Cinta itu manis, sampai kenyataan datang mengetuk.
Bagi Yuan, Reinan adalah rumah. Bagi Reinan, Yuan adalah alasan untuk tetap kuat. Tapi dunia tak pernah memberi mereka jalan lurus. Dari senyuman manis hingga air mata yang tertahan, keduanya terjebak dalam kisah yang tak pernah mereka rencanakan.
Apakah cinta cukup kuat untuk melawan semua takdir yang berusaha memisahkan mereka? Atau justru mereka harus belajar melepaskan?
Jika bertahan, apakah sepadan dengan luka yang harus mereka tanggung?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jemiiima__, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 6
...Eternal Love...
...•...
...•...
...•...
...•...
...•...
...🌻Happy Reading🌻...
3 bulan berlalu, waktu seakan menelan semua yang terjadi kala itu.
Setiap pagi, reinan membuka laptopnya , menyeruput kopi, lalu mulai rutinitas sama : mencari lowongan magang di berbagai situs dan grup kampus.
Begitu menemukan yang sesuai, ia langsung menyesuaikan CV dan portofolionya lalu mengirimkan lewat email.
Subject : "Lamaran Magang - Reinan Kim"
Attachment : CV, portofolio, beserta surat pengantar yang ia tulis dengan hati-hati.
Hari itu, ia mengirimkan total lima email. Sambil menunggu balasan ia tak tahu bahwa salah satu email tersebut masuk inbox HR tempat Yuan bekerja.
Sementara itu, yuan kembali pada pekerjaannya. Hari-harinya di kantor berjalan seperti biasa, meeting-presentasi-perjalanan dinas.
Keduanya menjalani hidup masing-masing.
Kartu pelajar itu masih tersimpan di laci meja kerja Yuan . Kartu pelajar yang hendak Yuan kembalikan saat itu tak sempat ia berikan pada Reinan. Mengingat pertemuan terakhir mereka di cafe kala itu berakhir buruk. Dan Yuan tak pernah punya kesempatan atau keberanian untuk menyerahkannya.
Tok tok tok
Ketukan pelan terdengar di pintu .
"Masuk, " sahut yuan tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptopnya .
Pintunya terbuka, Taesung- sekretaris sekaligus asistennya- masuk sambil membawa beberapa dokumen.
"Bos, ini berkas kontrak untuk di tanda tangan. Dan daftar kandidat magang dari HR sudah saya kirim ke tablet anda." ucapnya sambil meletakan map dimeja.
Yuan menandatangani dokumen kontrak, lalu meraih tablet yang tergeletak di sampingnya.
"Hfftt.... ini urusan permagangan kenapa harus melibatkan saya juga?" keluhnya, setengah bergumam.
Taesung , asistennya yang sedang merapikan dokumen di meja, menoleh sambil tersenyum iseng.
"Siapa tau ada yang menarik gitu buat bos" candanya .
Yuan mendengus pelan, matanya tetap menelusuri nama demi nama.
Sampai jarinya terhenti .
Nama: Reinan Kim
Jurusan : Ilmu Komunikasi
Universitas : sama seperti yang tertera di kartu pelajar yang sudah ia simpan berbulan-bulan di laci .
Yuan tersenyum tipis, matanya masih menatap layar.
Taesung yang melihat perubahan ekspresi atasannya itu mengangkat alis.
"Kenapa, Bos? Ada yang menarik beneran?" tanya nya penasaran .
"Berapa anak magang yang dibutuhkan?"
"Tiga atau empat boleh bos, atau gimana anda saja"
"Hmm... Baiklah , kamu atur saja sama HR berapa banyak yang dibutuhkan, tapi nama Kim Reinan harus ada di daftar yang diterima" lanjut yuan sambil menunjuk CV Reinan.
"Kenapa? Bos mengenalnya? " tanya Taesung penasaran.
Yuan menoleh sekilas, ekspresi nya tenang.
"Kamu percaya saja sama saya, orang ini... Sudah memenuhi kualifikasi"
"Kualifikasi apa? IPK tinggi?" goda Taesung sambil tersenyum nakal.
