Rumah tangga yang baru dibina satu tahun dan belum diberi momongan itu, tampak adem dan damai. Namun, ketika mantan istri dari suaminya tiba-tiba hadir dan menitipkan anaknya, masalah itu mulai timbul.
Mampukah Nala mempertahankan rumah tangganya di tengah gempuran mantan istri dari suaminya? Apakah Fardana tetap setia atau justru goyah dan terpikat oleh mantan istrinya?
Ikuti kisahnya yuk.
IG deyulia2022
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 Penemuan di Warung Makan Lesehan
"Bi Marni, saya pergi dulu, ya. Saya mau ke toko. Tolong sampaikan sama Mas Dana, kalau saya pergi ke toko. Sepertinya Mas Dana sedang di kamar Raina. Saya tidak akan ke sana, takut membangunkan Raina," pamit Nala pada Bi Marni.
"Siap, Non."
Nala melangkahkan kakinya menuju pintu depan. Namun, baru saja mendekati pintu, Dana tiba-tiba muncul.
"Sayang kamu mau ke mana? Apakah ada yang mendesak di toko?" tegur Dana menahan langkah kaki Nala. Sudah biasa, setiap habis sholat Subuh, Dana selalu diminta Raina untuk menemaninya tidur kembali.
Selain itu juga, Dana membiasakan Raina sholat subuh pada putri semata wayangnya. Raina mau sholat asal setelah sholat, Dana harus menemaninya tidur kembali. Dana menyanggupi, yang penting sang putri nurut.
Raina memang terlihat manja kepada Dana, Nala maklum dan sama sekali tidak mempermasalahkan sikap anak itu. Dana pun begitu memanjakan Raina, tidak sedikitpun kalimat kasar keluar dari mulutnya.
Dana tidak mau menyia-nyiakan kebersamaan dengan sang putri yang singkat itu, dengan sikap atau omongan yang kasar, apalagi baru kali ini Devana dengan rela hati membiarkan Raina tinggal bersamanya selama liburan. Jadi, wajar kalau Dana memanjakan Raina.
Nala menoleh ke arah Dana. Nala bukan bermaksud tidak mau pamit sama Dana tadi, berhubung Dana sedang ngelon Raina. Jika tidurnya terganggu, Raina akan kesal seperti kemarin-kemarin. Dia pasti akan ngomel pada Dana. Dan Nala pasti kena imbasnya.
"Iya, Mas, aku mau ke toko sebentar. Aku mau ngecek barang yang habis," jawab Nala menghampiri Dana lalu mencium tangannya.
"Apakah Mas Dana hari ini tidak ke kantor?" Nala bertanya.
"Sebentar lagi. Kamu hati-hati, ya," ujar Dana sembari menatap sang istri dalam. Sejak perdebatan mereka setelah jalan-jalan dari taman rekreasi kebun bunga beberapa hari lalu, Dana dan Nala sudah baikan lagi. Nala perlahan memaafkan sikap Dana, walaupun dalam hati masih tersimpan kesal sampai hari ini.
"Iya, Mas. Assalamualaikum." Nala berlalu tidak lupa mengucap salam. Dana membalas salam Nala sembari menatap kepergian istrinya yang usianya terpaut jauh dengannya, beda sembilan tahun dengannya. Maka dari itu kadang-kadang sikap Nala sesekali dianggap persis anak remaja yang merajuk. Bahkan menurut sang Mama, Bu Diana, sikap Nala kekanak-kanakan.
Motor Nala sudah terdengar derunya, lalu melaju dan deru motornya lama-kelamaan menghilang.
Dana pun segera bersiap, karena hari ini dia harus ke kantor. Sementara Raina bisa ia tinggal di rumah bersama Bi Marni.
Setelah Dana sarapan, ia pun segera berangkat, tidak lupa berpesan pada Bi Marni untuk menyampaikan bahwa dirinya pergi bekerja dan sudah berpamitan saat Raina terlelap.
"Iya, Den. Nanti bibi sampaikan salamnya sama Non Raina."
Dana segera keluar dan menghidupkan mobil, setelah itu mobilnya segera melaju meninggalkan halaman rumah.
Sementara itu Raina terbangun satu jam setelah kepergian Dana. Gadis yang baru berusia 11 tahun dan duduk di kelas tujuh itu, bergeliat malas meregangkan otot tangannya yang terasa kaku. Sejenak ia menikmati rasa malas saat harus bangkit dari tempat tidur.
