Susan tak pernah menyangka dirinya di timpa begitu banyak masalah.
Kematian, menghianatan, dan perselingkuhan. Bagaiamana kah dia menghadapi ini semua?
Dua orang pria yang menemaninya bahkan menyulitkan hidupnya dengan kesepakatan-kesepatan yang gila!
Akan kah Susan dapat melewati masalah hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SabdaAhessa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
06. Alice
Di sebuah mension yang besar dan mewah. Bahkan mension ini dua kali lipat dari mension milik Keluarga Sanders. Ya, ini adalah mension milik Edward, dengan nuansa hitam membuatnya bangunan itu semakin gagah.
Di halaman belakang terdapat lapangan golf. Edward duduk disana sambil menunggu James. Edward sudah selesai bermain golf, dia duduk di sebuah kursi. Lalu seorang pelayan memberikan sebotol air mineral.
"Mension ini jadi sepi sejak Susan tak pernah datang lagi." Kata Edward pada dirinya sendiri.
Dia melihat ke sebuah ruangan di lantai atas yang bersebelahan dengan kamar pribadinya. Itu adalah perpustakaan pribadi yang di buat oleh Edward untuk Susan. Karena Edward tau Susan sangat suka membaca. Akhirnya dia merenovasi ruangan itu menjadi perpustakan.
Semua interior perpustakaan sesuai dengan permintaan Susan, kolaborasi warna coklat dan cream. Bahkan Edward sampai menyewa seorang arsitek nomor satu di negara itu untuk memberikan yang terbaik bagi Susan.
Tapi sekarang, ruangan itu sudah lama sekali tak kunjungi oleh Susan. Padahal dulu, sewaktu mereka masih menjadi sepasang kekasih. Hampir tiap hari Susan datang dan menghabiskan waktunya disana.
Bahkan saat Edward keluar negeri pun dia sering menghabiskan waktu disana seorang diri. Edward mengenang masa lalunya saat masih bersama Susan. Dia sangat merindukan sosok cantik dan anggun itu.
Dia juga mengingat kejadian semalam, dirinya mencium pipi Susan saat Susan masih belum sadarkan diri. Dia juga mengecup telinga Susan dengan lembut lalu menciuminya. Sampai dia terbawa suasana, mengecupnya begitu keras hingga meninggalkan bekas cupang disana.
Edward tau pasti Susan sedang mengumpati dirinya saat menyadari bekas cupang itu. Belum lagi jika Peter mengetahuinya. Pasti mereka akan bertengkar perihal itu.
Tapi, apa boleh buat. Edward merasa tak perlu khawatir soal apapun. Bahkan dia bisa mengurung Susan di mension ini jika dia mau. Tanpa meminta persetujuan Susan dan membunuh Tuan Sanders dan Peter. Agar Susan kembali menjadi miliknya. Tapi yang Edward inginkan adalah ketersediaaan Susan bagi dirinya. Dia ingin mau sama mau, tanpa paksaan. Seperti dulu saat mereka memadu kasih.
"Permisi, Tuan. Anda memanggil saya?" Tanya James membuyarkan lamunan Edward.
"Kau sudah mengurus data untuk mayat-mayat itu?" Tanya Edward.
"Sudah, Tuan. Saya sudah memalsukan data diri mereka dan membuat mereka seolah melakukan penyerangan di kafe itu.Saya juga sudah mengurus keluarga mereka. Tuan Sanders tidak akan curiga dan tidak akan menemukan celah, Tuan. " Jawab James.
"Bagus." Kata Edward sambil mengangguk. "Lalu bagaimana dengan agent itu?" Edward kembali bertanya.
Edward menyeka keringat di dahinya. Dia terlihat begitu seksi dan menggoda. Walaupun usianya kini sudah 30 tahun, tapi dia masih terlihat sangat segar dan menggoda. Siapapun pasti akan terpesona saat melihatnya. Namun siapa yang berani melakukan itu? Edward pasti mencongkel mata mereka jika memandangnya dengan nafsu. Karena hanya Susan yang boleh melakukan apapun pada dirinya.
"Namanya Alice, saya sudah memastikan dia adalah agent terbaik dan saya sudah mengetesnya, Tuan." Kata James.
Edward menatap James. Dia melihat sudut bibir James terluka. Luka itu baru dan masih basah.
"Kau memang yang terbaik, James. Kau tau selera ku, mata mu sudah seperti mata ku, dan otak mu juga seperti otak ku. Aku percaya pada pilihan mu." Kata Edward.
Edward tau, pasti luka di sudut bibir James itu karena dia mengetes seberapa hebat agent yang bernama Alice itu. Pasti James mengetesnya dengan berduel satu lawan satu.
