Jiwanya tidak terima di saat semua orang yang dia sayangi dan dia percaya secara bersama-sama mengkhianatinya. Di malam pertama salju turun, Helena harus mati di tangan anak asuhnya sendiri.
Julian, pemuda tampan yang berpendidikan dibesarkan Helena dengan penuh cinta dan kasih sayang. Tega menghunuskan belati ke jantungnya.
Namun, Tuhan mendengar jeritan hatinya, ia diberi kesempatan untuk hidup dan memperbaiki kesalahannya.
Bagaimana kisah perjalanan Helena?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali Ke Rumah
Pagi hari yang dingin, kota Solaria dipenuhi salju. Jalan-jalan tertutup, air membeku, butiran putih itu masih turun dengan derasnya nyaris menutupi seluruh kota. Helena dan Keano akan kembali ke rumah pagi itu. Diantar supir Tania yang memastikan mereka tiba dengan selamat.
"Apa kau kedinginan?" tanya Helena sembari membenarkan jaket tebal berbulu yang dikenakan Keano.
"Ini sudah cukup hangat, Ibu," jawab bocah kecil itu sambil tersenyum. Ia bersyukur bertemu dengan Helena, seorang wanita baik dan bijaksana. Tak pernah memandang rendah orang lain.
Keduanya tiba di kediaman Helena yang begitu megah dan besar. Pilar-pilar besar berdiri kokoh, menambah kemegahan rumah tersebut. Gerbang utama terbuka, memperlihatkan keindahan di dalamnya. Ada banyak aneka tanaman bunga, serta pohon cemara di halaman.
"Wah! Inikah rumah Ibu? Aku akan tinggal di sini?" pekik Keano dengan mata membelalak lebar.
"Ya, kau akan tinggal di sini. Ingat, hanya percaya pada Ibu jangan yang lain. Selagi Ibu tidak mengusirmu tidak ada siapapun yang dapat melakukannya," ucap Helena sambil tersenyum yakin.
Keano menganggukkan kepala mengerti, ia menggandeng erat tangan Helena saat kaki kecilnya melangkah memasuki halaman rumah bak istana raja itu. Pandangan Keano berputar ke segala arah, menatap takjub pada semua yang dia lihat. Untuk seumur hidup, ini adalah kali pertama matanya disuguhkan kemegahan.
Helena membuka pintu utama yang berdaun dua, menampakkan bagian dalam rumah yang tak kalah menakjubkan. Mata kecil Keano kembali terbelalak, mengangumi setiap interior rumah tersebut.
"Ayo, masuk!" ajak Helena membiarkan Keano berjalan lebih dulu.
"Selamat datang, Nyonya!" Seorang pelayan menyambutnya, menerima mantel Helena dan membawakannya.
"Tuan, sudah menunggu Anda sejak pagi," beritahu pelayan itu sejenak membuat aktivitas Helena yang sedang membuka sepatu terhenti.
"Dia tidak bekerja?" tanyanya tak acuh.
"Tidak, Nyonya. Tuan sengaja menunggu Anda di rumah," jawab pelayan wanita itu dengan kepala tertunduk.
"Baiklah. Carikan sandal rumah untuknya," titah Helena yang segera dilaksanakan oleh perlahan tersebut.
Tak perlu menunggu waktu yang lama, dia sudah kembali dengan membawa sepasang sandal anak-anak untuk Keano.
"Di mana dia?" Helena bertanya sambil melirik Keano yang sedang memakai sandalnya.
"Di ruang tamu, Nyonya!"
Hari ini adalah hari Ferdinan membawa Lusiana juga Julian ke rumah. Memintaku untuk menerima mereka tinggal. Yang satu beralasan tak punya tempat tinggal, sementara anaknya harus menjadi anak angkat ku. Kita lihat saja apa yang akan terjadi?
Helena tersenyum sinis, menggandeng tangan Keano menyiapkan diri untuk melakukan perlawanan.
"Kau siap?" tanyanya yang disambut anggukan kepala oleh bocah kecil itu.
Mereka berjalan menuju ruang tamu, tawa canda menggema terdengar akrab dan harmonis. Dulu, Helena merasakan sakit di hati mendengar suara mereka. Sekarang, rasa sakit itu sudah berganti dengan kebencian yang tak terobati. Dendam kesumat yang harus diselesaikan.
