NovelToon NovelToon
ACADEMY ANIMERS I : The Silence After The Pen Drops

ACADEMY ANIMERS I : The Silence After The Pen Drops

Status: tamat
Genre:Romansa Fantasi / Fantasi Isekai / Persahabatan / Fantasi / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Konflik etika / Tamat
Popularitas:35
Nilai: 5
Nama Author: IΠD

Semesta Animers yang damai, dikelola oleh lima kerajaan berdaulat yang dipimpin oleh sahabat karib, kini terancam oleh serangkaian insiden sepele di perbatasan yang memicu krisis sosial. Para pemimpin harus bertemu dalam pertemuan puncak penuh ketegangan untuk menyelesaikan konflik politik dan membuktikan apakah ikatan persahabatan mereka masih cukup kuat untuk menyelamatkan Semesta Animers dari kehancuran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IΠD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kingdom of Lucius: Ai Haruka Lyra

Indra dan Sabre mengikatkan kuda mereka di pos penjagaan istana yang terlihat sama elegan dan terawatnya dengan kotanya. Saat memandang kemegahan arsitektur istana Lyra yang dipenuhi dengan ukiran halus dan material cerah, Sabre bersiul panjang, terkesan.

"Wah, megah sekali," komentar Sabre, menggeleng-gelengkan kepala. "Terakhir kali aku mengunjungi Lyra, aku hampir dibidik kepalanya hanya karena aku mencoba memindahkan vas bunga kesayangannya sepuluh sentimeter dari tempatnya. Dia itu sensitif soal dekorasi."

Indra terkekeh. Ia tahu betul sifat Lyra. "Itu bukan sensitif, itu brutal. Kau tahu sendiri, Lyra selalu punya standar sempurna untuk segala hal, bahkan untuk posisi kursi di ruang tahta."

Mereka berjalan memasuki area halaman istana, dan di sinilah keheranan mereka mencapai puncaknya. Jika mereka berharap melihat halaman bergaya militer yang dingin sesuai sifat Lyra, yang mereka dapati adalah kebalikannya total. Area itu sangat asri, dipenuhi bunga-bunga yang mekar sempurna, kolam air mancur yang menenangkan, dan yang paling mengejutkan—di sudut halaman, terdapat taman bermain kecil yang dipenuhi tawa anak-anak yang riang.

"Tunggu, tunggu sebentar," ujar Sabre, matanya membelalak. "Taman bermain? Di istana Lyra? Gadis yang bisa menembak lalat dari jarak seratus meter itu punya ayunan dan perosotan?"

Sabre, yang selalu mencari pelarian dari kebosanan, tiba-tiba berjalan membelok cepat ke arah taman bermain itu, seperti seorang anak kecil yang melihat es krim.

"Ayo, Indra! Sebentar saja! Kita sudah lama tidak main ayunan! Aku yakin kita bisa mengatur kecepatan yang—"

"Tahan!" Indra segera menarik kerah belakang jubah Sabre dengan ekspresi datar, menghentikan langkahnya tepat di tepi taman bunga.

"Sabre," kata Indra, nadanya tegas, menghapus sisa tawa di wajahnya. "Kita di sini bukan untuk reuni alumni Taman Kanak-Kanak Lucius City. Tujuan kita adalah Lyra. Ada kekacauan, ada Demon, ada Evelia. Simpan hasratmu untuk 'terapi bermain' itu sampai misi selesai."

Sabre cemberut, menyilangkan tangan di dada. "Ya ampun, kau ini membosankan sekali! Sedikit kesenangan tidak akan membuat Bahamut marah, kok!"

"Entitas yang akan marah adalah Lyra, jika kita membuatnya menunggu karena kita sibuk mencoba perosotan," balas Indra datar.

Sabre mendesah kalah. "Baiklah, baiklah. Tapi setelah ini kita harus kembali ke sini. Untuk riset."

Indra hanya menggelengkan kepala, lalu mendorong Sabre pelan untuk kembali fokus menuju pintu utama istana.

.

.

.

Indra dan Sabre segera bertanya kepada beberapa warga setempat mengenai kediaman pribadi Ratu Lyra yang terpisah dari area publik istana. Tak lama kemudian, seorang prajurit dengan zirah putih bersih, lambang kesetiaan Lucius City, menawarkan diri untuk mengantar mereka.

Prajurit itu berjalan cepat dan efisien. Ia membawa mereka melewati taman-taman yang terawat dan air mancur yang jernih, hingga akhirnya berhenti tepat di depan gerbang kawasan istana Ratu yang lebih privat.

"Hanya sampai di sini jangkauan pengawalan saya, Tuan-tuan," ucap sang prajurit dengan hormat. Ia lalu menambahkan sedikit nasihat, matanya serius. "Ratu Lyra sangat menghargai waktu dan ketenangan. Harap pastikan tujuan Anda jelas dan tidak ada hal yang bertele-tele."

Setelah menyampaikan pesannya, prajurit berbaju zirah putih itu membungkuk singkat dan segera pergi, meninggalkan Indra dan Sabre untuk melanjutkan langkah mereka sendiri.

