Gadis berusia dua puluh tahun harus merelakan impian pernikahannya dengan sang kekasih demi memenuhi keinginan terakhir sang ayah. Ia di jodohkan dengan bujang lapuk berusia empat puluh tahun yang hidup dalam kemiskinan.
Namun siapa sangka, setelah enam bulan pernikahan Zahira mengetahui identitas asli sang suami yang ternyata seorang milyarder.
Banyak yang menghujatnya karena menganggapnya tidak pantas bersanding dengan sang suami hingga membuatnya tertekan. Akan kah Zahira tetap mempertahankan pernikahan ini atau ia memilih untuk meninggalkan sang suami?
Dukung kisahnya di sini!
Terima kasih buat kalian yang mau suport author.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon swetti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
RAHASIA AARAV YANG TERPENDAM
Sampai di rumah Hira dan Aarav di sambut oleh bu Hesti. Para pelayat sudah pulang ke rumah masing masing hingga rumah Hira kembali sepi.
" Hira kamu belum makan nak, kamu makan dulu ya. Ajak suamimu sekalian." Ujar bu Hesti. Mereka memang berada di rumah Hira karena Hira masih berduka.
" Aku tidak nafsu makan bu, kalian saja yang makan. Aku ke kamar dulu."
Setelah mengatakan itu Hira menuju kamarnya. Ia duduk di atas ranjang sambil menekuk kedua tangannya.
" Hiks..." Isak Hira memeluk kedua kakinya sendiri.
" Kenapa seolah takdir sedang mempermainkan aku? Setelah aku memutuskan hubungan dengan mas Rama, aku harus menikah dengan pria yang sama sekali tidak aku cintai. Setelah itu, aku kehilangan ayah.. Dan apa tadi? Aku harus mendengar kenyataan yang begitu menyakitkan bahwa mas Rama memiliki anak dari wanita lain hiksss... Sekarang bagaimana bisa aku hidup tanpa ayah di sampingku? Hiks.. Aku sendirian ayah hiks..."
Tanpa Hira ketahui, Rama berdiri di depan pintu dengan membawa nampan berisi makanan.
" Mas tidak akan membiarkan kamu merasa sendiri sayang." Gumam Aarav.
Aarav mengetuk pintu kamar Hira, meskipun terbuka namun ia tidak berani nyelonong begitu saja.
Tok tok..
Hira yang mendengar suara ketukan segera mengusap air matanya. Ia mendongak menatap Aarav yang berdiri di ambang pintu.
" Boleh mas masuk?" Tanya Aarav meminta izin. Hira menganggukkan kepalanya.
Aarav masuk ke dalam, ia duduk serong di tepi ranjang menghadap Hira.
" Kamu makan dulu ya." Ujar Aarav. Hira menggelengkan kepala.
" Mas tahu kamu sedang bersedih, tapi jangan menyiksa diri sendiri dengan tidak makan Hira, nanti kamu bisa sakit." Ujar Aarav.
Hira menatap Aarav, " Apa om tidak mau merawatku kalau aku sakit? Bukan kah om bilang akan merawatku seperti ayah? Dulu ayah selalu dengan sabar merawatku kalau aku sedang sakit." Ucap Hira.
Aarav tersenyum manis, bahkan Hira sampai terpukau dengan senyumannya. Selama ini Aarav di kenal pendiam. Bahkan untuk sekedar senyum saja, jarang sekali ia lakukan.
" Mas akan merawatmu, tapi bukan kah kamu sendiri yang akan tersiksa merasakan sakitnya? Kalau sudah begitu maka kamu yang akan rugi sendiri." Ujar Aarav.
Hira bungkam, memang benar. Kalau sampai dia sakit, maka dia sendiri yang akan rugi.
" Mas suapi ya?" Aarav menyodorkan satu sendok makanan ke depan mulut Hira. Dapat Hira lihat, kalau Aarav memberinya nasi putih dan ayam lengkuas kesukaannya. Entah darimana Aarav bisa tahu makanan yang menjadi favoritnya itu.
" Ayo." Aarav mendekatkan sendok itu.
" Aku bisa sendiri." Hira merebut sendok itu dari tangan Aarav lalu menyiapkannya ke mulutnya. Aarav tersenyum melihat itu.
