Christian Edward, seorang yatim piatu yang baru saja menginjak usia 18 tahun, dia harus keluar dari panti asuhan tempat ia di besarkan dengan bekal Rp 10 juta. Dia bukan anak biasa; di balik sikapnya yang pendiam, tersimpan kejeniusan, kemandirian, dan hati yang tulus. Saat harapannya mulai tampak menipis, sebuah sistem misterius bernama 'Hidup Sempurna' terbangun, dan menawarkannya kekuatan untuk melipatgandakan setiap uang yang dibelanjakan.
Namun, Edward tidak terbuai oleh kekayaan instan. Baginya, sistem adalah alat, bukan tujuan. Dengan integritas yang tinggi dan kecerdasan di atas rata-rata, dia menggunakan kemampuan barunya secara strategis untuk membangun fondasi hidup yang kokoh, bukan hanya pamer kekayaan. Di tengah kehidupan barunya di SMA elit, dia harus menavigasi persahabatan dan persaingan.sambil tetap setia pada prinsipnya bahwa kehidupan sempurna bukanlah tentang seberapa banyak yang kamu miliki, tetapi tentang siapa kamu di balik semua itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BlueFlame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Surat dari SMA Nusantara
---
Tiga hari kemudian
Bagi orang lain, itu adalah masa penantian yang penuh kecemasan. Bagi Edward, itu adalah tiga hari produktifitas murni.
Dia tidak duduk diam dan menunggu telepon berdering. Sebaliknya, dia menghabiskan waktunya untuk mengasah kemampuan barunya. Dengan `Fotografi Memori`, dia menemukan bahwa belajar bahasa asing menjadi jauh lebih mudah. Dia mengunduh beberapa aplikasi pembelajaran bahasa dan dalam waktu dua hari, dia sudah menguasai dasar-dasar percakapan dalam bahasa Inggris dan Jerman, bukan hanya hafal kosakata, tapi juga memahami tata bahasa dengan sempurna.
Di malam hari, dia membersihkan apartemennya untuk kedua kalinya, tidak karena kotor, tapi karena itu adalah ritual yang menenangkan.
saat dia sedang meninjau peta kota untuk mencari rute tercepat ke sekolah jika dia diterima, sebuah notifikasi muncul.
---
**Misi Sosial: Fondasi Komunitas**
**Deskripsi:** Manusia adalah makhluk sosial. Sebuah rumah bukanlah sebuah benteng yang terisolasi. Mulai membangun jaringan kecil di sekitar tempat tinggal Anda.
**Tugas:** Perkenalkan diri Anda pada setidaknya satu tetangga di lantai yang sama.
**Waktu:** 24 Jam
**Hadiah:**
- Skill: [Intuisi Sosial (Level 1)] - Kemampuan untuk merasakan niat dan emosi kasar orang lain melalui bahasa tubuh dan nada suara.
- Rp 500.000
**Gagal:** Tidak ada hukuman.
---
Edward mengerutkan kening. Misi ini jauh lebih sulit baginya daripada ujian fisika. Dia terbiasa sendirian. Berinteraksi dengan orang asing tanpa tujuan yang jelas terasa... sangat aneh.
Tapi sistem yang memintanya. Edward menatap pintu apartemennya, lalu melihat ke koridor yang sepi. Dia menghela napas. "Tidak ada pilihan lain."
Edward keluar, lalu berdiri di depan pintu sebelahnya. Dia mendengar suara TV dari dalam. Setelah beberapa saat menenangkan diri, dia mengetuk pintu itu.
Tidak ada jawaban. Dia mencoba lagi. Masih tidak ada jawaban. "Mungkin tidak ada orang," gumamnya, merasa sedikit lega.
Tapi saat dia akan berbalik, pintu di seberang koridor, dua unit dari miliknya, terbuka. Seorang wanita paruh baya keluar dengan kantong sampah. Dia melihat Edward dan tersenyum ramah.
"Mencari seseorang, Nak?" tanyanya.
"Eh, iya, Bu. Mau kenalan sama tetangga aja, kayaknya lagi tidak ada orang," jawab Edward sedikit canggung.
"Oh, Bapak-Ibu di sebelah kamu itu biasanya pergi pagi, baru pulang malam. Anaknya juga sudah kuliah. Saya Diana, tinggal di unit 23," kata wanita itu sambil menjabat tangan Edward.
"Saya Edward, Bu. Baru pindah di unit 21. Senang berkenalan dengan ibu."
"Nak Edward masih sekolah atau kuliah?"
"Sekolah, Bu. Mudah-mudahan bisa masuk Nusantara Prestasi."
mata Bu Diana melebar. "Wah, sekolah bagus itu! Pasti pintar sekali kamu ya, Nak."
Edward hanya tersenyum tipis. "Saya berusaha, Bu."
Setelah percakapan singkat itu, Edward kembali ke apartemennya.