Mereka berdua pun melangkah melewati gerbang privat itu. Istana di area ini jauh lebih tenang, namun kemegahannya tidak berkurang.

"Lihat ini," bisik Indra sambil menelusuri lorong yang tiang-tiangnya dihiasi emas. "Istana Lyra ini terasa seperti surga. Istanamu, Sabre, lebih mirip benteng penjara bawah tanah yang dicat hitam."

Sabre mendengus, tersinggung. "Paling tidak istanaku tidak punya ayunan di halaman depan! Lagipula, gaya arsitekturku itu berwibawa, bukan 'penjara bawah tanah'!"

Candaan ringan itu segera terhenti ketika mereka tiba di depan Ruang Tahta. Lyra memang tidak main-main dengan keamanan dan formalitas.

Tepat di ambang pintu masuk Ruang Tahta, seorang pria dengan perawakan tegas dan mata tajam berdiri menghadang. Itu adalah Lioniz, Penasihat setia Ratu Ai Haruka Lyra, dikenal karena loyalitasnya yang mutlak dan sikapnya yang dingin terhadap orang asing.

Lioniz melipat tangan di depan dada, menghalangi mereka untuk melangkah lebih jauh. Tatapannya menusuk lurus ke mata Indra dan Sabre.

"Tunggu di sana," perintah Lioniz dengan suara bernada otoriter. "Siapa kalian? Dan apa urusan kalian sampai berani melangkah sejauh ini tanpa janji temu dengan Ratu Lyra?"

Indra dan Sabre saling bertukar pandang sejenak, mengabaikan Lioniz yang menghalangi jalan. Pandangan mereka tertuju melewati bahu penasihat itu, lurus ke tengah ruangan. Di atas singgasana yang dihiasi perak dan permata, duduklah Ratu Ai Haruka Lyra.

Lyra, yang sedari tadi menyesap sesuatu dari cangkir anggur kristalnya, perlahan menurunkan cangkir itu hingga bertumpu pada lengan tahta. Pandangannya yang tajam dan dingin tertuju pada dua pria yang berdiri di ambang pintu.

"Hei, lihat siapa yang datang kemari..." ucap Lyra dengan nada licik yang khas, senyum tipis yang menyimpan makna tersembunyi terlukis di wajahnya.

Lioniz, yang baru saja hendak mengulangi pertanyaannya, menoleh cepat ke arah Lyra.

"Yang Mulia," tanya Lioniz, nada suaranya sedikit terkejut. "Apakah Yang Mulia mengenal orang-orang yang tidak diundang ini?"

Lyra mengangguk pelan, gerakannya sehalus sutra. Detik berikutnya, ekspresi licik dan sarkasme di wajahnya hilang sepenuhnya. Lyra tiba-tiba menampilkan ekspresi yang sangat manis dan hangat, seolah ia baru saja bertemu dengan sanak saudara yang lama hilang.

"Tentu saja," jawab Lyra, suaranya terdengar ramah dan penuh keramahan yang tak terduga.

Lioniz terdiam seketika, terkejut dengan perubahan ekspresi Ratu yang begitu drastis. Ia mundur selangkah, menyadari bahwa ia baru saja menghalangi kedatangan dua tamu yang ternyata memiliki status istimewa di mata Ratu.

Indra dan Sabre segera memanfaatkan kesempatan ketika Lioniz terdiam. Mereka melangkah melewati Penasihat yang kebingungan itu dan berjalan mendekati singgasana Lyra.

Sabre segera berbicara, memotong formalitas. "Lyra, kami ke sini bukan untuk minum teh atau mengagumi betapa besarnya taman bermainmu. Kami ada perlu penting denganmu."

Lyra (Ratu Lucius City) memiringkan kepalanya sedikit, mempertahankan senyum manis palsunya. Nadanya dibuat-buat sopan dan menawan. "Oh? Dan perlu apakah itu? Tidak biasanya kalian berdua berkoordinasi sejauh ini untuk sebuah kunjungan."

Indra melangkah maju, menatap mata Lyra dengan ekspresi serius yang dingin, menghilangkan semua jejak candaan sebelumnya. Ia memutuskan untuk menggunakan kebohongan yang paling efektif untuk memancing reaksi Lyra.

"Kami butuh bantuanmu," kata Indra tegas. "Sepertinya Evelia diculik, dan kami membutuhkan pembunuh sepertimu untuk melacak jejaknya."

"Kenapa dia berbohong?" batin Sabre, terkejut mendengar Indra menggunakan kata 'diculik' dan menyebut Lyra 'pembunuh' secara terang-terangan. Namun, ia segera menyadari strategi Indra. Lyra hanya akan tertarik pada sesuatu yang berbahaya dan mematikan.

"Tapi ya biarlah. Supaya dia mau ikut, yah mau bagaimana lagi."

Sabre segera mengangguk, mendukung kebohongan Indra dengan ekspresi yang sangat serius dan meyakinkan.

"Benar. Kami berdua mungkin tidak cukup pintar untuk melawan atau melacak penculik yang sangat lihai. Evelia adalah target, dan kami butuh keahlianmu yang... spesifik untuk membawanya kembali dengan selamat."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!