepakatannya besok.”
Rayyan mengangguk cepat dan menyodorkan berkas tipis padanya.
“Ini yang Anda minta. Rupanya ada yang mensabotase laporan ini di masa lalu.”
Alex menerimanya, melihatnya sekilas. Ada senyum miring muncul di sudut bibirnya. “Rupanya dia tidak mandul, ya? Menarik.”
“Ya. Seseorang di belakang semua ini. Apa saya perlu memberitahukan ini padanya?”
“Bukan urusanku, dan aku juga tidak peduli. Simpan saja.”
Malam sudah larut.
Jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari. Alex tidak pulang ke rumah, melainkan menetap di hotel. Ada Rayyan yang juga bersamanya.
Ketika mereka berbincang, seseorang mengetuk pintu.
Wajah Darren muncul di belakang pintu setelah Rayyan membukanya.
Ekspresinya tajam. Sorot matanya penuh kebencian, dan itu hanya tertuju pada satu arah—Alex. Sedangkan Alex, dia hanya menatapnya tenang.
“Masuklah! Aku terkesan kau mengunjungiku kemari,” ucapnya dengan senyum ejekan.
Darren tidak menjawabnya. Dia masuk begitu saja dan menutup pintu itu dengan kasar. “Alex, apa yang kau inginkan kali ini?”
Alex masih meresponnya dengan tenang. Dia berjalan ke meja, mengambil botol anggur dan menuangkan itu ke dalam dua gelas. Salah satunya dia sodorkan pada Darren. “Apa aku masih perlu menjelaskannya jika dia sudah mengatakan semuanya padamu?”
“Kenapa kau mengincar dia, hah?” Darren sangat kesal hingga dia menepis minuman yang disodorkan Alex untuknya. “Alex, asal kau tau, jika kau sampai menyentuhnya, aku tidak akan memaafkanmu sekalipun kita saudara.”
“Kau sangat mencintainya, ya?” Alex tersenyum tipis, menegak minumannya sedikit dan berjalan ke sisi meja. “Lihat, ini.” Alex menyodorkan semua foto yang dia ambil tadi ke arah Darren dan kembali berkata, “Jika aku mau, aku sudah menelanjanginya dari pada hanya melepas bagian atasnya saja.”
“Shit!” umpatnya kesal dan menghempaskan semua foto itu hingga berserakan. “Lepaskan dia, atau aku akan lupa jika kau adalah saudaraku.”
“Tenang saja. Aku hanya membutuhkan dia untuk beberapa waktu saja. Aku juga sudah mengatakan jika aku tidak akan menyentuhnya sesuai perjanjian. Setelah selesai, aku akan memutus semua hubungan dengannya.”
Darren memicingkan matanya dan mendekat ke arah Alex. “Kupegang kata-katamu. Setelah semuanya selesai, dia milikku.”
***