NovelToon NovelToon
Buddha Asura: Sang Pelindung Dharma

Buddha Asura: Sang Pelindung Dharma

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Epik Petualangan / Fantasi Timur / Balas Dendam
Popularitas:11.8k
Nilai: 5
Nama Author: Kokop Gann

Di puncak Gunung Awan Putih, Liang Wu hanya mengenal dua hal: suara lonceng pagi dan senyum gurunya. Ia percaya bahwa setiap nyawa berharga, bahkan iblis sekalipun pantas diberi kesempatan kedua.

Namun, kenaifan itu dibayar mahal. Ketika gurunya memberikan tempat berlindung kepada seorang pembunuh demi 'welas asih', neraka datang mengetuk pintu. Dalam satu malam, Liang Wu kehilangan segalanya: saudara seperguruan dan gurunya yang dipenggal oleh mereka yang menyebut diri 'Aliansi Ortodoks'.

Terkubur hidup-hidup di bawah reruntuhan kuil yang terbakar, Liang Wu menyadari satu kebenaran pahit: Doa tidak menghentikan pedang, dan welas asih tanpa kekuatan adalah bunuh diri.

Ia bangkit dari abu, bukan sebagai iblis, melainkan sebagai mimpi buruk yang jauh lebih mengerikan. Ia tidak membunuh karena benci. Ia membunuh untuk 'menyelamatkan'.

"Amitabha. Biarkan aku mengantar kalian ke neraka, agar dunia ini menjadi sedikit lebih bersih."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kokop Gann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Langkah Berat Menuju Awan

Tiga hari setelah pelarian dari Kota Tungku Dewa, Liang Wu masih berjalan.

Dia tidak mengikuti jalan utama. Jalan utama dibangun untuk manusia, kuda, dan kereta. Bagi makhluk seperti dia sekarang, jalan utama adalah jebakan.

Liang Wu berjalan membelah hutan batu kapur di perbatasan selatan Provinsi Yan. Setiap langkah yang dia ambil menghasilkan suara dum yang berat dan tumpul. Tanah di bawah kakinya amblas sedalam dua inci, meninggalkan jejak kaki yang tercetak sempurna di tanah keras, seolah-olah dia memanggul beban ratusan kati di punggungnya.

Padahal, dia tidak membawa apa-apa selain selembar jubah sutra tipis yang dia curi dari kantong penyimpanan Zhao.

Masalahnya adalah tubuhnya sendiri.

Teknik [Kitab Tubuh Asura Besi] Tingkat 2: Daging Besi, telah mengubah struktur molekul tubuhnya. Dagingnya kini memiliki kepadatan yang menyamai logam tempa. Berat badannya, yang dulunya hanya sekitar 70 kilogram, kini melonjak menjadi hampir 300 kilogram, meskipun postur tubuhnya tidak membesar secara mengerikan.

Dia adalah patung besi yang berjalan.

"Hah..."

Liang Wu berhenti di tepi sebuah sungai kecil yang airnya jernih—pemandangan langka di provinsi yang penuh abu ini.

Dia berlutut untuk minum. Lututnya menghantam batu kali.

KRAK.

Batu besar itu pecah berkeping-keping di bawah lututnya.

Liang Wu menghela napas. Dia harus belajar mengendalikan ini.

Dia menangkupkan kedua tangannya untuk mengambil air. Tangan itu berwarna abu-abu metalik, kaku, dan dingin. Saat dia mengangkat air ke mulutnya, dia tidak sengaja merapatkan jari-jarinya terlalu kuat.

Suara gesekan logam terdengar. Air tumpah.

Dia mencoba lagi, kali ini dengan kelembutan yang dipaksakan. Dia berhasil meminum seteguk air. Rasanya tawar, tapi menyegarkan.

Setelah dahaganya hilang, dia melihat bayangannya di air.

Monster.

Tidak ada kata lain yang lebih tepat. Wajah kirinya masih berupa jaringan parut merah yang mengerikan, sementara seluruh kulit tubuhnya yang lain berwarna abu-abu gelap seperti mayat yang diawetkan dalam merkuri. Tidak ada rambut di tubuhnya—semuanya hangus terbakar di sungai logam dan tidak tumbuh lagi karena folikel rambutnya telah digantikan oleh pori-pori logam.

"Siapa yang akan percaya aku dulu biksu?" gumamnya.

Dia meraba saku jubah sutranya. Tulang jari Han masih ada di sana, satu-satunya benda yang terasa "normal" di tangannya.