James hanya menjawab dengan menganggukkan kepala.
"Aku sudah memprovokasi Tuan Sanders untuk mencarikan bodyguard khusus untuk Susan. Jadi tugas mu sekarang adalah memastikan bahwa Tuan Sanders akan memilih Alice."
"Baik, Tuan. Saya sudah menempatkan nama Alice untuk menjadi nomor satu di seluruh pelatihan agent. Dengan background Alice yang ahli IT dan jago bela diri, pasti Tuan Sanders memilihnya." Kata James.
"Bagus." Kata Edward memberikan tongkat golf emasnya pada James.
Dia berdiri dan berjalan menuju buggy yang akan mengantarnya kembali ke mansion. James mengikutinya dari belakang.
********
Pagi itu, saat Susan terbangun dia sudah mendapati dirinya sendiri di atas kasur. Sepertinya Peter sudah bangun lebih dulu.
"Dia pasti masih marah." Kata Susan.
Susan segera pergi mandi dan berganti pakaian. Menggunakan celana panjang putih dan kemeja berwarna baby pink. Membiarkan rambutnya terurai. Sungguh kecantikan yang alami dan sederhana.
Susan segera menuju ke ruang makan. Disana sudah ada Tuan Sanders dan Peter yang sudah menunggunya di meja makan panjang. Tuan Sanders duduk di ujung meja, di kursi kekuasaannya. Peter duduk di sisi ayahnya. Serta para pelayan yang berdiri siap melayani mereka.
Susan merasa canggung saat melihat Peter. Berusaha menebak apakah Peter menceritakan soal bekas cupang ini ke ayahnya atau tidak.
Lalu Susan duduk di hadapan Peter. Menggigit bibirnya, berusaha menutupi perasaannya yang gugup.
"Ada apa, Susan?" Tanya Tuan Sanders.
"Hmm? Tidak ada, ayah." Jawab Susan. Sepertinya Peter tidak menceritakan apapun. Susan merasa lega, karena jika Peter menceritakan soal itu, Susan pasti gelagapan untuk menjawabnya. Dirinya sendiri juga tidak tau sejak kapan bekas cupang itu ada disana.
"Susan, Dokter Joshua akan datang untuk mengobati tangan mu. Ayah juga sudah memilih seorang agent yang akan menjadi bodyguard sekaligus asisten mu." Kata Tuan Sanders.
"Ayah.." Susan memandang ayahnya.
"Kali ini kau tidak boleh menolak. Saat ayah sudah tiada, Peter mungkin tidak bisa menemani mu 24 jam karena dia juga harus mengurus perusahaan. Jadi kau harus punya seseorang yang bisa menemani mu." Kata Tuan Sanders.
"Besok malam, ayah mengundang Edward untuk makan malam bersama kita." Lanjut Tuan Sanders.
Susan yang sedang meminum susu hangat langsung tersedak mendengar itu. Dadanya seketika terasa sakit dan sulit bernafas.
"Uhuk uhukk!!"
"Susan kau baik-baik saja?" Tuan Sanders langsung berdiri.
"Biar aku saja." Kata Peter menahan ayahnya.
Peter segera menghampiri Susan, mengelus-elus punggung Susan. Memegangi lengannya, lalu menawarkan segelas air mineral. Namun Susan menggeleng, melambaikan tangan memberi tanda bahwa dia baik-baik saja.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Peter.
Susan mengangguk. Lalu Susan melihat ke arah ayahnya. "Makan malam disini?" Tanya Susan.
Kali ini Tuan Sanders yang mengangguk. Susan melirik ke arah Peter, berusaha melihat bagaimana respon Peter atas rencana ayahnya itu. Tapi Peter hanya membuang muka ke arah lain, seakan enggan menanggapi.
"Aku akan berangkat sekarang. Kau temui Joshua dulu, baru temui asisten mu itu." Kata Peter sambil mencium puncak kepala Susan, lalu menyambar jasnya dan pergi begitu saja dengan di ikuti oleh Traver.
Peter tak berpamitan apapun pada ayahnya. Susan bisa membaca situasi ini, pasti Tuan Sanders mengambil keputusan tanpa berunding dulu dengan Peter.
*******
Setelah sarapan, Susan menunggu kedatangan Dokter Joshua untuk mengobati pergelangan tangannya. Dia duduk di balkon sambil membaca sebuah buku.
Sesekali termenung mengingat mendiang calon anaknya. Sesekali juga teringat sosok Edward yang datang kembali ke kehidupannya. Edward menempatkan dirinya di situasi yang sulit di cerna.