Hira mengunyah makanannya, tak terasa air mata menetes di pipinya. Ia teringat dengan sang ayah tercinta.
" Jangan bersedih! Ayah sudah tenang di atas sana." Aarav mengelus bahu Hira.
Deg...
Hira yang mendapat sentuhan seperti itu langsung menjauh dari Aarav. Entah kenapa rasanya risih sekali.
" Maaf! Mas tidak bermaksud." Ucap Aarav.
" Aku udah kenyang." Hira meletakkan sendok ke piring yang di pegang Aarav.
" Baru satu suap. Maaf kalau mas membuatmu tidak nyaman. Kamu bisa melanjutkan makan, mas keluar dulu." Aarav meletakkan piringnya ke atas nakas lalu ia segera meninggalkan kamar Hira. Hira menatap kepergiannya dengan tatapan kosong.
" Begini kah rasanya punya suami? Tapi aku tidak mencintainya, apakah ini adil untuknya?" Gumam Hira.
**
Aarav baru kembali ke kamar Hira petang hari. Ruangan nampak gelap, ternyata Hira belum menyalakan lampunya.
Klek..
Lampu menyala dengan terang, Aarav melihat Hira meringkuk di atas ranjangnya. Entah sejak kapan Hira tertidur. Aarav menghampiri Hira lalu menyelimuti tubuh Hira sebatas bahu.
" Tidurlah sayang! Semoga setelah kamu bangun, perasaanmu sudah lebih baik." Aarav menatap wajah cantik Hira. Tanpa ia sadari, ia memajukan wajahnya ke pipi Hira yang nampak bersih.
Cup...
Satu kecupan berhasil mendarat di pipi Hira dengan sempurna. Sebelum Hira menyadari semuanya, Aarav segera menjauhkan tubuhnya dari Hira. Ia melihat makanan di piring yang masih utuh. Rupanya Hira tidak menyentuhnya sama sekali setelah kepergian Aarav tadi.
" Tidak apa apa, nanti aku bujuk lagi." Aarav membawa piring berisi makanan itu ke dapur.
" Gimana? Apa Hira mau makan nak?" Tanya bu Hesti yang sedang memasak di dapur.
" Tidak ma. Sepertinya aku akan membawa Hira makan di luar nanti supaya dia bisa sedikit melukakan kesedihannya." Sahut Aarav. " Maaf ya ma, membuat mama kecewa. Mana mama udah repot repot masak begini." Sambung Aarav.
" Tidak apa apa. Masakan mama biar nanti mama kasih ke tetangga." Ujar bu Hesti di balas anggukan kepala oleh Aarav.
Aarav duduk di kursi yang ada di depan meja makan.
" Kapan rencana kamu mau membawa Hira pindah nak? Sudah terlalu lama kamu meninggalkan perusahaan. Sepertinya sudah waktunya kamu kembali ke jati dirimu yang sebenarnya." Ujar bu Hesti.
" Mungkin lusa ma. Tapi aku masih menggunakan identitas ini. Aku tidak bisa memberitahu Hira begitu saja tentang siapa aku sebenarnya. Hira baru saja kehilangan ayah dan kekasihnya. Aku tidak mau dia berpikiran kalau aku mempermainkannya." Sahut Aarav.
" Alasan apa yang kamu berikan ke Hira kalau tiba tiba kamu mengajakmu pindah ke kota?" Selidik bu Hesti.
" Itu bisa di atur nanti ma. Yang jelas aku tidak mau sampai Hira tahu identitasku yang sebenarnya."
" Sampai kapan?" Tanya bu Hesti.
" Mungkin menunggu sampai dia ada perasaan padaku. Dengan begitu, dia tidak akan meninggalkanku." Ujar Aarav.
" Terserah kamu saja, yang penting jangan kelamaan. Mama takut dia tahu lebih dulu dari orang lain." Tutur bu Hesti.
" Mama tenang saja! Tidak ada yang tahu siapa aku sebenarnya." Sahut Aarav.
" Akhirnya penantian kita berakhir sudah. Kamu bisa menemukan wanita yang mau menerima kamu apa adanya meskipun Hira belum mencintaimu, setidaknya dia tidak menolakmu dengan statusmu saat ini. Sepuluh tahun sudah kita sengaja hidup miskin demi menemukan istri yang baik untukmu." Ujar bu Hesti.
