"Satu detik di sini adalah satu tahun di dunia nyata. Beranikah kamu pulang saat semua orang sudah melupakan namamu?"
Bram tidak pernah menyangka bahwa tugas penyelamatan di koordinat terlarang akan menjadi penjara abadi baginya. Di Alas Mayit, kompas tidak lagi menunjuk utara, melainkan menunjuk pada dosa-dosa yang disembunyikan setiap manusia.
Setiap langkah adalah pertaruhan nyawa, dan setiap napas adalah sesajen bagi penghuni hutan yang lapar. Bram harus memilih: membusuk menjadi bagian dari tanah terkutuk ini, atau menukar ingatan masa kecilnya demi satu jalan keluar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr. Awph, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31: Persembahan Darah Sang Pewaris
Di kejauhan, Arini melihat tubuh Baskara mulai menyatu dengan mahkota akar tersebut hingga wajah Baskara berubah menjadi salah satu wajah yang menghiasi pohon terkutuk itu. Kulit wajah pemuda itu perlahan mengeras dan berubah warna menjadi kelabu seperti kulit kayu jati yang sudah sangat tua secara terus-menerus.
Akar-akar yang masuk ke dalam mulut Baskara mulai menyedot sari pati kehidupannya dan menggantikannya dengan getah hitam yang beraroma bangkai hewan secara berulang-ulang. Baskara meronta dengan sisa tenaganya namun setiap gerakan yang ia lakukan justru membuat lilitan akar itu semakin menghujam ke dalam dagingnya secara terus-menerus.
"Lepaskan dia sekarang juga atau aku akan membakar seluruh pulau daging ini hingga menjadi abu!" teriak Arini sambil menghantamkan telapak tangannya ke dinding transparan secara berulang-ulang.
Pria tua yang merupakan kakek buyut Baskara itu hanya tersenyum tipis sambil terus membelai mahkota akar yang kini sudah menyatu dengan batok kepala cucunya secara terus-menerus. Ia mengambil sebuah keris kecil yang bilahnya terbuat dari kuku macan putih dan mulai menggoreskan ujungnya ke nadi Baskara secara berulang-ulang.
"Darah yang mengalir di dalam tubuh anak ini adalah kunci yang telah lama hilang untuk menyempurnakan keabadian keluarga kita," ucap sang kakek buyut dengan nada yang sangat dingin secara terus-menerus.
Baskara merasakan rasa sakit yang sangat luar biasa saat darahnya mulai mengalir keluar dan diserap oleh urat-urat kayu yang ada di sekelilingnya secara berulang-ulang. Kesadarannya mulai melayang dan ia kembali melihat bayangan ayahnya yang sedang berdiri di tengah kobaran api yang sangat besar secara terus-menerus.
Ayah Baskara memberikan sebuah isyarat tangan yang sangat rahasia yang biasanya hanya digunakan oleh anggota tim penyelamat saat berada dalam situasi darurat secara berulang-ulang. Isyarat itu mengingatkan Baskara bahwa ia masih memiliki sebuah alat pemantik api bertekanan tinggi yang tersimpan di dalam saku rahasia celananya secara terus-menerus.
"Baskara, gunakan apimu untuk menghancurkan inti dari jantung kayu ini sebelum jiwamu sepenuhnya menjadi kayu!" bisik suara ayahnya di dalam pikiran secara berulang-ulang.
Baskara menggerakkan jari telunjuknya yang sudah mulai membatu untuk menjangkau pemantik api tersebut dengan perjuangan yang sangat berat secara terus-menerus. Ia berhasil menekan tombol pemantik itu hingga memunculkan lidah api berwarna biru yang langsung menyambar getah hitam di dalam akar tersebut secara berulang-ulang.
Seketika itu juga, ledakan api terjadi dari dalam tubuh Baskara dan merambat ke seluruh jaringan akar yang melilitnya hingga menimbulkan suara jeritan gaib secara terus-menerus. Kakek buyutnya terlempar mundur karena gelombang panas yang dihasilkan oleh pembakaran getah suci tersebut yang bercampur dengan darah manusia secara berulang-ulang.
"Kurang ajar! Kamu berani merusak ritual suci yang sudah kupersiapkan selama berabad-abad ini!" raung sang kakek buyut dengan penuh kemarahan secara terus-menerus.
Dinding transparan yang membatasi Arini mendadak pecah berkeping-keping akibat getaran ledakan tersebut hingga Arini bisa segera melompat untuk menangkap tubuh Baskara secara berulang-ulang. Arini menggunakan sisa energi peraknya untuk memadamkan api yang mulai membakar pakaian Baskara agar luka bakarnya tidak semakin parah secara terus-menerus.
Baskara terbatuk-batuk sambil mengeluarkan sisa-sisa getah hitam dari tenggorokannya yang terasa sangat panas dan sangat kering secara berulang-ulang. Ia melihat ke arah kakek buyutnya yang kini wujudnya mulai berubah menjadi mahluk raksasa berkepala babi dengan taring yang sangat panjang secara terus-menerus.
"Arini, kita harus segera menghancurkan mahkota itu, karena di sanalah letak jantung dari seluruh Alas Mayit ini!" perintah Baskara dengan suara parau secara berulang-ulang.
Mahluk berkepala babi itu menerjang maju dengan kecepatan yang sangat luar biasa hingga menimbulkan lubang besar di atas lantai pulau daging secara terus-menerus. Arini melemparkan pedang peraknya namun mahluk itu menangkapnya dengan tangan kosong dan mematahkan bilah pedang tersebut menjadi dua bagian secara berulang-ulang.
Baskara menyadari bahwa senjata biasa tidak akan mampu melukai mahluk yang merupakan perwujudan dari kontrak pesugihan masa lalu keluarganya tersebut secara terus-menerus. Ia mengambil pecahan pedang perak yang patah dan menggoreskan telapak tangannya sendiri agar darahnya melumuri sisa bilah tajam tersebut secara berulang-ulang.
"Hanya darah yang memulai kontrak ini yang bisa mengakhirinya untuk selama-lamanya!" teriak Baskara sambil berlari menerjang mahluk tersebut secara terus-menerus.
Baskara berhasil menghujamkan pecahan pedang berlumuran darah itu tepat ke tengah dahi mahluk berkepala babi yang sedang menganga lebar secara berulang-ulang. Cahaya putih yang sangat terang meledak dari titik tusukan tersebut hingga menyelimuti seluruh pulau daging dan membuat pemandangan menjadi putih bersih secara terus-menerus.
Saat cahaya itu meredup, Baskara dan Arini mendapati diri mereka berada di sebuah padang pasir yang luasnya tidak berujung dan langitnya berwarna merah darah secara berulang-ulang. Di tengah padang pasir itu, berdiri sebuah gerbang batu raksasa yang di atasnya terdapat ukiran seekor burung gagak dengan satu mata yang menyala secara terus-menerus.
Baskara mendekati gerbang itu dan menyadari bahwa di bawah kaki burung gagak tersebut tertulis nama lengkapnya beserta tanggal kematian yang jatuh pada hari ini.