NovelToon NovelToon
Dunia Yang Indah

Dunia Yang Indah

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Kebangkitan pecundang / Spiritual / Persahabatan / Budidaya dan Peningkatan / Mengubah Takdir
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: YUKARO

Di balik gunung-gunung yang menjulang,ada dunia lain yang penuh impian. Dunia Kultivator yang mampu mengendalikan elemen dan memanjangkan usia. Shanmu, seorang pemuda desa miskin yang hidup sebatang kara, baru mengetahuinya dari sang Kepala Desa. Sebelum ia sempat menggali lebih dalam, bencana menerjang. Dusun Sunyi dihabisi oleh kekuatan mengerikan yang bukan berasal dari manusia biasa, menjadikan Shanmu satu-satunya yang selamat. Untuk mencari jawaban mengapa orang tuanya menghilang, mengapa desanya dimusnahkan, dan siapa pelaku di balik semua ini, ia harus memasuki dunia Kultivator yang sama sekali asing dan penuh bahaya. Seorang anak desa dengan hati yang hancur, melawan takdir di panggung yang jauh lebih besar dari dirinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YUKARO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kereta Menuju Fajar

Keesokan harinya, bahkan sebelum ayam jantan pertama berkokok, Shanmu telah membuka matanya. Langit masih berupa kanvas hitam pekat yang dihiasi taburan permata bintang. Jarum jam khayalannya menunjukkan pukul empat pagi. Prinsipnya sederhana, lebih baik menunggu berjam-jam daripada tertinggal sesaat. Ia tidak bisa mengambil risiko untuk melewatkan kesempatan ini.

Ia membasuh wajahnya dengan air dingin dari sebuah kali kecil, menyapu sisa-sisa mimpi buruk dan kelelahan. Hatinya, meskipun masih membawa luka yang dalam, terasa lebih ringan dari hari-hari sebelumnya. Sebuah benih harapan telah tertanam.

"Jika nanti aku punya pekerjaan, aku ingin sekali mencoba sup spiritual seperti yang diceritakan Kepala Desa dulu," gumamnya dengan nada riang, membayangkan kuah kental yang penuh energi, makanan para Kultivator.

Namun, senyum di bibirnya langsung layu seperti bunga dihempas salju. Ingatan akan desanya, akan Kepala Desa yang bijaksana dengan kepala yang terpisah dari tubuhnya, menghantamnya dengan kekuatan penuh. Rasa sakit itu masih segar, meskipun satu tahun telah berlalu.

Shanmu mengepalkan tangannya, kukunya menancap di telapak tangan. "Tidak. Aku harus kuat," desisnya pada diri sendiri, suaranya bergetar penuh tekad. "Jika aku terus terpuruk seperti ini, Kepala Desa, di mana pun beliau berada, pasti akan sedih melihatku." Ia menarik napas dalam-dalam, memaksakan semua kesedihan, semua kenangan berdarah itu, untuk terpendam jauh di dalam dadanya. Untuk sementara waktu. Ia harus melihat ke depan.

Dengan langkah yang penuh tekad, ia berjalan menuju desa. Saat tiba, fajar masih samar, dan desa tampak seperti masih tertidur. Tidak ada seorang pun di jalan. Shanmu memilih untuk berhenti di gerbang desa, duduk di atas sebuah batu besar yang dingin.

"Lebih baik aku menunggu di sini. Aku tidak boleh sampai terlambat. Aku harus melihat Kota,"

Suara itu, memberikan semangat pada dirinya sendiri. Angin pagi yang dingin berhembus, membelai rambutnya yang tak terurus, tetapi di hatinya ada kehangatan antisipasi.

Waktu berlahan-lahan. Langit mulai berubah dari hitam menjadi ungu, lalu jingga pucat. Tepat sebelum pukul setengah enam, kehidupan desa mulai berdenyut. Dan kemudian, ia melihat mereka. Lima pemuda, usianya mungkin sekitar tujuh belas tahun, keluar dari rumah-rumah mereka. Mereka dikelilingi oleh orang tua, adik, dan saudara. Ada seorang ibu yang dengan gemetar merapikan kerah baju anaknya, seorang ayah yang dengan wajah tegar namun mata berkaca-kaca menepuk bahu putranya, seorang adik perempuan kecil yang memeluk erat kakaknya sambil menangis pelan.

Pemandangan itu membuat dada Shanmu sesak. Sebuah perasaan campur aduk antara keharuan, kebahagiaan untuk mereka, dan kerinduan yang pedih mengisi hatinya. Di matanya yang tajam, terpancar cahaya iri yang tulus.

