Soraya Kusuma, Gadis Yang Akrab Di Sapa Raya Anak Dari Wijaya Kusuma Dan Naraya Sekar Sari, sejak Ia Lahir Hidupnya Sudah Penuh pantangan. Ada Beberapa Pantangan Yang Tidak Boleh Di Lakukan Oleh Raya Yaitu Pergi Ke Air Terjun.
Larangan Itu Sudah Di Beritahukan Oleh Ibunya Raya. Saat Usianya Genap Sepuluh Tahun.
Namun Saat Raya Menginjak Usia Sembilan Belas Tahun Ia Diam-Diam Pergi Ke Sebuah Curug Bersama Kedua Teman Nya. Karena Mereka Membangun Sebuah Komunitas Untuk Di Unggah Di Sosial Media Nya. Hanya Untuk Memecahkan Sebuah Misteri Yang Sudah Di percaya Oleh Ibunya.
"Yang Sudah Di Takdirkaan Akan terus Membersamai" Ujar Arya Narendra
Sosok Laki-Laki Tampan Yang Membuat Mata Raya Terazimat Saat Pertama Kali Melihat Nya.
( Sambungan Kisah dari Cinta beda Alam )
" Happy Reading "
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom young, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 07
Maja Dan Tama Langsung Bergegas Pergi Kerumah Raya. Entah Mereka Sampai Lupa Tidak Mengunakan Sandal. Karena Terburu-Buru, Yang Terpenting Mereka Menemui Raya Sekarang.
"Cepat Ja...lu Lama banget sih!" Terlihat Tama Terburu-Buru.
"iya Sabar Ma..."
Mobil Langsung Menuju Rumah Raya, Silang Lima Belas Menit Mereka Sampai. Di Teras Depan Terlihat Raya Sedang Mondar-Mandir Menunggu Kedatangan Mereka.
"Rai.." Sapa Mereka Berdua.
"Kalian Lama Banget Sih" Raya Memasang Wajah Panik.
"Kalian Tunggu disini, Ibu Lagi Tidur Di Dalam Kalian Jangan Berisik" Raya Memperingatkan Kedua Teman Nya.
Di Ruang Tamu Terlihat Bu Nara Masih Tertidur Pulas, Raya Mengendap Masuk Kedalam Kamarnya Mengambil Lukisan Itu.
Dengan Tangan Yang Masih Bergetar Raya Langsung Menunjukan Lukisan Itu Pada Maja Dan Tama.
"Rai...Lu Serius Ini?" Raya Mengerutkan Keningnya. Tidak Percaya Dengan Apa Yang Ia Lihat.
"Ini Bagus Banget Rai" Maja Mengelus Lukisan Itu.
Otak Maja Seketika Menjadi Milyader ia Ingin Menjual Lukisan Itu Pada Pencinta Seni.
"Gimana Kalau Kita Jual?" Ucapan Itu Tiba-Tiba Meluncur Dari Bibir Maja.
Raya Menatap Sengit, Sementara Tama Melirik Kesal dengan Sikap Maja Yang Selalu Berfikiran Apa-Pun Ia Jadikan Uang.
"Maja Jagan Bercanda, Kalau Ibu Bisa Tahu Gimana?" Raya menatap Maja Sinis.
"Kalau Di Jual Kita Bisa Punya Banyak Uang Rai?" Maja Mengedipkan Sebelah Matanya.
"Gundul Mu...!" Tama Menjitak Kepala Maja.
Raya Terdiam Melihat Maja Dan Tama Bergantian. "Terserah Kalian Saja Lah Mau Di Apakan, Aku Ngak Mau Sampai Ibu Tahu Lukisan Ini!" Raya Mengigit Bibir Bawahnya.
"Lukisan Apa?" Tiba-Tiba Bu Nara Berada Di Ambang Pintu Menatap Raya Dan Kedua Teman Nya.
Mereka Bertiga Menoleh, Kaget Sudah Pasti, Raya sedikit Mundur Saat Bu Nara Berjalan Mendekati Mereka. Bu Nara Langsung Mengambil Lukisan Yang Ada di Tangan Maja.
Lukisan Itu Sudah Berada Di Tangan Bu Nara, Bu Nara Melihat Nya. Namum Ia Juga Syok Lukisan Itu Langsung Ia Jatuhkan.
"Apa?... Ini Ngak Mungkin!" Bu Nara Memegangi Dadanya.
Tentu Saja Raya Syok, " Ibu... ibu Kenapa?" Raya Membantu Memapah Ibunya.
"Udah sini Biar Gua Yang Bantu, Lu Ambil Minum Cepat!" Ucap Tama. Raya Langsung Mengambil Minum Ke Dapur
Maja Dan Tama Langsung Membantu Bu Nara Berjalan Ke Dalam, Membantu Bu Nara Duduk Ke Sofa. Tidak berselang Lama Raya Juga Datang Membawa Segelas Air Putih.
"Ini Minum Dulu Bu" Raya Membantu Bu Nara Minum.
Bu Nara Menarik Nafas Dalam, Raya Langsung Duduk Di Samping Ibunya.
"Rai... Darimana Kamu Dapat Lukisan Itu?" Bu Nara Menatap Raya, Dengan Tatapan Penuh Selidik.
Mereka Terdiam, Raya Juga Nampak Menunduk Tidak Berani Menatap Wajah Ibunya.
