Enough berkisah tentang kisah asmara seorang wanita bernama Dia Tarisma Jingga dengan seorang lelaki yang belum lama dikenalnya, Btara Langit Xabiru
Keduanya saling mencintai dan kemudian memutuskan membangun kehidupan keluarga kecil yang harmonis dan bahagia.
Namun sayangnya semua itu hanya menjadi angan saja, hal ini terjadi lantaran trauma masa lalu dan sikap Tara yang abusive, yang pada akhirnya menjadi prahara dalam rumah tangga mereka.
Akankah Tari dan Tara mampu mempertahankan rumah tangga mereka? Kisah selengkapanya hanya ada di novel Enough.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 7
Empat Bulan Kemudian
Tari telah menyelesaikan pendidikan S2nya, ia mendapatkan Indeks Prestasi Kumulatif 3.82. Tentu saja hal ini membuat Surinala, ibunda Tari sangat bangga terhadap putri tunggalnya. Di moment kelulusannya itulah,Tari memanfaatkannya untuk mengutarakan mimpinya yang selama ini ia pendam, yaitu mendirikan cafe tenda di pinggir pantai.
Tari sudah sangat bosan duduk sebagai pekerja kantoran selama delapan jam setiap harinya, ia juga tak berminat meneruskan bisnis real estate milik almarhum ayahnya, biarlah bisnis tersebut di urus oleh orang kepercayaan ayahnya saja, sementara bundanya yang mengawasi roda bisnis tersebut.
Ya setelah diskusi panjangnya, akhirnya Surinala mengizinkan Tari untuk mendirikan cafe tenda di pinggir pantai Jakarta Utara.
"Jadi ini tempatnya?" Surinala memeriksa bangunan yang akan di gunakan Tari untuk mendirikan cafe tendanya. Bangunan tersebut nampak sangat berbeda dengan apa yang ada dalam pikirannya, ia berfikir bahwa putrinya benar-benar akan mendirikan sebuah tenda kaki lima, namun ternyata sebuah cafe yang terkonsep dengan sangat baik walau pun masih tahap renovasi.
"Di lihat dari tempatnya, ini cukup strategis dan memiliki potensi yang bagus." Surinala mengangguk berjalan menuju lantai dua. "Dari sini kita bisa melihat pantai dengan sangat jelas."
"Jingga, tepatnya bund." Tari mempertegas jika dari lantai dua cafe miliknya akan dapat melihat matahari terbenam secara sempurna.
"Jika cafemu ini berjalan dengan lancar dan sukses, orang-orang akan berkata ini adalah keputusan bisnis yang berani dan cerdas. Tapi jika bisnis ini gagal, uang warisanmu habis..."
"Orang akan bilang jika ini keputusan yang bodoh?" ucap Tari.
Surinala mengakat bahunya. "Ya begitulah. Kaukan kuliah di jurusan bisnis, jadi bunda pikir kau sudah memiliki ilmu bisnis yang cukup." perlahan Surinala melayangkan tatapannya ke seluruh penjuru ruangan, seolah membayangkan seperti apa cafe milik putrinya ini saat sudah mulai beroperasional. "Tari, pokoknya jadikan cafe ini tempat nongkrong paling asik seJakarta."
Tari tersenyum. "Tentu saja Bunda." ucapnya dengan penuh percaya diri. "Bunda, maafkan aku, aku membeli tempat ini tanpa bertanya dulu pada bunda."
"Kau kan sudah dewasa, kau berhak menentukannya sendiri." jawab Surinala.
Tari menangkap raut kekecewaan pada wajah ibundanya, bukan kecewa pada tempat yang di pilihnya namun kecewa karena Tari sama sekali tak meminta pendapatnya. Ia merasa jika kini ibundanya merasa sangat kesepian. Sudah empat bulan sejak ayahnya meninggal dunia, dan meski ia bukan suami yang baik, pasti akan aneh rasanya bagi bundanya hidup sendirian.
Surinala yang mengetahui jika putrinya agak keberatan untuk tinggal dengannya, memilih untuk membeli rumah kecil yang jaraknya hanya seratus meter dari apartement Tari, rumah kecil tersebut nampak sangat cantik di kelilingi oleh kebun yang berhiaskan aneka macam bunga yang kini menjadi hobby barunya merawat bunga tersebut. Meski sudah sedekat itu dengan putrinya, Tari tetap hanya bisa berkunjung satu atau dua kali dalam seminggu, karena ia terlalu sibuk dengan bisnisnya.
"Di sudut sana masih banyak barang-barang rongsok." Surinala menunjuk ke sudut ruangan.
"Tadinya tempat ini sebuah toko pakaian, dan yang menempatinya dulu tak membawa semua barang-barangnya. Nanti akan aku suruh orang yang merenovasi cafe ini untuk membuangnya. Sekarang mereka sudah pulang." ucap Tari.
