 
                            ''Di balik malam yang sunyi, sesuatu yang lama tertidur mulai bergerak. Bisikan tak dikenal menembus dinding-dinding sepi,meninggalkan rasa dingin yang merayap.ada yang menatap di balik matanya, sebuah suara yang bukan sepenuhnya miliknya. Cahaya pun tampak retak,dan bayangan-bayangan menari di sudut yang tak terlihat.Dunia terasa salah, namun siapa yang mengintai dari kegelapan itu,hanya waktu yang mengungkap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ellalee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mantra di ujung senyap
" Bel pulang berbunyi, haeun menutup buku di mejanya dengan gerakan perlahan. Sepanjang hari, ia hanya diam. Tidak ada kata-kata, tidak ada tawa, tidak ada sapaan. Dunia di sekitarnya tampak berisik, tapi baginya, semua itu hanyalah gema yang tidak menyentuh hati.
Langkah-langkah murid lain di lorong terdengar seperti gelombang yang bergulir terlalu dekat. Haeun tetap menunduk, matanya tertutup sebagian oleh poni tipis, mencoba menyelamatkan diri dari tatapan yang tidak ia inginkan.
Di samping nya, cowok aneh yang di bicarakan oleh beberapa siswa tadi tetap duduk, Diam, Menatap, Wajahnya tak tersentuh ekspresi. Haeun tidak tahu siapa dia, dan itu membuat ketenangannya tetap rapuh. Ia bahkan tidak menoleh ke arahnya.
Ketika kelas mulai kosong, Haeun menatap jam di dinding. Detik-detik berjalan lambat, dan udara di dalam kelas terasa berat, seperti menahan napas bersamanya. Ia menarik napas panjang, menutup buku catatannya, dan mengangkat tas di bahunya dengan gerakan hati-hati.
Lorong panjang terbentang di hadapannya. Setiap langkah terdengar jelas di lantai yang dingin. Haeun melangkah perlahan, sesekali menoleh ke kanan dan kiri, memastikan tidak ada yang terlalu memperhatikannya.
Namun, saat ia mendekati pintu keluar, hawa di lorong seakan berubah. Bayangan di dinding tampak lebih gelap dari sebelumnya, bergerak meski lampu menyala terang. Angin sepoi menyentuh rambutnya, meski tak ada jendela terbuka. Bulu kuduknya berdiri, tapi Haeun menelan ketakutannya dan melangkah lebih cepat.
Beberapa murid sudah menunggu di dekat pintu, dan bisikan kecil terdengar tajam, sinis, seperti jarum yang menusuk. Haeun menunduk, jari-jari menggenggam tali tas, tubuhnya menegang.
Lalu, langkah berat terdengar. Sosok tinggi muncul di pintu, ya dia ketua kelas, orang yang sedikit ditakuti karena ketegasan dan wibawanya. Ia berdiri diam, menatap murid-murid yang berbisik. Tidak ada kata yang keluar, tapi tatapannya cukup untuk membuat mereka mundur satu per satu, seperti ombak yang menepi.
Haeun mengangkat kepala sekilas, merasakan lega yang aneh. Tapi udara di sekitarnya tetap berat, seakan sesuatu yang tak terlihat masih menunggu, menempel di bayangan gedung sekolah.
"Dan di kelas yang kini kosong, cowok misterius itu masih duduk. Matanya mengikuti Haeun yang menjauh, diam, tak tersentuh ekspresi, seolah mencatat setiap langkahnya. Haeun sama sekali tidak tahu, tidak menyadari bahwa bayangan itu, dengan diamnya, baru saja mulai menguntai cerita yang akan mengubah hari-harinya.
"Kelas sudah kosong. Sinar senja menyusup perlahan melalui jendela, membelah bayangan meja dan kursi menjadi garis-garis panjang. Haeun telah pulang, meninggalkan ruang yang kini sepi tapi terasa… berat.
Di sudut kelas, cowok misterius berdiri sendiri. Sekelilingnya, bayangan bergerak perlahan, menempel di dinding, hadir tanpa wujud, seperti makhluk yang hanya bisa dirasakan.
Ia menatap ke arah bangku yang baru saja ditinggalkan Haeun. Bibirnya bergerak, nyaris tanpa suara, tapi gumamnya bergelombang di udara:
“Waktu tertinggal… dan langkahnya akan menelan malam sebelum fajar...... " gumamnya....
"Bayangan di sekitarnya merespons dengan gerakan halus, seakan menyatu dengan kata-katanya. Udara di kelas terasa tebal, bergetar, menahan napas, tapi cowok itu tetap diam, matanya kosong, penuh rahasia yang tidak bisa dijelaskan.
Hening kelas terasa seperti menunggu sesuatu, sesuatu yang akan datang, tapi tak seorang pun bisa meramalkannya. Gumaman itu menggantung, samar, dan meninggalkan rasa dingin yang tak hilang meski Haeun sudah lama pergi.
"Di sudut kamar yang remang, lilin-lilin kecil berdiri berjajar, menebarkan cahaya temaram yang menari-nari di dinding. Aroma dupa menebal, membungkus ruangan dalam hangat yang aneh, setengah menenangkan, setengah menakutkan.