"Jawab Raya!" Pekik Bu Nara, Baru Kali Ini Bu Nara Membentak Raya. Bahkan Maja Dan Tama Saja Sampai Ketar-Ketir Melihat Kemarahan Bu Nara, Yang Biasanya Selalu berbicara Lemah-Lembut Namun Saat Marah Suaranya Seperti Halilintar
"Apa Kau Melanggar Aturan Ibu? Kau Pergi Ke Sebuah Curug Atau Terjun? Katakan Raya? Kenapa Kau Diam Saja?" Bu Nara Menggoyahkan Kedua lengan Raya. Raya Menangis Ia Tidak Bisa Lagi Menahan Air Matanya.
Maja Dan Tama Hanya Bisa Diam, Ia Tidak Bisa Membela Raya. Mau Pamit pun, Mereka Tidak Mendapatkan Celah Untuk Pergi.
"Katakan Maja... Tama Kalian Pergi Ke Curug?" Bu Nara Menatap Mereka Dengan Mata Setajam Elang.
Tatapan Itu Langsung Menusuk, Mata Mereka Tidak Bisa Berbohong Pada Bu Nara.
"Selama Ini Ibu Sudah Menganggap Kalian Anak Ibu Sendiri, Tapi Kenapa Kalian Tega Membawa Raya Kesan?" Ucap bu Nara Dengan Suara Sedikit Paru Menahan Isak.
"Bu Maafkan Kami" Wajah Maja Dan Tama Langsung Pucat Pasi.
"Jika Sudah Seperti ini Kalian Tahu Apa Yang Akan Terjadi? Apa Kalian Tidak Pernah Memikirkan Akibatnya?" Ucap Bu Nara Sambil Menatap Maja Dan Tama Sinis
Tama Dan Maja Hanya Bisa Menggeleng, Sementara Raya Tidak Berani Berkutik Ia Masih Duduk Di Sebelah Ibunya.
"Dua Puluh Tahun Yang Lalu, Aku Mengalami Kejadian Yang Tidak Pernah Aku Lupakan Dalam Hidup Ku!" Bu Nara Menjerit Histeris
"Aku Mengalami Sebuah Kejadian Yang Tidak Pernah Orang Lain Rasakan, Bahkan Mungkin Jika Orang Lain Mendengar Cerita Ini Tidak Akan Percaya. Dua Puluh Tahun Yang Lalu Jiwa Ku Tersesat Dan Aku Dinikahi Pangeran Dari Alam Gaib!" Bu Nara Menangis Ingatannya Tidak Kuat Menerawang Jauh Kesana.
Rasa Sakit Di Hatinya begitu Nyata Saat Terpisah Dari Arya Narendra, Bahkan Sampai Sekarang Ia Juga Masih Mengingat Semua Kesakitan Yang Ia Alami.
Raya Juga Ikut Terisak, Ia Mengusap Pundak Ibunya Yang Naik Turun. "Tapi Kenapa Kamu Melanggar Aturan Itu Nak?" Kini Suara Bu Nara Mulai Seperti Biasa.
"Raya Minta Maaf Bu" Raya Menangis, Menyandarkan Kepalanya Di Pundak Bu Nara.
"Bu Tolong Jangan Salahkan Nara ini Semu Salah Saya" Tama Dan Maja Siap Di Salahkan, Karena Memang Dari Awal Tama Dan Majalah yang Memaksa Raya Ikut Ke Curug Itu.
Namun Saat Mereka Sedang Menyelesaikan Masalah Tiba-Tiba Saja Terdengar Suara Laci Dapur Di tutup Paksa, Bunyi Itu Langsung Nyaring Terasa.
"Woi...Apan Tu!" Tama Yang Kaget Langsung Menaikan Kaki Nya Refleks ke Sofa.
Mereka Berempat Saling Tatap, Jelas Itu Bukan Ulah Angin Melainkan Ulah Mahluk Tak Kasat Mata yang Sengaja Ingin Menampakan Keberadaannya.
"Kamu Tahu Rai Itu Apa?" Tentu Saja Maja Dan Tama Langsung Melirik Raya Karen Ia Tahu Kalau Raya Seorang Indigo.
"Aku Takut!" Nyali Raya Menciut, Ia Takut Jika Bukan Hanya Satu Yang Datang Melainkan Ratusan Seperti Malam itu!
"Ayo Kita Liat Ke Dapur!" Bu Nara Beranjak, Ia Mengandeng Tangan Raya. Sementara Tama Dan Maja Membuntut Di Belakang.
Raya Memejamkan Matanya, Saat Sudah Berada Di Dapur, Bu Nara Menepuk Tangan Raya. Mata Mereka Bertiga Tidak Melihat Apa-Pun Bahkan Suara Laci Yang Tadi Terdengar Terbuka Dan Tertutup Paksa Juga Masih Rapih.
Namun Saat Raya Membuka Mata Raya kaget, Saat Melihat Sesosok Ular Berekor Emas. "Ibu... Ada Uu-Ular!" Raya Menjerit
Sontak Tama Dan Maja Langsung Berjingkrak ia Takut Ular Itu Benar-Benar Ada. "Mana Ular nya Mana?" Tama Dan Maja Nampak Sangat Panik.
"Raya Apa Yang Kau Lihat Nak? Disini Tidak Ada Ular" Bu Nara Menepuk Sedikit Pipi Raya Yang Masih Berteriak Histeris.
Raya Kembali Membuka Matanya, Ternyata Ular Itu Sudah Tidak Ada. "ibu Apa Yang Kulihat Tadi Adalah Ular Hitam Berekor Emas" Raya Menarik Nafas.
Maja Dan Tama Bergidik Ngeri, Karena Tiba-Tiba Saja Raya Menunduk, Dan Bibirnya Bernyanyi Seperti Sedang Di Iringi Lagu Gamelan Jawa.
"ibu... Raya Kerasukan!." Maja Merinding. Melihat Raya Yang Tiba-Tiba Juga Menari.