"Dalam hidup ini, orang tua adalah segalanya di hati seorang anak," gumamnya pelan.

Suaranya hampir hilang tertelan angin. Ia sendiri tidak pernah merasakan kehangatan perpisahan seperti itu. Kepergian orang tuanya adalah luka yang sunyi dan gelap. Perpisahan dengan desanya adalah perpisahan yang tak sempat mengucap selamat tinggal. Ia menyaksikan pelukan terakhir, bisikan doa, dan air mata yang tumpah dengan rasa hormat yang mendalam.

Setelah perpisahan yang mengharukan itu, kelima pemuda itu berjalan menuju gerbang desa, tempat Shanmu menunggu. Tas sederhana tergantung di pundak mereka, wajah mereka adalah campuran antara kegembiraan petualangan dan kecemasan meninggalkan rumah. Saat jarak sudah dekat, Shanmu segera berdiri dan membungkuk sopan.

"Salam, teman-teman. Saya Shanmu. Saya akan ikut bersama kalian ke Kota."

Kelima pemuda itu menghentikan langkah mereka. Mereka memandang Shanmu, dari atas ke bawah, memperhatikan pakaiannya yang lusuh namun tubuhnya yang perkasa dan tatapan matanya yang lugu namun berisi keteguhan. Mereka saling pandang sejenak, lalu hampir bersamaan memberikan anggukan singkat. Tidak ada kata-kata yang diucapkan, tidak ada senyuman ramah, tetapi juga tidak ada pandangan menghina atau curiga. Hanya anggukan sopan, sebuah pengakuan diam-diam akan kehadirannya. Bagi Shanmu, itu sudah lebih dari cukup. Mereka baik. Mereka sopan. Itu adalah anugerah.

Tak lama kemudian, langkah kaki yang mantap terdengar. Pria tua berjanggut putih yang kemarin datang menghampiri. Shanmu segera membungkuk lebih dalam kali ini, rasa hormatnya meluap.

"Salam, Tuan. Selamat pagi. Semoga hari Tuan menyenangkan."

Melihat sikap hormat dan kerendahan hati Shanmu, wajah tua yang keriput itu melembut, kerutan di sudut matanya semakin dalam karena senyuman.

"Pagi, nak Shanmu," sahutnya.

Dari balik jubah sederhananya, pria tua mengeluarkan sebuah kantong kain kecil yang diikat dengan tali, terasa ada isinya yang berbunyi gemerincing samar.

"Ini, ada sedikit keping emas. Simpan baik-baik. Gunakan ini saat kau sampai di Kota Lama. Sebelum mendapatkan pekerjaan, kau akan sangat membutuhkannya untuk makan dan tempat tinggal."

Shanmu terkesiap. Matanya membelalak. Kebaikan seperti ini terlalu besar, terlalu tiba-tiba. Hatinya yang terbiasa dengan prinsip "bekerja baru dapat makan" memberontak. Ia menunduk sangat dalam, suaranya bergetar.

"Maafkan saya, Tuan. Saya... saya tidak bisa menerima kebaikan sebesar ini. Saya belum melakukan pekerjaan apa pun untuk Tuan. Saya tidak pantas menerimanya."

Pria tua itu menghela napas ringan, tapi matanya tetap hangat. Tanpa banyak bicara, ia meraih tangan Shanmu yang kasar dan penuh kapalan, lalu menaruh kantong kain itu dengan mantap di telapannya.

"Ambil ini," katanya, suaranya tegas namun penuh belas kasih. "Kau akan membutuhkannya. Anggap saja ini bekal untuk perjalanan, atau... investasi seorang tua pada masa depan seorang pemuda yang berani."

Sentuhan tangan itu, hangat dan tegas, serta kata-kata yang tulus, meruntuhkan pertahanan Shanmu. Air mata berkumpul di pelupuk matanya, tetapi ia tahan. Dengan gerakan gemetar penuh rasa terharu, ia menyelipkan kantong berharga itu di ikat pinggangnya, mengamankannya dengan baik. Kemudian, ia membungkuk sekali lagi, hampir menyentuh tanah.

"Terima kasih, Tuan. Saya, Shanmu, suatu hari akan membalas kebaikan Tuan ini."

Pria tua itu mengangkat bahu Shanmu, membantunya berdiri tegak, lalu menepuk bahunya yang kokoh. "Pergilah! Jangan terlalu mengingat kebaikan seorang pria tua diriku. Aku hanya membantu karena melihat itu memang diperlukan. Itu saja."