Yuan hanya menjawab singkat.
"Bisa dibilang... saya pernah interview dia. Versi tidak resminya"
Taesung terdiam beberapa detik, lalu mengangkat alis curiga.
"Ini kayanya saya gak mau tahu detailnya bos..." ujarnya pelan sambil meninggalkan ruangan.
Semoga ini kesempatan yuan untuk memperbaiki atau memulai kembali dari awal hubungannya dengan Reinan.
Suara riuh kantin membuat Reinan harus sedikit mencondongkan tubuh ke meja saat berbincang dengan teman-temannya.
"Udah ada kabar dari perusahaan yang lo lamar nan?" tanya Yena sambil menyendok eskrim
Reinan menghela nafas, "Belum, masih belum ada yang nyangkut nih"
Belum sempat melanjutkan, ponselnya berdering.
Nomor tak di kenal. Ia menggeser tombol hijau.
'Halo dengan Kim Reinan?"
'Ya , saya sendiri'
'Saya dari HRD Baekho Group. Ingin memberi kabar bahwa anda diterima sebagai karyawan magang di perusahaan kami.'
Reinan langsung duduk tegak.
'Loh, saya diterima? Ini tidak ada proses interview dulu apa bagaimana ya, maaf saya kurang paham' tanya nya kebingungan.
'Betul, anda diterima karena status akademik anda sebagai murid A+ . Perusahaan kami mempunyai kebijakan memberi jalur khusus bagi siswa yang berprestasi. Untuk detailnya akan kami kirim lewat email'
Klik
Sambungan terputus.
"Wah, A+ lo akhirnya nyelamatin juga! Gila, gak pake interview!" ujar yena.
Tiba-tiba Minji datang terengah-engah, wajahnya sumringah.
"Guys guys kalian pasti gak akan percaya!" seru minji, langsung menarik kursi di sebelahnya .
"Gue diterima magang di Baekho Group!!" Minji hampir berteriak, karena terlalu bersemangat.
Reinan terdiam sejenak.
"Serius ji?? Gue juga samaa" jawab reinan dengan ekspresi seperti tak percaya dia magang ada temannya.
Yena dan Zoey langsung ikut heboh.
"Wih, congrats yaa kalian satu kantor"
"Bisa berangkat bareng tiap hari tuh!"
Keesokan harinya. Reinan dan Minji berdiri di depan gedung tinggi berlogo Baekho Group. Minji terlihat sumringah sambil memotret gedung itu dari berbagai sudut.
"Nan, lo liat deh! Keren bangeet. Ini kita bakal kaya di drama-drama Korea gak si ketemu CEO ganteng gitu" cetus yang minji ber andai-andai.
"Gak usah ngimpi!
CEO realife pada tua bangka semua, coba coba turunin ekspektasi lo jangan kebanyakan nonton drakor drachin deh" ejek Reinan sambil terkekeh kecil.
Begitu Reinan dan Minji memasuki lobi. Mereka tertegun melihat sosok familiar yang sedang berdiri di dekat meja resepsionis , Yunrui. Ternyata dia juga magang di Baekho Group.
Pria itu mengenakan pakaian serba hitam. Senyumnya muncul begitu melihat keduanya, tapi tatapannya tertuju lebih lama pada Reinan.
"Wihh, suatu kebetulan apanih kita satu tempat magang gini" ucap Rui sambil melangkah mendekat.
"Rui, lo jalur A+ jugaa?" tanya Minji.
Rui menggeleng "Ngga, gue jalur test biasa syukurnya gue lulus. Dunia sempit ya nan, gak nyangka kita bakal kerja bareng disini".
Reinan hanya membalas dengan senyum tipis. Jantungnya berdebar bukan karena senang, melainkan karena kenangan malam itu tiba-tiba kembali menghantam fikirannya.
Tak lama kemudian, staff HR memanggil semua peserta magang untuk registrasi .
