Aplikasi Penghubung Dunia
Arzhel, 25 tahun, lajang, dengan wajah yang tak akan membuat siapa pun menoleh dua kali padanya. Ia bukan pria berwajah rupawan, juga bukan lulusan universitas ternama.
Hidupnya sederhana—terlalu sederhana bahkan—tapi mimpinya sama seperti jutaan orang lain di kota besar: menjadi aktor, berdiri di layar lebar, dan dipandang oleh banyak orang.
Namun kenyataan tak pernah lunak.
Sudah bertahun-tahun ia mengejar panggung, berpindah dari satu audisi ke audisi lain, hanya untuk menerima peran yang tak layak disebut peran. Kadang ia jadi salah satu orang yang tersungkur dalam adegan peperangan, terkadang hanya figuran yang melintas di latar belakang, wajahnya kabur sebelum kamera sempat menyorot kearahnya.
Sering pula ia dipaksa jatuh berulang kali dalam adegan aksi, tubuhnya terbanting keras ke lantai demi "keaslian," sementara sorak tawa pemeran utama menggema karena gagal menahan candaan di sela-sela syuting.
Malam itu tubuh Arzhel penuh memar. Satu adegan tangga sialan itu membuatnya harus jatuh tidak hanya sekali, tapi sembilan kali. Sutradara menghela napas panjang, operator kamera mengeluh, sementara sang aktor utama—pria dengan wajah tampan dan nama besar—bercanda seenaknya sehingga take harus diulang terus.
Ingin rasanya Arzhel memaki keras, melempar surat pengunduran diri, dan keluar begitu saja. Tapi apa daya? Ia butuh uang. Ia butuh kesempatan, sekecil apa pun itu.
Jadi ia hanya bisa mendengus kesal, disela-sela istirahatnya...
Kereta bawah tanah malam itu sepi, hanya dentuman roda baja dan dengung mesin yang menemani.
Arzhel bersandar lesu di kursi, punggungnya protes setiap kali ia mengubah posisi duduk. "Bajingan itu, membuat punggungku rasanya mau hancur..." lirihnya.
Matanya berat, tapi pikirannya terus berputar—tentang mimpi, tentang kesia-siaan, tentang kapan dunia akan benar-benar memberinya kesempatan.
Lalu tiba-tiba… ponselnya bergetar.
📱 [Aplikasi baru telah terinstal.]
Arzhel mengerutkan kening. “Apa lagi ini?”
Di layar ponselnya muncul sebuah ikon asing, yang bahkan tak pernah ia unduh. Sebuah simbol bundar keemasan dengan tulisan samar: “E-Market Ilahi.”
Arzhel menatap layar ponselnya dengan dahi berkerut. Ikon emas itu seakan menantangnya untuk disentuh.
“Virus lagi, jangan-jangan…” gumamnya.
Beberapa minggu terakhir berita elektronik rusak akibat virus memang sedang marak maraknya. Ia tidak ingin bernasib sama. Jadi hal pertama yang ia lakukan begitu sadar adalah menghapusnya.
Namun…
📱 [Gagal menghapus aplikasi.]
“Ha?”
Arzhel mencoba lagi. Berkali-kali. Bahkan ia menyeret ikon itu ke tong sampah, tapi setiap kali dilepaskan, aplikasi itu tetap menempel di layar ponselnya.
Arzhel berdecak kesal. “Sial, ini membuat hariku semakin buruk!”
Ia mematikan dan menyalakan ulang ponselnya. Hasilnya nihil—ikon itu masih di sana, seperti noda membandel.
Tepat ketika ia hendak mencoba lagi, suara pengumuman terminal kereta menggema: “Stasiun tujuan telah tiba. Harap berhati-hati saat keluar.”
Kereta melambat. Orang-orang berdesakan ke pintu keluar. Arzhel ikut terseret arus, langkahnya lunglai.
Di luar, udara kota menusuk dengan dingin bercampur bau asap rokok. Arzhel berjalan sambil menendang botol plastik di jalan, pikirannya kusut.
“Hidup macam apa ini…? Merantau ke kota besar, ingin mengejar mimpi sebagai aktor. Nyatanya? Cuma figuran yang jatuh bangun di tangga. Uang pun habis hanya untuk sewa kosan dan makan seadanya."
Arzhel menghela nafas panjang, berkali-kali ia berpikir untuk pulang saja ke kampung halamannya dan meneruskan usaha warung makan ayahnya, tapi dia bisa membayangkan wajah keluarga dan para tetangganya yang mengejeknya.
