NovelToon NovelToon
Kesempatan Kedua Sang Duchess

Kesempatan Kedua Sang Duchess

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Mengubah Takdir / Romansa
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: KazSil

Elena Ivor Carwyn hidup sebagai Duchess yang dibenci, dihina, dan dijadikan pion dalam permainan politik kaum bangsawan. Namun ketika hidupnya direnggut secara tragis, takdir memberinya kesempatan kedua kembali satu tahun sebelum kematiannya. Kali ini, Elena bukan lagi wanita naif yang mudah dipermainkan. Ia bertekad membalikkan keadaan, mengungkap pengkhianat di sekitarnya, dan melindungi masa depan yang pernah dirampas darinya.

Namun di balik senyuman manis para bangsawan, intrik yang lebih mematikan menanti. Elena harus berhadapan dengan konspirasi kerajaan, perang kekuasaan, dan rahasia besar yang mengancam rumah tangganya dengan Duke Marvyn Dieter Carwyn pria dingin yang menyimpan luka dan cinta yang tak pernah terucap. Di antara cinta, dendam, dan darah, Elena akan membuktikan bahwa Duchess Carwyn bukan lagi pion melainkan ratu di papan permainannya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KazSil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Butik

Tak... tak...

Suara langkah sepatu itu menggema, memecah keheningan yang menegang di seluruh ruangan. Tak seorang pun berani bersuara, seolah udara pun ikut membeku. Semua mata terarah pada sosok yang baru saja masuk... Duke Mervyn, dengan sorot dingin yang memerintah, dan tepat di belakangnya berdiri sang sekretaris, Rowen, mengikuti dengan sikap tegas dan waspada.

Langkah-langkah mantap dari sepatu mewah itu terdengar semakin dekat, mendekati titik di mana Elena berdiri dengan sepatu hak tingginya yang berkilau di bawah cahaya lampu kristal.

“Apakah itu cara seorang pedagang berbicara kepada istriku?”

Ucapan Mervyn membuat Selene kaku seketika. Senyumnya yang penuh kepura-puraan seolah membeku di wajahnya. Beberapa pelanggan yang tadi berbisik kini terperangah, sebagian menutup mulut dengan kipas untuk menahan desah keterkejutan mereka. Ada pula yang menunduk, pura-pura sibuk, meski jelas telinganya terpasang tajam.

Mervyn melanjutkan, nadanya tetap dingin namun lebih tajam. “Butikmu ini tampaknya terlalu kecil untuk menampung arogansi sebesar itu.”

Selene menggigit bibirnya, rona wajahnya berubah pucat. Jemarinya yang berhiaskan cincin bergetar samar, namun ia berusaha mempertahankan senyum tipis yang kini lebih mirip kedutan terpaksa. Para pengunjung lain menahan napas, beberapa bahkan menoleh ke arah Elena, heran sekaligus kagum melihat bagaimana sang Duke secara terbuka berdiri di pihak istrinya.

“Aku pikir butik ini menjual gaun, bukan kebodohan. Sayang sekali, reputasimu sudah tak lebih berharga dari kain murahan yang kau pamerkan.”

Kata-kata dingin itu meluncur begitu saja dari bibir Mervyn, tajam dan telak. Selene membeku di tempatnya, senyum pura-pura yang ia paksakan retak begitu saja. Para pelanggan hanya bisa saling pandang.

Tanpa memberi kesempatan bagi Selene untuk membalas, Mervyn dengan tenang meraih tangan Elena. Gerakannya tegas, penuh wibawa, seolah menegaskan di depan semua orang siapa yang ia lindungi. Dengan langkah mantap, ia membawa istrinya keluar dari butik, meninggalkan keheningan mencekam di belakang mereka.

...

Di dalam kereta kuda

Hanya ada Elena dan Mervyn, duduk berhadapan dalam ruang sempit yang mendadak terasa terlalu sunyi. Elena memilih duduk di dekat jendela, pandangannya terus tertuju keluar, seolah sibuk memperhatikan jalanan yang berkelebat. Jantungnya berdebar aneh, bukan karena kejadian di butik tadi, melainkan karena keberadaan pria dingin di hadapannya.

Ia tahu Mervyn sedang menatapnya, namun ia tak berani membalas tatapan itu. Rasa canggung menggantung di udara, membuat keheningan kereta terdengar lebih berat daripada riuh butik beberapa saat lalu.

Elena mengepalkan kedua tangannya di pangkuan, berusaha menenangkan degup jantung yang tak terkendali. Dengan penuh keberanian, ia akhirnya mengangkat wajahnya dan menatap balik ke arah Mervyn.

“Ke-kenapa kamu bisa ada di sana?” suaranya lirih, namun matanya bergetar karena gugup.

Mervyn sedikit terkejut oleh keberanian tatapan itu, namun ia cepat menyembunyikannya di balik ekspresi tenang. “Kebetulan saja,” jawabnya singkat.

Elena menggigit bibir bawahnya, tak puas. “Tapi... kenapa kamu membantuku?”

Tatapan Mervyn menjadi lebih tajam, namun nada suaranya tetap dingin. “Aku tidak bisa membiarkan seorang Duchess diperlakukan seperti itu.”