Sebelum Shanmu bisa berkata lagi, deru roda dan ringkik kuda terdengar. Sebuah kereta pedagang yang besar, ditarik oleh dua kuda yang kuat, muncul dari ujung jalan. Kereta itu penuh dengan karung dan peti. Warga desa pun berdatangan membawa hasil bumi sayuran segar, daging hasil buruan yang telah diawetkan, serta kerajinan tangan anyaman dan ukiran kayu untuk dikirim ke kota. Barang-barang itu segera dimuat dengan cepat dan efisien. Pria tua itupun berjalan kearah kerumunan.

Shanmu baru menyadari sesuatu. Cara warga menghormati pria tua itu, cara dia mengatur pemuatan barang dan memberikan instruksi pada pedagang, semuanya menunjukkan wibawa yang alami. Dan ternyata dari cara warga memanggilnya, ternyata pria tua itu adalah Kepala Desa di sini.

Sang Kepala Desa berbisik pada pedagang, seorang pria berkumis tebal dengan mata yang tajam, dan berbicara berbisik sambil sesekali menunjuk ke arah Shanmu. Pedagang itu mengangguk, lalu memanggil keenam pemuda itu.

"Kalian semua, ayo bantu mengatur barang yang belum rapi! Cepat! Waktu adalah uang!" serunya.

Shanmu dan kelima pemuda itu segera bergerak, mengangkat, menata, dan mengikat barang-barang dengan kuat di atas kereta. Shanmu bekerja dengan penuh semangat, kekuatannya yang besar sangat membantu. Kerja fisik yang familiar ini memberinya sedikit ketenangan.

Setelah semua siap, tepat pukul tujuh ketika matahari mulai menghangatkan bumi, kereta pedagang itu pun berangkat. Shanmu berdiri di bagian belakang kereta yang terbuka, membungkuk dalam-dalam ke arah Kepala Desa yang berdiri tegak di gerbang desa. Sang tua mengangguk perlahan, sebuah restu tanpa kata.

Di sisi lain, kelima pemuda desa melambaikan tangan pada keluarga mereka yang masih berdiri di kejauhan, wajah mereka basah oleh air mata yang akhirnya tak tertahan. Perbedaan latar belakang itu kontras, lima pemuda yang meninggalkan rumah dengan cinta dan dukungan, dan satu pengembara yang pergi tanpa ada siapa-siapa yang melambainya, hanya membawa kenangan pahit dan sekantung emas pemberian seorang yang hampir asing.

Kereta bergerak semakin cepat, meninggalkan desa yang damai menjadi titik kecil di cakrawala. Angin menerpa wajah mereka. Pedagang itu, yang duduk di dekat kusir berteriak lantang menembus deru roda,

"Perjalanan cukup jauh! Dengan kecepatan ini, kita mungkin baru sampai di Kota Lama sore atau malam! Beristirahatlah kalian di belakang!"

Shanmu dan kelima pemuda itu saling pandang, lalu mengangguk kompak. Shanmu menemukan tempat duduk di antara karung-karung, memandang jalan yang terbentang di depan. Di tangannya, ia masih bisa merasakan kehangatan kantong kain kecil itu. Di hatinya, untuk pertama kalinya sejak tragedi, ada perasaan yang mirip dengan rasa terima kasih dan sebuah tujuan yang nyata. Kota Lama menanti. Dan di sanalah, entah nasib apa yang akan menyambutnya.

1
YAKARO
iya bro🙏
Futon Qiu
Mantap thor. Akhirnya Shanmu punya akar spritual
Futon Qiu
Karena ada komedi nya kukasi bintang 5🙏💦
YAKARO: terimakasih🙏
total 1 replies
Futon Qiu
Lah ya pasti lanxi kok nanya kamu nih🤣
Futon Qiu
Jangan jangan itu ortunya 🙄
HUOKIO
Baik bnget si lancip😍😍
HUOKIO
Mau kemana tuh
HUOKIO
Ini penjaga kocak 🤣🤣
HUOKIO
Angkat barbel alam 🗿
HUOKIO
Makin lama makin seru 💪💪💪
HUOKIO
Gass terus thor💪💪💪
HUOKIO
Mantap thor lanjut
YAKARO: terimakasih
total 1 replies
HUOKIO
Lanjutkan ceritanya thor
HUOKIO
Shanmu kuat banget untuk manusia 😄
HUOKIO
Ohhh i see💪
HUOKIO
Oalah kok gitu 😡
HUOKIO
Mantap thor
HUOKIO
Gas pacari lqci
HUOKIO
Makin lama makin seru
HUOKIO
Lanjutkan 💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!