Ia sudah susah payah keluar dari kehidupan kampung yang membosankan dan tanpa masa depan, tidak mungkin dia pulang begitu saja.
Arzhel mendengus panjang. "Jalani saja, nanti juga terbiasa," katanya sembari mengucapkan kalimat yang sudah ia ucapkan berkali-kali seperti doa setiap pagi.
Kos-kosan kecil yang ia sewa menunggu, cat dindingnya kusam, atapnya bocor bila hujan. Begitu masuk, ia melempar tas miliknya ke pojok ruangan tanpa peduli apapun. Ponsel ia taruh begitu saja di meja reyot.
Tubuhnya kemudian terjerembab ke kasur tipis yang berdecit pelan. Ia menutup mata, bibirnya bergumam lirih penuh getir: “Sial… sampai kapan aku harus hidup seperti ini…?”
Hening sejenak.
Namun pikiran tentang aplikasi misterius itu kembali menyusup. Arzhel membuka matanya, menoleh ke meja, lalu meraih ponsel. Ikon emas itu masih ada, berkilat samar seolah mengejeknya.
“Cih, dasar keras kepala… Kalau tidak bisa dihapus, coba kulihat apa isinya.”
Dengan setengah kesal, ia menyentuh aplikasi E-Market Ilahi yang terinstall di ponselnya tersebut. Layar berpendar, lalu muncul sebuah teks dengan gaya elegan, seolah diukir dari cahaya emas.
Selamat datang di E-Market Ilahi, sebuah pasar lintas dimensi, tempat berkumpulnya para penguasa, makhluk agung, dan dewa dari segala penjuru dunia.
Arzhel membeku.
“…Apaan ini?”
Arzhel mengetuk ponselnya sekali lagi, saat itu juga layar ponsel kembali berubah.
Panduan Pengguna:
Jual Barang
– Gunakan fungsi Scan Ilahi untuk menukar benda fana menjadi barang dagangan.
– Setiap barang akan diubah ke dalam bentuk yang dapat dipahami oleh para dewa.
– Harga ditentukan penjual, dibayar dalam Koin Ilahi.
Beli Barang
– Gunakan Koin Ilahi untuk mengakses berbagai produk seperti senjata ilahi, pil atau ramuan, teknik, hingga buku panduan hidup.
Mata Uang
– Hanya Koin Ilahi yang berlaku.
– Koin Ilahi tidak dapat ditukar dengan uang dunia fana.
– Jumlah koin yang dimiliki pengguna akan tersimpan di Saldo Ilahi.
⚠️ Peringatan:
Barang yang sudah dijual tidak akan pernah kembali kepada pengguna. Setiap transaksi bersifat mutlak dan tidak dapat dibatalkan.
...
Arzhel menatap teks itu dengan ekspresi kaku. Dahinya berkerut. “Omong kosong apa lagi ini…? Hacker gila mana yang membuat aplikasi model begini?”
Ia mendengus, lalu menutup ponselnya dengan kasar. “Mana ada dewa belanja online.”
Menjatuhkan tubuhnya ke kasur, ia mencoba memejamkan mata, tetapi pikirannya tetap berputar. Ada rasa aneh… sebuah campuran penasaran dan ketidakpercayaan.
Ia bangkit lagi sambil mendesah panjang. Pandangannya jatuh pada sebuah pulpen diatas meja. Tangannya meraih benda sederhana itu, lalu menatapnya dengan getir.
“Sebegitu putus asanya aku sampai mempercayai omong kosong ini,” gumamnya. Namun entah dorongan apa, jari-jarinya bergerak membuka aplikasi itu lagi.
Ia memilih menu Jual Barang. Layar ponsel langsung berubah menjadi mode kamera.
Arzhel mengarahkannya kearah pulpen di tangannya. Hanya butuh beberapa detik, sebuah garis cahaya keemasan menyapu benda itu—scan selesai.
Notifikasi muncul: [Barang berhasil ditambahkan ke gudang penyimpanan. Ketuk barang untuk menambah deskripsi, menentukan harga, dan menjualnya ke market ilahi]
Arzhel tersentak. Pulpen yang baru saja ia genggam… lenyap. Hilang tanpa jejak, seolah ditelan udara.
“Tidak mungkin...” bisiknya, matanya membesar. Ia menoleh ke meja, ke lantai, bahkan meraba-raba kasur, tapi pulpen itu benar-benar menghilang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
y@y@
🌟👍🏻👍🏾👍🏻🌟
2025-09-20
0