Tiba-tiba, telinganya menangkap suara.

Langkah kaki. Banyak. Dan suara tawa kasar.

"Hei, Bos! Lihat jejak kaki ini! Dalam sekali! Pasti ada Beruang Besi atau Monster Batu lewat sini!"

"Bagus! Kulit Beruang Besi harganya mahal di pasar gelap Kota Awan. Kejar!"

Liang Wu tidak bergerak. Dia tetap berlutut di tepi sungai.

Dari balik semak-semak, muncul sekelompok pria bersenjata. Enam orang. Mereka mengenakan pakaian kulit serigala dan membawa tombak serta jaring.

Pemburu Monster.

Mereka berhenti saat melihat Liang Wu.

"Hah? Manusia?" seru salah satu pemburu, kecewa. "Kupikir monster."

"Tunggu," kata pemimpin mereka, seorang pria bermata satu dengan kapak di punggung. Dia menatap kulit abu-abu Liang Wu dan jubah sutra halusnya yang kontras. "Lihat kulitnya. Itu bukan penyakit kusta biasa. Dan jubah itu... sutra murni dari Kota. Mahal."

Mata si pemimpin berkilat serakah.

"Oy, Sobat!" panggil pemimpin itu, melangkah mendekat. "Kau tersesat? Hutan ini berbahaya. Serahkan jubah dan kantongmu itu, kami akan tunjukkan jalan keluar."

Liang Wu perlahan berdiri.

Saat dia menegakkan tubuh, tanah di sekitar kakinya berderak. Tinggi badannya yang mencapai 185 cm, ditambah aura berat yang dia pancarkan, membuat para pemburu itu mundur selangkah.

"Aku tidak butuh jalan keluar," kata Liang Wu. Suaranya berat, bergetar di dada seperti gema lonceng besi. "Aku butuh pakaian."

"Apa?" Pemimpin itu bingung, lalu marah. "Kau mau merampok kami?! Serang! Ambil hartanya! Kulitnya yang aneh itu mungkin bisa dijual ke tukang obat!"

Dua pemburu maju, menusukkan tombak mereka ke arah dada dan perut Liang Wu.

Liang Wu tidak menghindar. Dia membiarkan tombak itu mengenainya.

TING! TING!

Suara logam beradu dengan logam terdengar nyaring.

Mata tombak besi itu tidak menembus kulit Liang Wu. Justru, ujung tombaknya yang tumpul.

Para pemburu terbelalak. "A-apa..."

Liang Wu mengangkat tangannya. Dia mencengkeram batang tombak di depannya.

"Pinjam," katanya.

KREK.

Dia meremas batang kayu ulin yang keras itu hingga hancur menjadi serbuk kayu di genggamannya.

Pemburu pemegang tombak itu menjerit ketakutan, melepaskan senjatanya dan jatuh terduduk.

"Monster! Dia monster!"

Liang Wu melangkah maju. Satu langkah.

DUM.

Tanah bergetar.

Dia tidak menggunakan Qi. Dia tidak menggunakan teknik. Dia hanya mengayunkan punggung tangannya ke arah pemburu kedua.

BUKK!

Pemburu itu terlempar sepuluh meter ke belakang, menabrak pohon dengan suara tulang patah yang mengerikan. Dia mati seketika, dadanya amblas.

"Lari!" teriak pemimpin pemburu.

Tapi Liang Wu sudah bergerak. Meskipun tubuhnya berat, otot-ototnya memiliki daya ledak yang luar biasa. Dia melompat.

Dia mendarat di depan si pemimpin.

"Aku bilang..." Liang Wu menatap mata satu pemimpin itu. "...aku butuh pakaian."

Lima menit kemudian, tepi sungai itu sunyi kembali.

Lima mayat tergeletak dengan kondisi mengenaskan—sebagian besar tulang mereka hancur karena hantaman benda tumpul yang sangat keras.

Liang Wu berdiri di sana, mengenakan pakaian baru.

Dia mengambil jubah luar dari pemimpin pemburu—sebuah jubah panjang dari kulit serigala abu-abu yang tebal dan kasar. Jubah itu cukup besar untuk menutupi tubuh kekarnya. Dia juga mengambil celana kulit yang kuat, sepatu bot besi (yang sayangnya agak sempit), dan yang paling penting: gulungan perban kain kasa.

