"Om Bima! Apa yang Om lakukan padaku!"
Sambil mengernyitkan dahi dan langkah pelan mendekati Sang Gadis yang kini menjaga jarak waspada dan tatapan setajam silet menusuk netra tajam Bima.
"Seharusnya, Saya yang bertanya sama Kamu? Apa yang semalam Kamu lakukan dengan Alex?"
Bima, Pria yang masih menggunakan handuk sebatas lutut kini menunduk mendekati Laras, Perempuan yang seharusnya menjadi Calon Menantunya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Seranjang
Setelah membuat kamar Bima berantakan, lebih tepatnya bagai kapal pecah, Laras dan Bima kini bisa kembali istirahat di dalam kamar setelah para ART membersihkan semua kekacauan yang Laras ciptakan.
Laras menatap dengan harap-harap cemas. Sejak tadi, Bima belum bersuara. Bagaimanapun kali pertama Laras memulai tinggal sudah menghancurkan kamar Bima.
"Om, Om marah ya sama Aku?" Laras sesekali melirik Bima yang kini duduk di sofa sambil menatap tabletnya.
Bima melepas kacamata bacanya, usia memang tak bohong, seperti pria pada umumnya yang sudah mengalami rabun dekat diusianya Bima memang sudah mengalami itu.
Laras sebenarnya masih kesal dengan Alex yang merusak semuanya. Tapi kini hanya Laras yang dibuat salah tingkah dihadapan Bima. Sedangkan Alex memilih entah pergi kemana setelah membuat masalah.
"Kamu masih mau berdiri disitu? Gak capek?" Bima sepertinya harus menyuapkan diri dengan reaksi apapun yang Laras berikan.
"Ya, capek sih, tapi dari tadi Om diam aja. Aku takut Om marah." Suara Laras yang semakin mengecil membuat senyum Bima terukir tipis. Namun Laras bisa menangkap senyuman minimalis dari Suaminya itu. What! Suami! Hampir saja lupa!
"Lebih baik Kamu istirahat saja sekarang. Disini." Bima menepuk sisi ranjang sebelahnya. Bima beranjak lebih dulu ke ranjang. Tubuhnya letih, tapi pikirannya lebih letih. Sedangkan besok masih banyak yang harus Bima pikirkan. Paling tidak tidur mengurangi sedikit segala beban pikirannya saat ini.
Laras masih ragu. Iya sih. Sekarang Bima dan dirinya sudah Suami Istri, tapi kan Laras masih ngeri dong, iya dong! Tidur disamping Laki-laki dewasa, pasti gak aman kan? Iya kan?"
"Ras, Kamu mau disana, belum ngantuk? Kalau gitu Saya tidur duluan ya. Saya capek." Melihat Laras belum beranjak Bima memutuskan merebahkan dirinya di ranjang dan mengambil sisi kanan dan membiarkan sisi kiri dengan dihalangi guling agar Laras merasa nyaman.
Bima paham betul, Laras cemas. Bagaimanapun gadis seusia Laras pasti gak tak nyaman menikah dan kini harus seranjang dengan dirinya. Jarak usia Mereka sangat jauh dan Mereka menikah karena situasi. Bukan karena cinta.
"Kamu jangan khawatir, Saya memang sekarang Suami Kamu, tapi Saya bukan pemaksa. Dan Saya gak akan paksa Kamu melakukan kewajiban sebagai Istri."
Laras memasang telinganya lebar-lebar. Kata-kata Bima rasanya bisa dipegang. Tapi hati kecil Laras masih meragukan. Apa karena Bima dan dirinya hanya pasangan di atas kertas? Ah, mana ada laki-laki yang tak mencari kesempatan dalam kesempitan. Anaknya saja gak dikasih jatah sebagai pacar malah main kuda-kudaan dengan sahabatnya, lah ini Bapaknya! Duda senior woy! Masa iya gak nafsuan! Ups!
"Jadi, Kamu gak usah takut Saya bakal macam-macamin Kamu. Tapi kalau Kamu tang minta duluan, ya Saya sih Yes!"
"SORRY YE! OM KALI YANG NGAREP!" Laras mencoba percaya dan mulai naik ke ranjang disisi kiri dengan menambah kembali guling agar batas lebih tinggi dan menghalangi keduanya beradegan Iya-Iya.
Sepertinya malam berjalan mulus. Yang awalnya ragu dan takut, malah suara dengkuran Laras bisa Bima dengar.
"Katanya takut, tapi tidur duluan!" Lirih Bima setelah mengecek kondisi Laras disisinya melalui pembatas dua guling yang dibuat Laras.
Tak ada drama berpelukan atau bahkan kebablasan, Bima bangun lebih dulu sedangkan Laras masih tertidur. Satu-satunya drama yang terjadi adalah, Bima malah tak bisa tidur karena Laras bagai gangsing banyak gerak hingga Bima merasa terjajah di kasurnya sendiri.