"Helena! Ke mana saja kau? Semalaman tidak pulang dan baru pulang sekarang. Mungkinkah kau sering pergi keluar tanpa sepengetahuanku?" selidik Ferdinan begitu melihat Helena memasuki ruang tamu. Matanya menatap tajam seolah-olah sedang menguliti tubuh Helena.
Lusiana sigap berdiri, berakting sebagai wanita menyedihkan yang patut dikasihani. Helena tak peduli, ia terus berjalan dan duduk berhadapan dengan Ferdinan. Di samping laki-laki itu ibu mertua memangku Julian. Matanya menatap sinis pada Keano yang berdiri di samping sang menantu.
"Duduk, sayang! Jangan takut," ucap Helena sembari menarik tangan Keano untuk duduk di sampingnya.
Ia mengelus lembut rambut anak kecil itu, bibirnya tersenyum seolah-olah sedang menunjukkan cinta dan kasih sayangnya terhadap Keano kepada mereka semua.
"Helena, kau belum menjawab pertanyaanku!" geram Ferdinan tak dapat menahan diri karena sikap tak acuh sang istri. Tangannya mengepal erat, rahang ikut mengetat karena sikap Helena yang berubah.
Ibu mertua di sampingnya menenangkan, menyentuh lengan anaknya agar tidak terbawa emosi.
Apa yang terjadi? Kenapa Helena berubah? Dulu, dia selalu menunduk dan patuh pada apa yang aku katakan. Tak pernah melawan, apalagi beradu kata. Sekarang, Helena seperti menjelma menjadi orang lain.
"Sudahlah. Tahan dulu emosimu!" lirih ibu mertua berbisik.
Lalu, ia menatap Helena sambil tersenyum.
Aku tahu kau akan memintaku untuk mengangkat anak durhaka itu menjadi anakku. Sementara ibunya ada di sini bersama kalian. Aku ingin tahu apakah alasan kalian masih sama seperti dulu?
Helena bergumam di dalam hati, menatap satu per satu wajah-wajah yang dulu mengkhianatinya. Ia melirik Lusiana cukup lama dan intens. Terbayang saat dia menertawakan Helena di kehidupannya yang dulu.
"Helena, coba kau lihat anak ini. Dia anak yang baik, tak peduli dengan nyawanya sendiri demi menyelamatkan Ibu. Ibu harap kau menyukainya, namanya Julian. Usianya lima tahun, dia cocok menjadi anak angkat kalian. Bukankah sudah satu tahun lamanya kalian belum dikaruniai anak? Ibu berharap kau mau menerima Julian," ungkap sang ibu mertua menunjukkan keberadaan Julian kepada Helena.
Keano mengernyit cemas, ia khawatir kasih sayang Helena akan terbagi. Terlebih orang-orang di hadapannya terlihat tidak menyukai Keano. Helena yang mengetahui kecemasan anaknya itu, sengaja menggenggam tangan Keano memberinya ketenangan. Meski tanpa menoleh, tapi hati kecil Keano memahami hal itu. Ia tersenyum dan kembali tenang.
"Oh, ya, satu hal lagi. Rumah yang ditempati Lusiana sering terendam banjir di saat musim hujan. Dia akan tinggal di sini sementara selama belum menemukan rumah baru. Kau tidak keberatan, bukan?" sambung Ferdinan menunjukkan Lusiana yang berdiri tertunduk di sampingnya.
Dia tak ingin dibantah terlihat jelas dari caranya menatap Helena. Penuh dengan ancaman. Wanita dengan rambut disanggul itu mendengus, menahan tawa akan drama yang sedang mereka mainkan.
Helena melirik, tatapan mata mereka pun beradu. Genderang perang ditabuh Lusiana dengan mencibirkan bibirnya. Mata Helena memindai dari atas hingga bawah, pakaian seksi yang sangat terbuka.
"Bagaimana, Nak? Kau akan menerima mereka berdua, bukan?" tanya ibu mertua tak sabar.
Helena menghela napas panjang, menatap mata-mata mereka yang berbinar penuh harap. Bagaimanapun bodohnya Helena, tetap saja kekuasaan ada di tangannya.
"Aku ...."
dan kekuatan sekali jika itu adalah ayah kandungnya si Keano 👍😁
Tapi kamu juga harus lrbih berhati” ya takutnya mereka akan melakukan sesuatu sama kamu dan Keano 🫢🫢🫢