Liang Wu melilitkan perban itu ke seluruh bagian tubuhnya yang terlihat. Leher, lengan, dan wajahnya. Dia menutupi kulit abu-abunya sepenuhnya, hanya menyisakan celah untuk mata, hidung, dan mulut.

Sekarang, dia tidak terlihat seperti patung besi. Dia terlihat seperti penderita kusta parah atau korban kebakaran yang sedang dalam penyembuhan. Sosok yang akan dihindari orang di jalanan, bukan karena takut, tapi karena jijik.

Penyamaran yang sempurna.

Liang Wu mengambil peta dari saku si pemimpin.

"Provinsi Yun... tiga hari lagi ke arah tenggara," gumamnya.

Dia melanjutkan perjalanannya.

Perbatasan antara Provinsi Yan dan Provinsi Yun ditandai oleh perubahan drastis pada alam.

Tanah tandus dan berabu perlahan digantikan oleh rumput hijau yang subur. Udara panas dan kering berganti menjadi udara lembap yang sejuk.

Di hadapannya, terbentang pegunungan yang tertutup kabut abadi. Puncak-puncaknya menjulang menembus awan, seolah menjadi pilar penopang langit. Di sela-sela pegunungan itu, burung-burung bangau putih terbang bebas.

Indah. Damai.

Sangat berbeda dengan neraka industri yang baru saja dia tinggalkan.

Namun, Liang Wu tahu bahwa keindahan ini menipu.

Provinsi Yun dikuasai oleh Sekte Awan Langit dan Putri Ketiga Kekaisaran. Tempat ini adalah sarang ular berbisa yang bersembunyi di balik bunga. Di sinilah Duan bersembunyi, menggunakan wajah tampan dan lidah manisnya untuk menipu dunia.

Liang Wu berjalan melewati sebuah gapura batu kuno yang menandai perbatasan.

Di samping gapura itu, ada sebuah kedai teh kecil yang melayani pelancong. Seorang pelayan wanita sedang menuangkan teh untuk tamu.

Saat Liang Wu lewat, pelayan itu tidak sengaja menjatuhkan cangkir keramik.

PRANG.

Cangkir itu pecah berkeping-keping.

Liang Wu berhenti sejenak. Dia menatap pecahan keramik itu.

Dia teringat Mei. Dia teringat bagaimana dia menghancurkan hidupnya sendiri, menghancurkan kemanusiaannya, demi kekuatan ini.

Dia berlutut, memungut satu pecahan keramik dengan dua jari. Dia melakukannya dengan sangat hati-hati.

Kali ini, pecahan itu tidak hancur.

"Kontrol," bisiknya pada diri sendiri. "Jika aku ingin membunuh ular, aku tidak boleh menginjak rumput terlalu keras."

Dia meletakkan pecahan itu kembali, lalu melempar sekeping perak ke meja pelayan yang ketakutan melihat sosok diperban itu.

"Untuk cangkirnya," kata Liang Wu serak.

Dia berjalan menjauh, masuk ke dalam kabut Provinsi Yun.

Di dalam dadanya, di samping jantung yang berdetak lambat dan kuat, Inti Emas (Qi Cair) miliknya berputar. Di dalamnya, setitik merah darah naga mulai menyebar, perlahan mengubah sifat Qi-nya menjadi sesuatu yang lebih ganas.

Dia siap.

Kota Awan, tunggu aku.

1
azizan zizan
jadi kuat kalau boleh kekuatan yang ia perolehi biar sampai tahap yang melampaui batas dunia yang ia berada baru keluar untuk balas semuanya ..
azizan zizan
murid yang naif apa gurunya yang naif Nih... kok kayak tolol gitu si gurunya... harap2 si murid bakal keluar dari tempat bodoh itu,, baik yaa itu bagus tapi jika tolol apa gunanya... keluar dari tempat itu...
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Yeaaah 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Waooow 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Misi dimulai 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Cerita bagus...
Alurnya stabil...
Variatif
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Sukses 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Sapu bersih 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Hancurken 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Yup yup yup 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Jlebz 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Rencana brilian 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Dicor langsung 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Bertambah kuat🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Semangat 🦀🍄
Wiji Lestari
busyet🤭
pembaca budiman
saking welas asihnya ampe bodoh wkwkwm ciri kas aliran putih di novel yuik liang ambil alih kuil jadiin aliran abu² di dunia🤭
syarif ibrahim
sudah mengenal jam kah, kenapa nggak pake... 🤔😁
Wiji Lestari
mhantap
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Keadilan yg tidak adil🦀🍄
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!