Tapi sebelum Reinan melangkah, Rui sempat berbisik pelan di telinganya,
"Kita punya banyak waktu untuk mengobrol . . . nanti"
Reinan merinding.
*****
Dari balkon lantai 2 yang menghadap langsung ke lobi, yuan berdiri sambil memeriksa tablet di tangannya. Ia tidak berniat memperhatikan peserta magang, tapi pandangannya terhenti ketika melihat Reinan berbicara dengan seorang pria.
Mata yuan menyipit. Pria itu tersenyum terlalu lebar pada Reinan, dan Reinan jelas terlihat tidak nyaman bahkan sesekali ia mengalihkan pandangan.
Taesung, yang berdiri disampingnya, ikut melirik kebawah.
"Itu Lee Yunrui, mahasiswa jurusan manajemen. Dari CV-nya , cukup berprestasi "
Begitu Taesung menyebut nama Rui, yuan ingat jelas pria yang ada di club bersama Reinan adalah dia. Yuan menarik nafas pelan, menahan emosi yang mulai membara.
Setelah sesi sambutan berakhir, peserta magang di arahkan untuk menunggu pengumuman pembagian divisi. Sementara itu yuan memanggil salah satu staff HR Ms. Han.
"Pak yuan, ada yang perlu di ubah dari daftar penempatan?" tanya Ms. Han sambil membawa map berisi data peserta magang.
Yuan duduk santai,namun nadanya tegas. "Saya ingin perubahan kecil, pastikan Kim Reinan ditempatkan di Divisi Komunikasi Pemasaran, satu lantai dengan saya"
Ms. Han mengangguk dengan cepat sambil mencatat.
"Dan, satu lagi, " lanjut yuan, suaranya lebih rendah. "Rui, Lee Yunrui tempatkan dia dimana saja asal jangan satu lantai dengan saya. Kalau bisa agak jauh dari ruangan saya"
Ms. Han mengerutkan dahi, jelas ingin bertanya alasannya, tapi menahan diri.
"Baik pak, saya akan mengubahnya sekarang".
"Bagus" jawab yuan singkat.
*****
Di aula kecil perusahaan, seluruh peserta magang duduk rapih menunggu pembagian divisi.
Ms. Han berdiri di depan dengan senyum profesional , membawa papan tulis digital yang menampilkan daftar nama.
"Baik, kita mulai. Divisi Komunikasi Pemasaran... " ia membaca satu persatu nama, .... "dan terakhir, Kim Reinan"
Ms. Han lanjut ke daftar berikutnya.
"Divisi Riset Pasar... Lee Yunrui"
"Huh? Gue fikir gue daftar buat komunikasi pemasaran perasaan", gumamnya.
Ia melirik sekilas ke arah Reinan, tapi Reinan pura-pura tidak menyadarinya.
Dari posisi di belakang aula, yuan berdiri menyilangkan tangan. Pandangannya singkat, namun cukup untuk melihat ekspresi tak puas Rui. Ia tersenyum tipis, bagus...
"Baik, seluruh peserta silahkan menuju divisinya masing-masing. Mentor kalian akan menunggu." kaya Ms. Han menutup sesi.
*****
Hari pertama magang.
Reinan duduk di meja kerjanya, seorang staff senior Kang Mirae memperkenalkan nya ke rekan-rekan satu divisi.
"Ini Kim Reinan, mahasiswa ilmu komunikasi. Mulai hari ini dia akan bantu di bagian kampanye digital."
Reinan membungkuk sopan. "Senang ,bertemu dengan kalian". Beberapa staff membalas senyum, ada juga yang hanya melirik sekilas.
Baru 15 menit ia duduk, pintu kaca terbuka terdengar. Semua orang otomatis menoleh. Yuan melangkah masuk.
"Pagi semuanya" sapanya ringan.
Reinan yang sedang menyalin data ke laptop terhenti. Tatapannya langsung bertemu dengan mata Yuan. Jantungnya berdetak lebih cepat.
Kang Mirae cepat-cepat berdiri "oh Pak Yuan. Ada yang bisa kami bantu?"
