NovelToon NovelToon
Ibu Susu Untuk Anak Mafia Dingin

Ibu Susu Untuk Anak Mafia Dingin

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Mafia / Ibu Pengganti / Anak Kembar / Cinta Seiring Waktu / Ibu susu
Popularitas:6.4k
Nilai: 5
Nama Author: Mom Ilaa

Bayinya tak selamat, suaminya berkhianat, dan ia bahkan diusir serta dikirim ke rumah sakit jiwa oleh Ibu mertuanya.

Namun, takdir membawa Sahira ke jalan yang tak terduga. Ia menjadi ibu susu untuk bayi seorang Mafia berhati dingin. Di sana, ia bertemu Zandereo, bos Mafia beristri, yang mulai tertarik kepadanya.

Di tengah dendam yang membara, mampukah Sahira bangkit dan membalas rasa sakitnya? Atau akankah ia terjebak dalam pesona pria yang seharusnya tak ia cintai?

Ikuti kisahnya...
update tiap hari...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom Ilaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 6 #Sampai Tengah Malam

Sahira mempercepat langkahnya, namun tetap berhati-hati. Ia harus sampai di kamar Beby Zee sebelum ada yang melihatnya keluar dari kamar Zander. Namun, ia berhenti di depan tangga saat mendengar suara tawa Raymond menggema dari ruang tamu di bawah.

"Apa yang terjadi?" gumam Sahira penasaran. 

Tepat sebelum kakinya menginjak anak tangga pertama, sebuah tangan menahan bahunya. Ia mendongak, lalu buru-buru menunduk kembali. Zander berdiri di sampingnya, dingin dan tanpa ekspresi.

"Jangan turun. Pergi ke kamar bayi itu," bisik Zander, meliriknya sekilas.

"Ba-baik, Tuan!" Sahira mengangguk, tapi Sahira tetap terpaku di tempatnya setelah Zander turun ke sana. Rasa penasarannya tak bisa ditahan.

Zander berdiri di samping ibunya, Mauren, yang juga tampak senang. Sementara ayahnya, Daren, terlihat tidak percaya dengan apa yang baru saja ia baca.

"Kakek, apa yang membuat kalian sebahagia itu?" tanya Zander. "Kalian dapat keberuntungan baru?"

Mauren menggeleng, lalu menyodorkan selembar kertas. "Zan, bayi yang kamu ragukan itu salah! Dia cucu sungguhan Ibu, anak darah dagingmu sendiri, Nak! Coba kau baca ini."

Zander melihat sekilas, lalu membuang kertas itu. 

"Palsu. Kertas seperti ini bisa dipalsukan."

"Benar, Ayah setuju!" tukas Daren, akhirnya bisa bernapas lega. Raut wajah Raymond dan Mauren berubah menahan kesal.

"Ini asli, tidak palsu, Zander. Kakek sendiri yang mengawasi prosesnya," protes Raymond.

"Benar, Nak. Kakekmu tidak pernah berbohong," bela Mauren.

"Justru karena Kakek yang mengawasi, aku semakin tidak percaya," jawab Zander datar. Ekspresi itu selalu membuat Raymond kesal, karena Zander sangat mirip dengan, Daren, menantunya yang menyebalkan.

"Lantas, bagaimana agar kau bisa percaya, ha?!" Raymond meninggikan suaranya.

"Mudah saja. Aku tinggal menyuruh Hansel yang melakukannya," jawab Zander.

"Kalau begitu, suruh asisten pribadimu itu pergi malam ini juga!" titah Raymond.

"Malas. Besok saja," tolak Zander, berbalik dan tampak menghubungi seseorang.

"ZANDEREO!" bentak Raymond, makin kesal melihat sikap acuh tak acuh cucunya.

"Ayah, sudah! Ingat kata dokter, jantung Ayah harus dijaga. Ayah tidak boleh emosi," tegur Mauren, mengusap dada ayahnya.

"Ini semua karena suamimu! Dia tidak becus mendidik anaknya. Seharusnya dididik dengan tegas, tapi malah dimanja. Jadi, Zander selalu membangkang!" Raymond menunjuk Daren yang pura-pura melihat ke arah lain. "Lihat, sikapnya sama persis! Orang tua bicara, dia malah tidak mendengarkan!"