"Kamu itu lucu Ras! Tidur aja kayak gangsing muter aja!" Bima yang baru saja selesai menunaikan shalat subuh, kini duduk di tepi ranjang memperhatikan wajah acak-acakan Laras lengkap dengan iler disudut bibirnya.
Sebetulnya Bima mau membangunkan Laras untuk subuhan bersama, namun Bima melihat noda di celana piyama Laras, Bima bukan anak kemarin sore tentu saja tahu kalau Laras sedang datang bulan dan tembus.
Bima tak marah juga meski darah haid Laras mengenai sprei dan selimut. Toh itu bisa dicuci dan diganti. Beres!
"Ras, bangun." Bima memberanikan diri memegang lengan Laras, setelah berkali-kali dengan suara Laras tak kunjung bangun.
Sambutan menguap Laras membuat Bima sedikit mundur, bukan karena bau hanya saja, Bima agak risih dan terkejut ada perempuan seperti Laras. Gak jaim dan apa adanya! Sedangkan selama ini perempuan yang mendekatinya bertopeng luar dalam.
"Apa sih Ma, Laras masih ngantuk! Kuliah kok!" Belum sadar bahwa mulai semalam Laras tidur di rumah Bima.
"Ras, bangun, Kamu inget gak sekarang Kamu dimana?"
Laras mengucek matanya, kesadarannya perlahan pulih, "Loh Om! Ngapain dikamar Aku!"
Laras dengan suara dan tatapan penuh intimidasi kepada Bima.
"Kamu ada dirumah Saya Ras. Kamu lupa?"
Laras memperhatikan sekelilingnya, "Astaga! Sorry, iya kamar Om! Ngapain sih bangunin Aku! Masih ngantuk Om!"
Laras baru saja mau kembali rebahan dan Bima sigap menahan lengan Laras," Eh jangan pegang-pegang! Semalam janjinya gimana ya?"
"Kamu jangan asal marah gitu, lihat dulu! Tuh!" Bima segera menunjuk pada bagian bawah Laras yang sudah berubah warna.
"Ahhh! Om apain Aku! Om, jahat! Katanya gak mau maksa, kok sampe berdarah gini! Om udah ngelecehin Aku!"
Bima memutar bola matanya, melihat Laras langsung tantrum, meraung dengan basah air mata Bima bingung harus bagaimana memulai memberikan penjelasan.
"Gak Anak! Gak Bapak! Sama aja! Sangean! Huaaaa!"
Bima tak percaya, Laras sefrontal itu berbicara dihadapannya.
"Kamu tenang dulu bisa?"
"Huaaaa! Gimana bisa tenang! Om udah lecehin Aku! Aku sampe berdarah-darah gini!"
"Astaga! Ras, coba Kamu cek, Kamu lagi period gak? Lagi pula darah Malam Pertama itu gak sebanyak ini," Bima mengusap wajah kasarnya.
Kemudian Laras berhenti meraung mengingat kembali dan mencerna kata-kata Bima, "Hape mana Om? Hapeku mana?"
"Mana Saya tahu Laras! KAMU semalam taro dimana," Frustasi! Bima hampir menyerah menghadapi Laras.
Laras kini berjalan mencari ponselnya yang nyatanya berada dibawah bantal yang Ia tiduri.
"Astaga!" Laras mengulum bibirnya, sejenak Ia melupakan sesuatu.
"Sekarang sudah inget?" Bima bisa menebak kelanjutannya.
"Maaf, Om, kayaknya Aku butuh pembalut deh!" Bodo amat soal malu, tapi ini urgent Laras lupa waktu datang bulannya dan sudah rembes kemana-mana dan satu hal yang Ia butuhkan PEMBALUT!
"Ini, Kamu mandi saja sekalian. Saya tunggu di bawah. Sekalian Kita sarapan dan Saya antar Kamu ke kampus."
"Makasi Om, Maaf, kasurnya jadi kotor." Malu juga sudah asal tuduh dan marah-marah.
"Ya udah. Ga usah dipikirin, nanti biar Bibi saja yang ganti sprei."
"Gak usah Om, biar Aku aja yang cuci, malu!" Laras mengulum bibir kemudian menunduk.
"Ya sudah senyamannya Kamu. Tapi ini berat Ras, kalau Kamu mau laundry juga gapapa. Nanti Saya yang antar ke laundrynya."
"Iya Om, gitu juga boleh. Makasi."
"Iya. Sekali lagi bilang makasih, Kamu Saya kasih piring!"
"Kok ketawa?" Bima mengernyitkan dahi melihat reaksi tawa Laras.
"Jokes Bapak-Bapak!"
tokoh utamanya karakternya tegas.
kebaikan bima dibalas dngn kehadiran laras yg msh fresh dan suci.
cinta bs dtng dngn sendirinya asalkan ketulusan sllu menyertainya.