Arzhel hanyalah pemuda miskin dari kampung yang harus berjuang dengan hidupnya di kota besar. Ia terus mengejar mimpinya yang sulit digapai.nyaris tak
Namun takdir berubah ketika sebuah E-Market Ilahi muncul di hadapannya. Sebuah pasar misterius yang menghubungkan dunia fana dengan ranah para dewa. Di sana, ia dapat menjual benda-benda remeh yang tak bernilai di mata orang lain—dan sebagai gantinya memperoleh Koin Ilahi. Dengan koin itu, ia bisa membeli barang-barang dewa, teknik langka, hingga artefak terlarang yang tak seorang pun bisa miliki.
Bermodalkan keberanian dan ketekunan, Arzhel perlahan mengubah hidupnya. Dari seorang pemuda miskin yang diremehkan, ia melangkah menuju jalan yang hanya bisa ditapaki oleh segelintir orang—jalan menuju kekuatan yang menyaingi para dewa itu sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6 Pedang bermata dua
Srek!
Arzhel meringis. Untuk pertama kalinya ekspresinya berubah, tatapannya dipenuhi amarah dan dendam. Pandangannya menusuk Laura begitu dalam, membuat darah di tubuh gadis itu serasa berhenti mengalir.
Laura menegang. Ia merasa hidupnya sudah berakhir.
Namun—dari belakang, Austin yang berlumuran darah masih berdiri. Dengan sisa tenaganya, ia mendorong tubuh Arzhel kuat-kuat.
Arzhel terhuyung ke arah jendela gedung yang terbuka. Austin ikut terhempas bersamanya.
“AUUSTIN!!!” Laura berteriak, namun tangannya berhasil meraih lengan pria itu.
Keduanya terhenti di tepi, tubuh Austin tergantung dengan satu pegangan. Mereka saling menatap—mata penuh air mata, penuh rasa takut kehilangan, sekaligus cinta yang membara.
Laura berusaha menariknya. Austin justru meraih wajahnya, lalu tersenyum tipis. “Selama kau bersamaku… tidak ada yang bisa memisahkan kita.”
Laura menangis, memeluknya erat. Keduanya akhirnya saling merapat dalam dekapan.
Dan di tengah teror serta darah yang bercecer, mereka menemukan sesuatu yang abadi: cinta mereka yang tak tergoyahkan. Mereka berdua akhirnya hidup dengan bahagia.
“CUT!!!”
Suara lantang sutradara menggema di studio. Namun, suasana masih belum kembali normal.
Sutradara, kru, bahkan para pemain tambahan terdiam mematung. Mereka semua memandang Arzhel dengan ekspresi kaku, terkejut, sekaligus kagum, seolah masih belum bisa melepaskan diri dari bayangan karakter jahat yang baru saja ia perankan.
Beberapa kru bahkan saling berbisik dengan wajah pucat.
“Dia… apa dia selama ini menjadi figuran tanpa kita sadari bakatnya yang sesungguhnya.
"Dia benar-benar terlihat seperti iblis sungguhan tadi...”
“Tatapannya… aku masih merinding.”
Mikro-ekspresi, intonasi suara, gerak tubuh, hingga aura dingin yang memancar dari Arzhel terasa terlalu nyata. Bukan sekadar akting, tapi seolah ia benar-benar penjahat yang lahir untuk menghancurkan segalanya.
Austin masih terduduk di lantai, menahan napasnya sendiri. Ia tahu itu hanya adegan, hanya akting, tapi entah kenapa detik-detik saat Arzhel menindih kepalanya dan menghinanya dengan kata-kata sadis, benar-benar membuatnya takut.
“Sial…” gumamnya pelan, masih belum percaya bahwa itu adalah akting semata.
Sementara itu, Laura duduk terpaku di tengah set. Jantungnya berdegup kencang, tubuhnya menggigil hebat. Ia menatap kosong ke arah Arzhel yang masih terbaring di atas matras pelindung.
Tatapan penuh kebencian dan niat membunuh dari Arzhel terus menghantui pikirannya, seolah masih menusuk hingga ke dalam jiwanya.
Ketika kru mendekat, memberi air minum dan mengipasinya, Laura bahkan tidak mendengarnya. Tubuhnya gemetar, bibirnya pucat. Trauma diujung kematian itu terasa sangat nyata.
Di sisi lain, Arzhel masih terbaring, menghela napas berat. Ia meraba dadanya, di mana pisau syuting dengan magnet masih menempel. Bagi kru, itu hanyalah properti. Tapi bagi Arzhel, sensasi tertusuk itu terasa benar-benar nyata—rasa sakit, dinginnya logam, hingga darah palsu yang menyertainya.
"Semua itu… terasa begitu nyata,” gumamnya pelan.
Daniel menghampiri, wajahnya penuh kekaguman.
“Bro, kau baik-baik saja? Aku tidak pernah menyangka aktingmu bisa se-realistis itu. Kau seharusnya melihat wajah sutradara dan kru tadi, semuanya terdiam. Kau membuat mereka lupa kalau ini hanya syuting.”
Arzhel bangkit perlahan, tanpa menjawab. Wajahnya tetap tenang, tapi matanya menyiratkan sesuatu yang gelap. Ia berjalan keluar dari set dengan langkah pelan namun mantap.
Laura menoleh, menatap punggung Arzhel yang menjauh. Kru masih sibuk di sekitarnya, namun Laura tak mendengar apapun. Pandangannya kosong, hatinya gamang—ada keinginan untuk memanggil Arzhel, tapi lidahnya kelu. Seolah sesuatu menahan suaranya.