Elena terdiam, matanya perlahan jatuh kembali pada jendela yang menampilkan bayangan kota yang berlari mundur. “Begitu ya...” bisiknya pelan. Ada getaran samar dalam suaranya, entah kecewa, entah lega.

Apa yang sebenarnya aku harapkan? Dari seseorang yang selama ini hanya diam...

Pikirnya, menahan napas.

....

Tiba-tiba hentakan kuda terhenti. Kereta bergoyang ringan sebelum benar-benar berhenti di pinggir jalan berbatu.

Tanpa menunggu kusir, Elena segera turun, rok gaunnya bergoyang tertiup angin sore. Namun langkahnya mendadak terhenti saat ia menengadah, membaca papan besar yang terpampang jelas di hadapannya.

Sebuah butik mewah, dengan huruf emas elegan bertuliskan Atelier de Lys.

Butik nomor satu di seluruh kerajaan, tempat di mana keluarga kerajaan sendiri kerap memesan gaun untuk perjamuan istana.

Elena membeku, tak percaya. Kenapa... aku dibawa ke tempat ini?

Suara langkah kaki terdengar menyusul dari belakang.

“Masuklah,” ucap Mervyn singkat.

Mereka berdua melangkah masuk ke dalam butik. Begitu pintu terbuka, para pelayan segera menyambut dengan penuh hormat. Karena tamu yang datang bukan orang biasa melainkan Duke dan Duchess Carwyn, para pelayan menunduk dalam-dalam, sementara pemilik butik, Isolde Marivelle, segera menghampiri dengan senyum anggun.

“Suatu kehormatan atas kunjungan Duke dan Duchess Carwyn,” sambut Madame Isolde hangat. Ia mencengkeram sisi gaunnya, lalu menunduk memberi salam penuh tata krama.

“Apakah anda berdua sedang mencari pakaian untuk pesta keluarga Valens? Jika demikian, izinkan saya menyiapkan sesuatu yang sesuai.”

Dengan cekatan, Madame Isolde mengantar Elena menuju ruang ganti untuk melakukan pengukuran. Sementara itu, Mervyn duduk di ruang tunggu, sekilas menelusuri katalog gaun yang disajikan, sebelum akhirnya menaruhnya dan kembali tenggelam dalam laporan-laporan pekerjaannya.

Di ruang ganti, Madame Isolde bersama dua pelayan terampil mulai mengukur tubuh Elena dengan teliti.

“Tubuh anda begitu ramping, kulit Anda pun sehalus sutra. Anda akan tampak menawan dalam berbagai macam gaun,” ucap Madame Isolde spontan.

Elena menegang sejenak, menatapnya dengan rasa tidak nyaman. Ucapan itu, meski terdengar seperti pujian, menusuk sesuatu dalam dirinya yang terbiasa dengan cibiran.

Menyadari ketidaknyamanan itu, Madame Isolde segera tersenyum menenangkan. “Mohon maaf, saya hanya sedang membayangkan rancangan yang akan cocok untuk Anda. Izinkan saya membuatkan gaun khusus yang benar-benar sesuai.”

Setelah seluruh pengukuran selesai, para pelayan pun mulai menyiapkan gaun pilihan Madame Isolde.

Sementara itu, di ruang tunggu, Mervyn telah lama menutup katalog. Ia duduk dengan tenang, fokus pada lembaran laporan kerja yang ia bawa, sesekali mengangkat wajahnya setiap kali suara langkah mendekat, menanti Elena yang belum juga keluar.

Tak… takk…

Suara hentakan sepatu hak tinggi terdengar di lantai marmer butik, memecah kesunyian ruang tunggu. Mervyn yang sejak tadi sibuk menunduk pada tumpukan laporan, perlahan mengangkat kepalanya.

Pandangan matanya segera tertuju pada sosok yang baru saja keluar dari ruang ganti.

Elena melangkah anggun, seolah setiap detik udara di sekitarnya ikut tertarik pada pesonanya. Gelombang kain gaun yang ia kenakan berayun mengikuti setiap langkahnya, sebuah karya agung hasil tangan Madame Isolde.

Gaun itu terbuat dari satin mewah berwarna biru tua, pekat seperti langit malam berbintang. Bagian luar gaun disulam dengan detail sulur emas dan dihiasi bunga putih kecil yang tampak seperti mawar bulan, menjalar lembut hingga ke ekor gaun. Lapisan rok bagian dalam berwarna putih mutiara, jatuh berundak dengan kilau halus bak cahaya rembulan yang menyibak kegelapan malam.

Leher gaun dibuat terbuka elegan, menonjolkan bahu ramping Elena, dengan sedikit aksen renda lembut di bagian lengan. Permata kecil berkilauan terselip di beberapa lipatan, membuat setiap gerakan menghasilkan cahaya yang menari-nari.

Ruangan seakan terdiam, hanya menyisakan suara lirih kain yang bergesek di lantai. Bahkan para pelayan pun tak kuasa menyembunyikan keterpesonaan mereka.

Madame Isolde tersenyum puas di belakang Elena, lalu berbisik penuh kebanggaan,

“Duchess, anda benar-benar tampak seperti bintang yang turun dari langit malam.”

Sementara itu, Mervyn hanya bisa menatap Elena tanpa mengalihkan pandangan, sorot matanya dalam namun sulit ditebak antara kekaguman, keterkejutan, dan sesuatu yang sulit di pahami.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!