Akhirnya Raina memaksa tubuhnya untuk bangun.
"Ihhh, malas banget mandi," kesalnya seraya bangkit dan lebih memilih meraih Hp yang dia letak di atas meja rias dari semalam. Hp itu dia nyalakan, sebab malam tadi Raina sengaja mematikan Hp atas perintah Dana. Dana melarang Raina menyalakan Hp kalau Raina tidur.
"Aku telpon mama saja, biar nanti pas papa pulang kerja, aku bisa langsung dijemput dan diajak makan di restoran," ujarnya seraya mencari kontak sang mama.
"Mama, nanti mama siap-siap jemput Raina di rumah papa. Raina ingin makan di luar bertiga. Mama langsung ke sini setelah ngajar, ya," pinta Raina.
Tidak berapa lama, pesan itu berbalas.
"Ok. Tungguin mama, ya, Sayang," balas Devana, dan panggilan itu berakhir.
Sementara itu di toko kosmetik milik Nala. Saat ini Nala sedang sibuk memeriksa barang yang sudah habis. Dia harus segera menghubungi distributor untuk mengirim barang pesanannya ke toko.
Setelah pengecekan selesai dan mencatat barang apa saja yang habis dan harus dipesan. Nala pun segera menghubungi beberapa distributor untuk mengirimkan barang ke tokonya.
Jam di tangan pun hampir menuju ke angka tiga sore, Nala sampai tersentak. Dia tidak menduga waktu sudah menuju sore. Ternyata pekerjaan cuma mengecek barang saja memakan waktu lama, padahal Nala tadi sudah dibantu satu orang pekerjanya.
"Mbak Nala, mau pulang sekarang atau nanti saja setelah distributor itu datang?" tanya salah satu pekerja di toko Nala.
"Sepertinya saya pulang sekarang saja, Mbak. Soalnya ini udah mau sore. Kalian juga sebentar lagi mau tutup toko juga jam empat. Biar besok saja distributor itu mengirimkan barangnya, besok saya ke toko lagi. Tapi sebelum saya tiba dan Distributor itu ternyata datang duluan, saya titip list barang yang sudah saya catat. Cocokkan barangnya dengan yang ada di list ini," urai Nala menjelaskan, sebelum ia pergi dari toko.
"Baiklah, Mbak."
Setelah Nala memberikan arahan untuk besok pada pekerjanya, Nala pun pulang. Sore itu, jalan sudah ramai dengan penjual kaki lima di sisi kiri dan kanan jalan.
Motor Nala tiba di sebuah lapangan sepak bola di kota itu, kebetulan jalan pulang utama ke rumahnya memang melewati lapangan sepak bola. Setiap sore lapangan bola itu selalu ramai oleh orang-orang yang sengaja cuci mata atau sekedar makan lesehan di sana.
Nala menghentikan motornya tepat di depan pedagang baso tahu, ia mendadak ingin makan baso tahu. Untung saja pembeli belum banyak, Nala segera memesan baso tahu tiga porsi. Untuknya, Dana, dan Raina.
"Berapa, Bu?" tanya Nala seraya merogoh tasnya, setelah baso tahu itu siap.
"30 ribu, Mbak." Nala merogoh dompetnya dan mengambil uang dari dompet.
"Terimakasih banyak, Bu," ucap Nala setelah ia membayar baso tahunya. Nala kembali menuju motor seraya menggantung kantong baso tahu di pengait motor. Ketika kepala Nala mendongak, tidak sengaja ia justru melihat pemandangan yang membuat matanya mendadak perih.
Tatap matanya tajam, menuju sebuah tempat makan lesehan. Nala melihat dengan jelas di sana ada Dana, Devana, dan Raina, tengah asik makan bersama dalam satu meja lesehan, menikmati ayam geprek di sana.
"Jadi, setelah pulang kerja, Mas Dana sengaja membawa mereka makan bersama di tempat ini? Tega banget kamu, Mas. Istri sendiri dilupakan, tapi mantan istri justru diutamakan," bisiknya sedih dengan air mata yang mulai berderai.
Nala ingin menghampiri mereka bertiga, akan tetapi urung karena suasana di tempat lesehan itu ramai. Nala pun segera pergi dan melajukan motornya menuju rumah, dengan suasana hati yang dongkol luar biasa.
kuncinya dana harus tegas dan mertua g ikut campur
bener2 mertua jahat bisa2nya GK bisa bedain mana wanita terhormat dan wanita bar2.