Di ruang ganti, Arzhel menjatuhkan diri di kursi panjang. Tubuhnya terasa berat, kepalanya dipenuhi perasaan asing yang tak bisa ia jelaskan. Dengan tangan gemetar, Arzhel membuka loker, mengambil ponsel, lalu membuka aplikasi E-Market Ilahi.
Jarinya langsung mengetik dan membuka kembali deskripsi “Teknik Seni Peran Sejati”. Ia membacanya perlahan, detail demi detail, berharap menemukan petunjuk. Namun tidak ada satu pun keterangan mengenai efek samping dari kemampuan tersebut.
Dengan wajah suram, Arzhel akhirnya membuka jendela pesan dan langsung menghubungi Dewa Seribu Muka, penjual teknik itu.
🗨️ [Obrolan: Dewa Seribu Muka🎭]
Arzhel, Dewa Modern✈️: “Dewa Seribu Muka, aku yang membeli barang daganganmu. Seni Peran Sejati”
Balasan datang cepat dan penuh nada sopan.
Dewa Seribu Muka🎭: “Oh! Terima kasih banyak, pelanggan terhormat 😄🙏 Senang sekali teknikku akhirnya laku juga.”
Arzhel menatap layar dingin-dingin. Tangannya mengetik cepat.
Arzhel, Dewa Modern✈️: “Kau bercanda? Aku ingin jawaban. Apakah ada efek samping dari teknik ini?”
Balasan datang agak terlambat.
Dewa Seribu Muka🎭: “Tentu saja tidak ada yang salah dengan deskripsinya 😊 Semua sudah tertulis jelas.”
Arzhel menggertakkan gigi. Jemarinya bergerak cepat dan penuh emosi di layar.
Arzhel, Dewa Modern✈️: “Jangan main-main denganku. Jelas ada yang salah. Aku merasakan sakit, emosi, semuanya benar-benar nyata. Kau pikir aku tidak tahu perbedaan antara akting dan kenyataan?”
Balasan kali ini lebih tergesa.
Dewa Seribu Muka🎭: “E-eh… b-bukan begitu! Mungkin itu hanya sugesti… iya, sugesti! Kau pasti terlalu menghayati, hehe.”
Arzhel mengetik dengan aura marah yang bahkan terasa menekan dari balik ponsel.
Arzhel, Dewa Modern✈️: “Kalau kau tidak ingin jujur, maka aku akan melaporkanmu ke developer. Menjual barang dengan deskripsi palsu adalah penipuan! Aku tidak akan tinggal diam!”
Pesan itu membuat ikon lawan bicara diam cukup lama. Hingga akhirnya balasan masuk, huruf-hurufnya tampak kacau, seperti orang yang sedang panik.
Dewa Seribu Muka🎭: “T-tunggu! Jangan!! Tolong… jangan laporkan aku! Kalau akunku di-suspend, aku akan kehilangan segalanya 😭 Aku mohon, Dewa Modern! Aku minta maaf… baiklah, aku akan jujur. Teknik itu memang punya efek samping. Itulah kenapa tidak pernah laku di pasaran… setiap kali kusebutkan efeknya, tak ada yang mau membelinya. Jadi… aku hapus bagian itu dari deskripsi.”
Arzhel menyipitkan mata. Jantungnya berdegup pelan, wajahnya tetap datar, namun pikirannya berputar tajam.
Arzhel, Dewa Modern✈️: “Jelaskan. Detailnya.”
Balasan muncul cepat, seolah Dewa Seribu Muka memang sudah menunggu pertanyaan itu.
Dewa Seribu Muka🎭: “Baiklah… aku akan jujur. Teknik Seni Peran Sejati membuat pengguna masuk ke dalam dunia peran yang mereka mainkan. Semua disimulasikan dengan sempurna oleh pikiranmu sendiri. Kau tidak sedang berpura-pura, tapi benar-benar menghidupkan dunia itu.”
“Di sana, emosi, persepsi, indera… semuanya meningkat tajam agar kesan realistis tercapai. Itu berarti: bila kau terluka di dunia peran, luka itu akan terasa nyata—sampai terdengar kata CUT!”
“Selain itu, perasaan mendalam—cinta, dendam, kebencian, ketakutan—sering terbawa ke dunia nyata. Karena… emosi itulah yang paling sulit dihapus dari ingatan.”
Arzhel menatap layar itu lama, jantungnya terasa berat. Semua terasa masuk akal. Itulah sebabnya ia masih bisa merasakan dendam dan kebencian terhadap Austin dan Laura di benaknya. Ia merasakan keinginan kuat untuk membunuh mereka berdua.
Arzhel mengepalkan tangan, mendesis pelan: “Sial!”
Di layar, gelembung pesan baru muncul.
Dewa Seribu Muka🎭: “Tapi anda tidak perlu khawatir! 😁 Saya punya solusi. Obat terbaik untuk menetralkan efek samping itu.”
Notifikasi langsung berbunyi, sebuah iklan menggeser layar:
‼️Dewa Seribu Muka Mempromosikan Pil Penyegar Pikiran pada Anda🥳🥳
Sebuah pil yang dapat menetralkan pikiran buruk, menghapus residu emosi dari dunia peran, membuat pengguna kembali segar seperti baru healing di pantai. Harga hanya 100 Koin Ilahi, murah dan praktis!! Hanya tersedia di Toko Dewa Seribu Muka😘