"Baiklah kalau begitu, bunda selalu mendoakan yang terbaik untukmu sayang." Surinala dan Tari beranjak dari lantai dua, mereka berdua kembali ke lantai dasar dan berjalan ke pintu depan.
Saat Tari membuka pintu depan cafenya, ia melihat sosok wanita sedang mengamati cafenya dari luar jendela. Wanita itu terkejut melihat pintu terbuka, sampai kemudian ia melihat Tari.
"Hai." sapanya sambil melambaikan tangannya. Dia sangat cantik dan berpenampilan anggun.
"Ada yang bisa aku bantu?" tanya Tari.
Wanita itu mengapit tas kecilnya, kemudia ia berjalan menghampiri Tari dan mengulurkan tangannya. "Aku Caira," ucapnya. Tari menyalaminya "Tari"
Wanita itu menunjuk ke arah jendela tempatnya ia berdiri tadi. "Aku melihat pengumuman lowongan pekerjaan."
Tari mengangguk. "Ya, tadi pagi aku yang memasangnya, aku sedang membutuhkan beberapa orang pelayan cafe dan juru masak."
Tari langsung suka pada wanita ini, suaranya ramah dan senyumnya nampak tulus.
Surinala menyentuh bahu putrinya, kemudian ia mencondongkan badannya mengecup kedua pipi putrinya. "Bunda pergi dulu ya sayang, ada acara arisan nanti malam bersama dengan teman-teman bunda." ucapnya.
"Bunda tidak ingin melihat matahari terbenam dulu di lantai dua?"
"Kapan-kapan saja ya, bunda sedang buru-buru."
Tari mengucapkan selamat tinggal pada ibundanya dan memandanginya masuk ke dalam mobil, kemudian ia mengembalikan perhatiannya pada Caira.
"Sebenarnya aku berencana membuka cafe ini bulan depan, saat ini masih dalam tahap renovasi." ucap Tari. Ia terus memandangi penampilna Caira, Tari memang sedang membutuhkan juru masak tapi tidak seperti Caira, karena ia merasa jika dirinya tak mampu untuk menggaji Caira, tas kecil yang di bawanya saja seharga lima ratus juta, sebanding dengan harga tempat yang ia beli untuk cafenya. Bagaimana ia mau menggaji wanita ini?
Matanya berbinar. "Benarkah? Aku suka sekali memasak!" wanita itu berputar dan berkata "Sepertinya cafe ini mengusung konsep tradisional."
Tari mengangguk. "Ya, aku ingin membawa nuansa Joga dan Jawa Tengah hadir dalam cafe ini, lengkap dengan musik gamelan jawa."
"Itu sungguh ide yang sangat luar biasa Tari, aku bisa memasak ayam goreng kalasan, nasi pecel dan lain sebagainya. Aku bisa membantumu, gratis."
Tari memiringkan kepalanya. "Kau mau bekerja tanpa di bayar?"
Caira mengangguk. "Sebenarnya aku tidak butuh pekerjaan, aku hanya melihat pengumuman tadi dan berfikir kenapa tidak? Aku memiliki keterampilan memasak, hanya saja aku gampang bosan, tapi aku berjanji padamu, aku akan membantumu semaksimal mungkin."
"Aku tidak bisa jika kau bekerja tanpa di bayar, aku bisa menggajimu 10 juta perbulan kalau kau benar-benar serius." ucap Tari.
Caira menepuk tangannya, andai ia tak mengenakan hak sepatu hak tinggi tentu ia sudah pasti akan melompat. "Jadi di mana dapurnya? Aku ingin menunjukan caraku memasak."
Tari melirik pakaian mahal yang Caira kenakan. "Besok saja, aku belum menyiapkan bahan makanan apa pun, di dapur baru ada telur saja. Tapi sebaiknya besok kamu kamu mengenakan pakaian usang yang bisa langsung di buang."
Caira menggulung lengan pakaiannya tak perduli dengan yang di ucapkan Tari, ia menaruh tas mahalnya di meja yang di penuhi cat tembok. "Ah tidak masalah, aku bisa membuatkan telur dadar khas rumah makan padang kalau kau mau. Lagi pula suami dan kakakku masih sibuk menyaksikan carnaval cosplay di sudut jalan sana. Aku bosan menunggu mereka berdua." ucap Caira
👏👏👏👍
banyak pesan moral yg didapat dari cerita ini.. asli keren kak.. bisa buat baper akut n nangis Bombay.. untuk kak Irma sukses terus sehat dan selalu di tunggu karya selanjutnya..
banyak pesan dan ilmu yang terkandung
Semangat Kak author,
Terima kasih untuk cerita yg luar biasa ini,
💪👍
jadi ayah tari juga hilang kendali saat mabuk 😪
mungkin juga bunda marah bunda kesel,,, tapi bunda juga mudah memaafkan ayah 😐😐😐
apa yg di alami bunda terjadi sama tari sekarang 😭