Misi selesai.
[Misi 'Fondasi Komunitas' selesai.]
[Hadiah: Rp 500.000 telah ditambahkan.]
[Hadiah: Skill [Intuisi Sosial (Level 1)] telah ditambahkan.]
[Saldo saat ini: Rp 35.530.000]
Tiba-tiba, Edward merasakan pergeseran halus dalam persepsinya. Saat dia mengingat kembali percakapan dengan Bu Diana, dia bisa merasakan kebaikan tulus yang keluar dari wanita itu, bukan sekadar basa-basi.
Skill ini akan sangat berguna nanti, saat akan membangun relasi.
Beberapa jam kemudian, ponselnya bergetar. Bukan notifikasi sistem. Sebuah pesan masuk dari nomor tidak dikenal.
`Lo pikir lo siapa, berani-beraninya ngelawan gue di sekolah? Gue udah cari tahu lo. Anak panti asuhan yang sok jago. Lo kira dengan nilai sempurna lo bakal aman?`
Edward mengerutkan kening. Pesan itu jelas dari Bara. Tapi yang lebih menarik adalah kalimat "nilai sempurna".
'sepertinya aku lu...'
Sebelum sempat memikirkan lebih lanjut, ponselnya bergetar lagi. Kali ini, sebuah panggilan dari nomor tak dikenal.
"Halo, dengan Christian Edward?"
"Iya, saya sendiri."
"Selamat siang, Edward. Saya dari panitia penerimaan SMA Nusantara Prestasi. Kami ingin menginformasikan bahwa... surat resmi hasil seleksi telah dikirim ke alamat domisili yang Anda cantumkan. Harap ditunggu ya."
Panggilan itu terputus. Formal. Tidak ada kejelasan. Edward menatap ponselnya, lalu ke arah pintu. Alamat yang dia cantumkan adalah alamat apartemen ini.
***
Keesokan harinya, seorang kurir datang dengan sebuah amplop coklat kertas berkualitas tinggi. Logo Nusantara Prestasi tercetak emas di pojok kiri atas. Jantung Edward, yang selalu tenang, berdegup sedikit lebih cepat.
Dia membawa amplop itu ke dalam meja, meletakkannya dengan rapi. Dia menatapnya sejenak, lalu membukanya dengan hati-hati.
Edward menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkan selembar kertas yang sama tebalnya. Di bagian atas, tertulis dengan huruf yang elegan:
*Berdasarkan hasil evaluasi dari ujian tertulis dan wawancara yang telah dilaksanakan, dengan ini kami mengucapkan...*
Edward membaca kalimat itu berulang-ulang. Napasnya tertahan di tenggorokan. Matanya terus bergerak ke bawah, membaca kalimat terakhir yang menjadi penentu.
*...dengan bangga kami menyatakan bahwa Anda, Christian Edward, DITERIMA sebagai siswa baru SMA Nusantara Prestasi angkatan 2025.*
Dia meletakkan kertas itu di atas meja. Sebuah senyum tipis, namun sangat tulus, akhirnya terukir di wajahnya. Bukan senyum kemenangan, tapi senyum kelegaan. Dia berhasil. Jalannya sekarang sudah terbuka.
Edward mengambil ponselnya, membuka rekening banknya. Saldo Rp 35.530.000. Uang pangkal Rp 25.000.000 dan biaya pendaftaran yang sudah dibayar. Masih tersisa cukup untuk beberapa bulan SPP.
Tapi tiba-tiba, sebuah pesan lain masuk dari Bara.
`Lo diterima ya? Selamat. Tapi jangan senang dulu. Permainan baru aja dimulainya. Gue bakal bikin lo muntah-muntah minta ampun.`
Edward membaca pesan itu dengan ekspresi datar.
'kayak anak puber yang kurang makan saja'
Dulu, ancaman seperti itu mungkin akan membuatnya waspada. Tapi sekarang, dengan skill `Intuisi Sosial` yang baru, dia bisa "merasakan" ketakutan dan ketidakamanan di balik kata-kata Bara. Ancaman itu lahir dari rasa takut bahwa posisinya terancam.
Edward tidak membalas pesan itu. Dia hanya memblokir nomor Bara.
Baginya, ancaman itu tidak berarti apa-apa. Dia sudah melewati terlalu banyak hal untuk takut pada anak manja yang hanya bisa berteriak. Dia punya rencana. Dia punya tujuan. Dan ancaman Bara hanyalah debu kecil di jalan menuju kehidupan yang dia rancang sendiri. Kemudian menatap pantulan wajahnya di cermin dan nyeletuk narsis.
'Aku memang sangat tampan sih, mungkin karena itu dia merasa terancam '
Dia mengambil surat penerimaannya, membacanya sekali lagi, lalu menyimpannya dengan rapi di dalam laci. Hari pertama di Nusantara Prestasi akan segera tiba.
'huft, udah nggak sabar.'