Raymond melemparkan sebelah alas kakinya ke Daren, tapi menantunya berhasil menghindar.

"Ayah! Lebih baik Ayah ke kamar saja daripada ribut dengan suamiku," Mauren menarik paksa ayahnya. Daren tersenyum mengejek, dan Raymond membalas dengan mengacungkan jari tengah ke arah suami kesayangan putrinya itu.

"Siapa yang kau hubungi, Zan?" tanya Daren, saat Zander mengakhiri panggilannya.

"Urusan di luar negeri, aku serahkan pada Ayah," jawab Zander, menunjuk Daren.

"Ha? Maksudnya?" Daren terkejut dan bingung.

"Aku mau Ayah menggantikanku bekerja di sana."

"Zander, Papa sudah tua. Tidak bisa melakukan perjalanan bisnis. Jalan saja Ayah mulai pincang, nih. Serahkan saja urusan itu ke orang lain," tolak Daren. Ia tidak mau masa pensiunnya berakhir.

"Ayah, urusan di sana cuma seminggu. Tenang saja, ada pengawal khusus yang akan menjaga Ayah," tutur Zander sedikit memaksa.

"Cih, biasanya kau sendiri yang ke sana, tapi sekarang kau malah melemparkannya. Apa ada hal yang lebih penting dari bisnis keluarga kita?" tanya Daren sebelum akhirnya setuju.

"Seperti yang Kakek mau tadi, besok aku sendiri yang akan menyerahkan tes ulang ke dokter."

Daren menghela napas panjang. "Ya sudah, lakukan saja yang terbaik untukmu. Apapun yang kau putuskan, Papa akan selalu mendukungmu."

Zander hanya mengacungkan jempolnya, lalu kembali ke kamarnya. Sikap itu membuat Daren kesal karena Zander bahkan tidak mengucapkan terima kasih. Zander memang lebih cuek dan arogan dari dirinya.

Daren hendak naik ke lantai dua, tapi tiba-tiba Balchia pulang dan menahannya.

"Ayah, tunggu!"

"Dari mana saja kau?" tanya Daren sinis.

"Dari pemotretan, Ayah. Maaf kalau aku pulang terlambat. Tapi lebih dari itu, aku mau tahu apa benar bayiku sudah punya ibu pengganti?" tanya Balchia sopan.

“Pemotretan kok bisa sampai tengah malam?” pikir Daren kurang percaya.

"Ya, tapi sekarang jangan mengganggunya. Dia mungkin sudah tidur. Kalau mau bicara, besok saja!" larang Daren sebelum meninggalkannya.

Balchia menghentakkan kakinya. Daren seolah melindungi dan lebih menyukai ibu susu itu daripada menantunya sendiri. Hal itu membuat Balchia semakin penasaran pada Sahira. Namun, agar citra menantu baiknya tidak luntur, Balchia masuk ke kamar tidur.

Di dalam, Zander langsung membungkus dirinya dengan selimut lain, bagaikan ulat bulu yang tak mau disentuh. Tingkahnya membuat Balchia muak.

"Memangnya aku ini apa sampai dia membatasi dirinya seperti itu? Aku cantik, seksi, berbakat, banyak penggemar, penghargaan. Kurangnya apa coba?" gerutu Balchia, lalu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

"Zan, kau mau ke mana?" tanya Balchia kaget melihat Zander berdiri.

"Kamar tamu."

"Untuk apa?"

"Tidur."

Brak!

Balchia mendesis kesal. Zander selalu saja begitu, memisahkan diri setiap malam.

Namun langkah Zander terhenti di depan pintu kamar beby Zee yang terbuka sedikit. Ia melirik ke dalam melalui celas kecil, kemudian terperangah menatap Sahira sedang menyu-sui beby Zee dan juga bayi girlnya. Sahira terus memandangi beby Zee yang merasa agak mirip dengan bayi girl-nya. “Apa cuma perasaanku saja?” Ia mulai teringat pada ucapan Rames jika bayi laki-lakinya masih hidup.

“Hai, kenapa belum tidur?” Sontak, Sahira terdiam dan segera berbalik badan saat Zander masuk ke dalam kamar beby Zee.

