Kayla terkenal sebagai ratu gelud di sekolah-cewek tempramen, berani, dan udah langganan ruang BK. Axel? Ketua geng motor paling tengil sejagat raya, sok cool, tapi bolak-balik bikin ortunya dipanggil guru.
Masalahnya, Kayla dan Axel nggak pernah akur. Tiap ketemu, selalu ribut.
Sampai suatu hari... orang tua mereka-yang ternyata sahabatan-bikin keputusan gila: mereka harus menikah.
Kayla: "APA??! Gue mending tawuran sama satu sekolahan daripada nikah sama dia!!"
Axel: "Sama. Gue lebih milih mogok motor di tengah jalan daripada hidup seatap sama lo."
Tapi, pernikahan tetap berjalan.
Dan dari situlah, dimulainya perang baru-perang rumah tangga antara pengantin paling brutal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim elly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
chapter 14
Dengan langkah berat Kayla masuk ke kelas pagi itu. Bahunya terasa menurun, matanya sayu, seolah semua beban dunia sedang menempel di tubuhnya.
“Semangat, Kay, kita mau ujian,” ucap Anya sambil tersenyum cerah, berusaha menyuntikkan energi.
Kayla hanya mengangguk malas. “Hmm, iya...” jawabnya datar.
“Lo jadinya kuliah di mana?” tanya Anya lagi, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu.
“Ngga tau... kalo lo?” balas Kayla dengan nada lelah.
“Hukum, yuk,” ucap Anya penuh antusias.
Kayla tersenyum tipis, seolah baru merasakan sedikit cahaya di hari suramnya. “Boleh deh.”
“Lo kok beda? Ada apa?” tanya Anya sambil mengelus rambut sahabatnya dengan lembut, mencoba membaca kesedihan di balik wajah Kayla.
Belum sempat Kayla menjawab, guru masuk. Kayla pun menelan semua ceritanya bulat-bulat, mengurungnya dalam dada.
Saat istirahat, Kayla duduk dengan tatapan kosong. Di hadapannya ada sepiring makanan, tapi tangannya hanya mengocek-ngocek tanpa niat memasukkan ke mulut. Perutnya terasa kosong, tapi hatinya jauh lebih kosong.
Tiba-tiba, Axel muncul. Wajahnya penuh emosi, langkahnya keras menghantam lantai. Tanpa basa-basi, ia menarik tangan Kayla dengan kasar.
“Ikut gue,” ucapnya dingin.
“Ekh! Mau dibawa kemana temen gue?!” teriak Anya panik.
Axel tak peduli. Ia mendorong Kayla hingga tubuhnya membentur tembok dengan keras.
“Denger ya! Lo ngga akan pernah mungkin jadi istri gue. Jangan mimpi!” tatapan Axel tajam menusuk.
Kayla menahan sakit di punggungnya, lalu menatap balik dengan wajah datar. “Lo bisa ngga sih jangan kasar sakit anjing.Siapa juga yang mau nikah sama lo?”
Axel terdiam sesaat, rahangnya mengeras. “ngga bisa kalo lo nikah sama gue,gue pastiin lo bakal tesiksa sekarang lo kabur yang jauh biar pernikahan ini ngga jadi,” ucapnya, nadanya penuh frustasi.
“Kasih gue duit. Gue bakal kabur,” jawab Kayla cepat, menantang balik dengan sorot mata berani.
“Butuh berapa?” tanya Axel ketus.
“Lumayan banyak.”
“Gue kasih. Tapi lo jangan pernah datang lagi, oke?” Axel menekankan kata-katanya, suaranya penuh kebencian.
“Kalo gue ketauan gimana?” tanya Kayla, matanya dingin.
“Ya jangan ketauan, bego!” Axel meninju tembok sampai tangannya sedikit berdarah.
“Lo lupa? Bapak gue polisi. Dia bakal cari gue kemanapun gue pergi,” balas Kayla dengan nada tajam, menekan setiap kata.
Axel menunduk, rambutnya jatuh menutupi wajahnya. “Hah... kenapa harus sama lo sih?” suaranya penuh frustasi.
Kayla mendelik, matanya penuh muak. “Gue juga heran. Ngga mau gue sama lo! Mending gue perawan tua daripada harus sama lo.”
Axel menutup wajah dengan tangannya, suara lirih keluar dari bibirnya. “Ini awalnya gimana sampe kayak gini...”
“Katanya dari kecil. Ih, males banget sih gue! Balik, ah. Ngapain deketan sama lo, najis,” ucap Kayla sambil pergi meninggalkannya.
“Sialan!” Axel menendang kerikil dengan keras, suaranya menggema.