Lalu terdengar seorang pelayan mengetuk pintu kamar. Memberi kabar bahwa Dokter Joshua sudah datang. Susan segera keluar dari kamar dan menuju ke ruang tengah.
Ruang tengah di mension itu besar dan mewah. Sofa-sofa yang mahal dan empuk berjejer rapi.
Dokter Joshua segera memeriksa tangan Susan, memperbannya lalu memberikan beberapa obat minum dan obat salep.
"Ada salam dari Abell." Kata Dokter Joshua.
"Apa?"
"Katanya, kalau boleh, dia ingin datang kemari menjenguk mu. Dia selalu menanyakan kabar mu." Kata Dokter Joshua.
"Tentu saja boleh. Apa dia baik-baik saja setelah ledakan bom itu?" Tanya Susan.
"Hanya luka kecil, aku sudah mengobatinya."
Susan mengangguk.
"Sudah selesai, jangan terlalu banyak menggerakannya!" Kata Joshua selesai memperban pergelangan tangan Susan.
"Aku akan ke kamar Tuan Sanders, kau di minta untuk tetap disini menunggu bodyguardmu datang." Sambung Joshua.
"Apa penyakit ayah kambuh lagi?" Tanya Susan.
"Tidak, hanya saja tekanan darahnya cukup tinggi dari kemarin. Mungkin itu karena dia sangat mengkhawatirkan mu." Kata Dokter Joshua.
Susan menghela nafas panjang. Sedangkan Joshua segera berlalu ke kamar ayahnya. Kini keadaan ayahnya semakin hari semakin melemah. Di tambah dengan pekerjaan-pekerjaan yang tak kunjung selesai dan para musuh mafianya yang ingin membuatnya jatuh dan berlutut.
Tak selang lama, seorang wanita yang bertubuh tinggi atletis dengan rambut sebahu datang bersama beberapa pengawal.
Mereka membungkukkan badan memberi hormat pada Susan. Susan fokus pada seorang wanita itu, dia cantik dan terlihat gagah. Badannya cukup berisi dan padat.
"Apa kau yang akan menjadi bodyguard ku?" Tanya Susan pada wanita itu.
"Betul, Nyonya." Jawabnya sembari menundukkan kepala.
"Duduklah!" Suruh Susan.
Wanita itu sedikit terkejut, namun dia menuruti perintah Susan. Duduk di sofa yang bersebrangan dengan Susan.
"Jadi namamu Alice?" Tanya Susan.
Alice mengangguk lagi.
"Baiklah, anggap aku sabagai teman mu, aku tidak suka kondisi terlalu formal. Aku juga tidak akan bertanya banyak hal karena ayah pasti sudah melakukan itu pada mu." Kata Susan.
"Pergilah istirahat, aku akan pergi ke kamar ku." Susan berdiri.
"Maaf Nyonya, tapi saya di tugaskan untuk selalu mendampingi Nyonya." Kata Alice.
"Aku mau tidur, Alice. Memangnya kau mau menemani ku tidur juga menggantikan Peter?" Kata Susan.
Perkataan Susan sontak membuat beberapa pengawal yang sebelumnya menemani Alice masuk jadi terkekeh. Mereka langsung menahan tawanya.
"Maksud saya, saya harus berjaga di depan kamar nyonya." Alice menjelaskan.
"Terserah kau saja."
Susan berjalan menuju kamarnya dengan di ikuti Alice. Dia merasa sedikit risih dengan kehadiran Alice yang akan menjadi buntutnya kemanapun dia pergi.
Karena selama ini juga risih ketika melihat Traver yang selalu mengikuti Peter kemanapun dia pergi. Susan dan Peter seakan tak memiliki waktu berdua.
Setelah memastikan Susan masuk ke dalam kamarnya. Alice memperhatikan sekitar. Lalu memencet sebuah tombol di jam tangan smartwatch nya. Setelah itu dia berusaha bersikap normal lagi.
******
"Tuan, Alice sudah bersama dengan Nona Susan." Kata James pada Edward yang duduk di ruang kerjanya.
Jadi tombol kecil di smartwatch yang di pencet Alice tadi adalah sebuah signal untuk James, memberitahukan dirinya sudah bersama dengan Susan di mension itu.
Edward menyeringai. "Bagus, jadi semua berjalan sesuai rencana."
Rencana Edward sejauh ini berjalan dengan mulus. Dia sudah berhasil membuat Susan sepakat dengan perjanjian itu. Dan juga sudah menjadikan Alice sebagai pengawal pribadi Susan. Dengan begitu dia bisa mengetahui semua hal yang terjadi pada Susan tanpa terkecuali.
Bersambung..