"Pintu kamar itu selalu terkunci, menyembunyikan sunyi yang tidak biasa. Lilin-lilin berdiri di lantai, menebarkan cahaya yang menari liar di dinding, membuat bayangan benda-benda tua tampak bergerak sendiri. Aroma dupa pekat memenuhi ruangan, menekan, menyesakkan.
" Wanita tua itu duduk bersila, punggung tegak, mata menunduk pada buku kulit lusuh di depannya. Tangannya bergerak pelan, menulis simbol-simbol yang aneh di udara seolah menarik energi dari kegelapan. Bibirnya bergetar, mengucapkan mantra yang asing, bergema samar di ruangan,suara yang bukan hanya didengar, tapi terasa di tulang.
Di sudut kamar, bayangan tampak hidup. Bentuknya samar, memanjang, dan bergerak mengikuti gerak tangan wanita itu. Sesekali mereka menunduk, bergeser, seakan memahami setiap kata yang diucapkan.
"Wanita itu berhenti sejenak, menutup mata, dan gumamnya terdengar lirih tapi menusuk.
“Jalur yang tersembunyi… akan menelan cahaya… dan menuntun langkah yang tertahan ke dalam malam.”
Udara di kamar itu bergetar, tebal, dan berat. Lilin-lilin berkedip serentak, bayangan tampak lebih hidup, menari di dinding seperti makhluk yang menunggu perintah. Suara mantra itu bergema, samar tapi penuh janji yang tidak bisa dipecahkan,janji yang gelap, namun sangat nyata.
Kamar itu tetap sunyi, tapi aura kegelapannya menempel, menunggu saat yang tepat untuk menjalar keluar, menyusup ke rumah, ke langkah-langkah Haeun yang tidak menyadari bahwa sesuatu telah mulai bangkit… diam, tersembunyi, dan tak terhindarkan.
"Haeun membuka pintu rumah dengan langkah perlahan. Suara engsel berdecit tipis terdengar, memecah sunyi yang menempel di udara. Rumah gelap,tidak ada lampu yang menyala, hanya lilin-lilin kecil menebar cahaya temaram yang menari di dinding dan lantai kayu.
“Eomma…?” Haeun memanggil, suaranya kecil, polos, nyaris tenggelam di kegelapan.
Ia mengangkat bahu, sedikit bergumam pada dirinya sendiri,
“Kenapa sih Eomma nggak pakai lampu… gelap banget.”
Langkahnya ringan, menapak pelan ke ruang tengah. Ia ingin menceritakan hari ini di sekolah, tentang kelas yang sunyi, tentang lorong yang panjang, tentang beberapa murid yang masih membingungkan, tapi rumah yang gelap membuatnya berhenti sejenak, menyesuaikan matanya dengan cahaya lilin yang terbatas.
"Di balik gelap itu, sosok ibunya tampak berdiri, diam. Haeun sama sekali tidak tahu, tidak curiga, dan hanya tersenyum tipis, memulai cerita tentang hal-hal sepele di sekolahnya.
“Di kelas tadi… aku duduk di samping…”
Ibu itu tetap diam, menatap dari kegelapan. Haeun terus bicara, polos, tanpa menyadari ada sesuatu yang lain,sesuatu yang menempel di bayangan, menunggu, tapi belum disentuhnya.
Lilin-lilin menyorot bayangan panjang di dinding, menari pelan mengikuti suara Haeun yang bercerita. Kegelapan terasa misterius, tapi untuk Haeun, itu hanya rumahnya, dan ia hanya ingin menceritakan hari di sekolah nya.
"Ibunya tersenyum tipis, lembut tapi dingin, menatap Haeun tanpa emosi yang jelas.
“Syukurlah kalau kamu senang,” gumamnya pelan.
Lalu ia menambahkan dengan nada tegas tapi halus,
“Haeun-ah… sekarang mandi, dan setelah itu… bacalah ini.”
"Ia menyerahkan sebuah buku kecil dengan simbol-simbol aneh, menyerupai huruf kuno tapi tidak dimengerti siapa pun. Suara ibunya bergumam, pelan namun menempel di udara:
“Sha’ryn… Mok’tha… Jin’khal… Yeol’ra… Haeun, ulangi perlahan.”
Haeun menatap buku itu, matanya melebar. Kata-kata itu asing, aneh, sulit dipahami. Hatinya berdebar, sedikit penasaran, tapi ia tetap patuh.
“Kenapa aku harus membaca ini, ya…?” gumamnya pelan pada dirinya sendiri, tapi ia mulai mengucapkan kata-kata itu dengan hati-hati, bibir bergerak perlahan, mencoba menirukan suara ibunya.
"Lilin-lilin menyorot bayangan panjangnya, bergerak mengikuti setiap gerakan, dan ibunya tetap diam, menatap dari gelap, wajahnya lembut tapi dingin, menyimpan rahasia yang Haeun tidak akan mengerti… setidaknya, belum sekarang.
 
                     
                    