" Iya ma, do'akan semoga hubunganku denga Hira bisa langgeng selamanya." Ucap Aarav.
" Aamiin." Sahut bu Hesti.
Aarav Alaric, sengaja pindah ke desa ini hanya untuk mencari jodoh yang tidak memandang harta dan kasta. Ia bahkan sampai berpindah pindah kota namun ia tidak bisa menemukan wanita sederhana itu. Hingga ia melihat Hira kecil waktu itu, ia langsung terpesona. Namun sayangnya dulu Hira masih terlalu kecil. Hira masih sekolah dasar waktu itu, sedangkan ia sudah berumur tiga puluh tahun. Namun, meskipun Hira masih kecil, kecantikan dan kelembutan sikapnya mampu menggetarkan hati Aarav saat itu. Hingga membuat Aarav betah berlama-lama tinggal di sini. Ia bahkan selalu melindungi Hira dari jauh. Kemana pun Hira pergi, ia selalu mengintai Hira demi memastikan keselamatan sang pujaan hati.
Hira lulus sekolah menengah pertama, pak Handoyo mendatangi bu Hesti untuk meminjam uang saat itu. Bu Hesti sengaja menggunakan cara untuk bisa mendapatkan gadis yang di sukai putranya. Bu Hesti menawarkan bantuan kepada pak Handoyo, ia akan membiayai sekolah Hira sampai lulus SMA asalkan Hira bisa menjadi menantunya. Awalnya pak Handoyo menolak, namun demi cita cita sang putri tercinta, akhirnya ia menyetujui syarat itu.
Namun setelah Hira lulus sekolah, Hira justru menjalin hubungan dengan Rama. Pak Handoyo kembali mendatangi bu Hesti dan meminta maaf padanya karena ternyata putrinya mencintai orang lain. Bu Hesti dan Aarav bisa menerima saat itu, karena mereka menyadari jika perasaan tidak bisa di paksakan. Bu Hesti sudah menganggap Hira sebagai putrinya sendiri, jadi ia tidak memperhitungkan biaya yang telah ia keluarkan untuk Hira.
Pada saat itu, Aarav mencoba mendekati Hira dengan kemampuannya sendiri, namun Hira tidak pernah memberi kesempatan pada Aarav untuk mendekatinya. Hingga kabar pernikahan Hira terdengar, Aarav ingin kembali ke kota pada saat itu. Ia akan berusaha menerima kenyataan dan melupakan Hira. Namun sepertinya takdir berkata lain. Pak Handoyo mengunjunginya dan menceritakan tentang Rama. Rama yang ternyata memiliki anak dari wanita lain. Ya, pak Handoyo waktu itu pulang dari bekerja. Kebetulan ia lewat gang dekat taman. Ia terkejut melihat Rama keluar dari rumah berwarna
hijau dengan menggendong seorang anak perempuan. Pak Handoyo bersembunyi saat itu. Setelah Rama pergi, pak Handoyo mendekati pemilik rumah itu yang tak lain adalah Ayu. Ia bertanya kepada Ayu tentang hubungannya dengan Rama. Tanpa Ayu tutup tutupi, ia menceritakan kebenarannya.
Pak Handoyo sangat terkejut saat itu, ingin sekali ia memberitahu Hira tentang masalah ini, namun ia belum siap melihat sang putri terluka. Pada akhirnya pak Handoyo menyimpan sendiri masalah itu sampai pak Handoyo menutup mata. Jatuhnya pak Handoyo mungkin cara Tuhan mempersatukan mereka, Hira dengan Aarav.
" Nak!!" Suara bu Hesti membuyarkan lamunan Aarav.
" Kenapa melamun? Cepat temui istrimu gih! Ajak dia makan di luar biar hatinya terhibur." Ujar bu Hesti.
" Baik ma, aku bangunin Hira dulu." Aarav segera menuju kamar Hira.
" Semoga kamu bisa membuat Hira jatuh cinta padamu nak." Ujar bu Hesti dalam hati.
Aarav membuka pintu kamar Hira, tiba tiba...
" Aaaaaaaaaa"
TBC...