“Tuan, tolong keluarlah, saya sedang bekerja,” pinta Sahira berusaha menutupi dua dadanya dengan selimut, tapi tangan-tangan mungil dua bayinya terus menyingkirkannya sehingga mata menawan Zander tak lepas dari bentuk dadanya yang lebih besar dan semok dari milik Balchia.

“Sudah tengah malam, seharusnya kau tidur saja.”

Sahira menelan ludah, bukan karena ucapan itu melainkan Zander yang kini sangat dekat darinya. Pria itu berdiri tepat di sampingnya.

“Saya digaji, makanya saya harus memastikan kebutuhan beby Zee terpenuhi,” kata Sahira tegas.

“Oh, kalau saya menggajimu, apa kau juga akan melayaniku?”

Sahira berpaling ke arahnya mendengar permintaan Zander yang terdengar ambigu. Seakan Zander sedang menggodanya. Padahal Zander sudah beristri, tapi pria itu tidak sadar ucapannya itu bisa membuat orang lain salah paham.

“Kalau kau bersedia, aku akan menaikkan gajimu 2x lipat.”

“2x lipat? Artinya 4 miliar?” pikir Sahira tak percaya.

“Bagaimana?” tanya Zander sekali lagi.

“Tawaran yang bagus, tapi tujuan saya ke sini cuma satu, mau mengurus bayi kecil, bukan...” ucap Sahira menjeda, “Bukan bayi besar sepertimu,” batin Sahira tak berani mengatakan itu.

“Bukan apa?” tanya Zander.

“Bukan apa-apa, Tuan. Maaf, saya harus pergi,” jawab Sahira setelah menidurkan beby Zee yang terlelap.

“Tunggu!” Dengan cepat, Zander menangkap lengan Sahira.

“Ada apa lagi, Tuan?” tanya Sahira mulai risih.

“Nama bayimu siapa?” Tunjuk Zander ke beby girl Sahira. Sahira menunduk lirih, “Belum punya nama.”

“Kenapa begitu?” Zander mengerutkan dahi, bingung.

“Ayahnya tidak mau kasih nama,” jawab Sahira apa adanya.

“Hm... ya sudah, kasih nama Sara saja,” usul Zander membuat Sahira tersentak.

“Tidak, saya tidak mau.”

“Kenapa? Apa karena aku bukan Ayah bayimu jadi kau tidak suka nama pemberianku?” tanya Zander kecewa.

“Nama itu mengingatkan aku pada suamiku, Sara bisa digabung dari Sahira dan Rames. Lebih baik aku kasih nama yang tidak ada—Ra—nya.”

“Oh... dia benci suaminya, jadi kerja di sini?” pikir Zander mulai sedikit tahu permasalahan Sahira. “Hmm, apa alasannya?” batinnya penasaran.

“Ya sudah, pakai nama Zaena saja! Bagaimana... Eh?” Zander terkejut tak melihat Sahira di sebelahnya. Pria itu pun membuang napas berat lalu menatap bayinya yang tertidur di depannya. Zander mengambil sehelai rambut beby Zee yang jatuh di bantal sebelum keluar dari kamar. Besok ia akan pergi sendiri mengetesnya.

1
partini
hah cerita apa ini 🙄🙄🙄
༎ຶP I S C E S༎ຶ: 😆😆😆😆 😆
partini: oh cuma mimpi toh,,heran aja ko segampang itu ehem ehem
total 3 replies
Yus Nita
jangan mau sahira, mungkin ini hanya jebakan yg di buat Rames dan klrga ny
Yus Nita
siksa dulu, hancur kan karier ny, baru camak kan ke penjara. 😀😀😀😀😀
Yus Nita
dlm mimi sono, zander mencintsi mu peremouan iblis
Yus Nita
syukuriinnn...
percays sama jalang, yg akhir hiduo ny tragis, itu karma. ngejahati sahira, tapi di jahati teman sendiri. 😀😀😀
Yus Nita
gimanadiamau punya asi, jku melahir kan saja tdkpernah. ada masa ny diluman rubah itu akan kena axab ny
Uswatun Kasanah
Lanjut Thor 💪💪🙏🙏🩷🩷🩷
༎ຶP I S C E S༎ຶ: siap kk, update tiap hri 😇 ikuti terus... ya 😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!