"Engga, saya cuma lewat... Mau lihat-lihat suasana." jawab Yuan.
Pandangannya sekilas menyapu ruangan, lalu berhenti tepat di meja Reinan.
"Oh, kebetulan. Kamu yang namanya... Reinan kan?"
Reinan menelan ludah. "I-iya, Pak"
Yuan tersenyum tipis. "Selamat bergabung, semoga betah disini". Ucapnya singkat, tapi katanya menyiratkan sesuatu yang sulit dibaca.
Setelah itu Yuan keluar lagi, meninggalkan ruangan yang tiba-tiba jadi penuh bisik-bisik dari rekan kerja Reinan.
Reinan masih duduk kaku dimejanya.
'Jadi, dia direktur disini? Gue kira dia cuma orang kaya gabut yang hobi clubbing' gumamnya pelan.
Minji, yang duduk di divisi lain mampir ke mejanya, menaruh minuman kaleng.
"Nan, lo pucet banget. Kaget kan ternyata
Direkturnya masih muda, ganteng lagi" godanya
Reinan hanya memaksakan senyum "Hehe iya, gak nyangka... ". Tapi di dalam hati, ia tahu ini bukan sekedar soal penampilan Yuan. Ini soal rahasia besar yang hanya mereka yang boleh tahu. Dan tak satupun orang kantor yang boleh mengetahui nya.
"Kamu beruntung, Jarang-jarang divisi kita diawasi langsung bos besar. Biasanya bikin proyek jadi lebih cepat disetujui" jelas Kang Mirae sambil menumpuk dokumen di mejanya.
Beruntung? Reinan tidak yakin. Beruntung atau terjebak... Fikirnya sambil mengetik laporan.
Tak lama kemudian, pintu kaca kembali terbuka dan benar saja Yuan masuk dengan tablet ditangan.
"Pagi semua. Mulai minggu ini, setiap laporan progress kampanye langsung ke saya. Jangan tunggu meeting bulanan" katanya. Matanya menyapu ruangan. Tatapan itu kembali berhenti di meja Reinan.
"Kamu, Kim Reinan... Nanti setelah jam makan siang temui saya di ruang meeting kecil" ucap Yuan singkat sebelum melanjutkan pembicaraan ke staff lain.
Reinan hanya mengangguk, tapi jantungnya kembali berdetak kencang.
Ruang meeting kecil di lantai yang sama terasa sepi.
Reinan datang beberapa menit lebih awal, mencoba menenangkan diri sambil membuka laptop. Tangannya dingin, napasnya sedikit terburu.
Pintu terbuka. Yuan masuk, menutupnya perlahan. Kali ini tanpa senyum basa-basi. Wajahnya serius, tapi sorot matanya tetap lembut.
"Duduk aja, nggak usah tegang," katanya sambil meletakkan tablet di meja.
Reinan menunduk, "Baik, Pak."
Yuan menarik kursi, duduk berhadapan dengannya. "Saya minta kamu meng-handle laporan media sosial untuk klien utama kita. Kang Mirae akan tetap jadi pembimbing, tapi saya ingin progress report langsung dari kamu setiap minggu."
Reinan mengangguk, mencatat. Tapi ia tahu, alasan pertemuan ini tidak sesederhana pembagian tugas.
Yuan memiringkan kepala, memperhatikannya. "Kamu... masih takut sama saya?"
Pertanyaan itu membuat Reinan spontan menoleh.
"Saya cuma... kaget. Nggak nyangka kita bakal ketemu lagi di sini," jawabnya pelan.
Yuan menahan senyum tipis. "Saya juga nggak nyangka. Tapi mungkin... ini kesempatan buat saya jelasin banyak hal yang dulu belum sempat."
Reinan cepat-cepat menutup laptopnya. "Saya rasa kita nggak perlu membicarakan yang dulu, Pak. Kita profesional saja."
Ada jeda hening. Yuan menatapnya lama, lalu berkata singkat, "Baiklah. Kita mulai dari profesional."
Namun nada suaranya menyiratkan ia belum menyerah.