Hari berikutnya, keduanya saling mendelik jika bertemu. Udara di sekolah seakan penuh bara.
Hingga hari ujian pun selesai, sikap mereka tetap sama: dingin, penuh permusuhan.
“Kay, lo kenapa sih?” tanya Anya heran saat melihat Kayla melamun di bangku.
“Gue dijodohin sama si Axel, Anya... gue pengen kabur. Bawa gue kabur, pliss,” ucap Kayla dengan suara bergetar, matanya menatap lapangan basket kosong.
“Oh my God... kok bisa?” Anya terperangah.
“Katanya emang dari kecil. Gara-gara si Salsa sialan itu nonjok gue waktu itu. Ibu gue marah-marah, bilang harus segera dinikahin biar ngga jadi beban,” ucap Kayla, matanya mulai berkaca-kaca.
“Wah parah... trus gimana?”
“Gue pengen kabur... bantuin gue dong.”
Anya menggigit bibirnya, ragu. “Hayu ngekos sama gue. Tapi gue takut, eunk... bapak lo polisi. Nanti kalo lo ketemu gue, kebawa loh.”
Kayla menutup wajahnya dengan kedua tangan, emosinya meledak.
“Kenapa sih pada ngomong gitu? Anjir, kesel gue!”
“Ya udah, coba aja,” ucap Anya sambil tersenyum menenangkan.
“Makasih ya, Anya...” ucap Kayla, kali ini tersenyum tulus meski matanya masih sembab.
Tak lama kemudian, Axel datang dengan wajah kusut. “Gimana? Lo jadi kabur?” tanyanya singkat.
“Jadi! Mana duitnya? Gue pergi abis dibagi ijazah. Gue mau kuliah sambil kerja!” ucap Kayla kesal, suaranya tegas.
“Oke, ntar gue kasih duitnya,” jawab Axel datar, lalu pergi begitu saja.
“Gila tuh cowok... ketus amat,” komentar Anya, geleng-geleng kepala.
“Udah lulus, kita ngga akan ketemu dia lagi,” ucap Kayla sambil tersenyum tipis.
“Iya, bener...” sahut Anya.
Hari kelulusan pun tiba. Semua murid bersorak gembira, tapi hati Kayla terasa hampa. Di tengah keramaian, ia memutuskan pergi bertemu Revan.
Mereka bertemu di taman biasa.
“Van... lo tega,” ucap Kayla lirih, menunduk menahan tangis.
“Maafin gue ya, Kay,” ucap Revan sambil tersenyum getir.
Kayla menarik napas panjang, mencoba menahan rasa sakit di dadanya. “Ya udah... hati-hati ya, Van. Semoga lo sukses.”
“Aamiin. Jaga diri lo ya, Kay,” ucap Revan sambil mengusap rambut Kayla dengan lembut.
Kayla mengangguk pelan. Tapi sebelum pergi, Revan memberanikan diri untuk mendekat. Bibirnya menyentuh bibir Kayla.
Kayla terkejut, matanya melebar. Tapi alih-alih menjauh, tangannya menahan kepala Revan agar tak buru-buru melepaskan.
Ia membalas ciuman itu dengan lembut. Waktu seolah berhenti, hanya ada mereka berdua, larut dalam ciuman panjang yang penuh luka dan cinta.
“Kabari gue ya... kalo udah di sana,” ucap Kayla sambil tersenyum getir.
Revan mengangguk mantap.
Revan memeluk kayla dengan erat ia menghela nafas berkali-kali.
"Gue sayang lo kay, sehat-sehat ya jangan buat masalah mulu nanti lo di hajar bapak lo." Ucap revan sambil mengelus rambut kayla.
"Iya van,ucah akh jangan bikin gue ngga bisa lepasin lo." Ucap Kayla sambil mencoba tersenyum.
" Iya gue pergi ya kay."ucap revan sambil pergi.
Akhirnya, Revan benar-benar pergi hari itu.
Kayla menatap punggung laki-laki yang ia sayangi menjauh air mata nya menetes tanpa henti, ia menahan nya di hadapan Revan tak mau Revan menjadi berat langkah nya karna dia.
Setelah memastikan Revan pergi kayla pulang ke rumah nya membereskan pakaian nya untuk kabur.
Malamnya, ia tak tahan lagi.
Ia berkemas diam-diam, membawa baju dan uang yang diberikan Axel.
Dengan hati berdebar, ia melangkah keluar rumah di tengah malam.
Anya sudah menunggu dengan mobilnya.
Lampu sorot menerangi wajah Kayla yang penuh tekad bercampur ketakutan. Malam itu, Kayla nekat pergi meninggalkan rumahnya—meninggalkan semua keterikatan, luka, dan masa lalunya.