NovelToon NovelToon
PENANTIAN CINTA HALAL

PENANTIAN CINTA HALAL

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: ZIZIPEDI

Aila Rusli tumbuh dalam keluarga pesantren yang penuh kasih dan ilmu agama. Diam-diam, ia menyimpan cinta kepada Abian Respati, putra bungsu Abah Hasan, ayah angkatnya sendiri. Namun cinta mereka tak berjalan mudah. Ketika batas dilanggar, Abah Hasan mengambil keputusan besar, mengirim Abian ke Kairo, demi menjaga kehormatan dan masa depan mereka.

Bertahun-tahun kemudian, Abian kembali untuk menunaikan janji suci, menikahi Aila. Tapi di balik rencana pernikahan itu, ada rahasia yang mengintai, mengancam ketenangan cinta yang selama ini dibangun dalam doa dan ketulusan.

Apakah cinta yang tumbuh dalam kesucian mampu bertahan saat rahasia masa lalu terungkap?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZIZIPEDI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PENANTIAN CINTA HALAL

Ruang tengah ndalem terasa seperti ruang yang kehabisan udara, ketika suara Kyai Hasan perlahan meresap ke dada Bayu Langit. Kalimat Abahnya barusan seperti embusan angin yang membawa beban berat ke pundaknya.

"Bagaimana, Mas...? Abah berharap kamu mau mempertimbangkannya. Putri Om Seno itu bukan perempuan sembarangan. Azela, seorang dokter. Om Seno mengharapkan kamu menjadi menantunya."

Bayu Langit hanya terdiam. Pria berjambang tipis itu menunduk, wajahnya setenang dan sedatar kitab tua yang telah bertahun-tahun dibaca ulang.

Saat kebisuan membalut ruang itu, Aila masuk membawa nampan. Ia meletakkan secangkir kopi untuk Abah, dan secangkir teh hangat di hadapan Bayu Langit.

"Ini kopinya, Bah... Mas Bayu, tehnya monggo diminum," ucap Aila lembut, mengangguk sopan pada keduanya. Lalu ia pamit, kembali ke dapur membantu Umi menggoreng tempe mendoan kesukaan Abah.

Bayu mengangkat cangkirnya perlahan. “Terima kasih,” ucapnya singkat pada Aila sebelum gadis itu berbalik pergi.

Hasan menyeruput kopi itu, menatap putranya lekat. “Bagaimana, Mas...? Abah minta, jangan kecewakan harapan Abah.”

Bayu menghela napas panjang, lalu menjawab datar, “Bayu akan pikirkan, Bah... dengan sungguh-sungguh.”

“Abah tahu kamu tak suka dipaksa. Tapi dalam urusan ini, setidaknya, beri kabar yang menenangkan. Jangan biarkan Om Seno berharap tanpa kepastian.”

“InsyaAllah, Bah.”

Hasan mengangguk pelan. “Abah ke pondok dulu. Santri-santri baru mulai halaqah ba’da Ashar.” Ia bangkit dengan bantuan tongkat, melangkah perlahan meninggalkan ruangan itu.

Bayu memandangi punggung ayahnya hingga menghilang dari pandangan. Ia lalu menyesap teh buatannya Aila, kemudian membawa cangkir kosong itu ke dapur. Tak lama, ia melangkah keluar ke arah taman belakang. Di gazebo kecil, Aila terlihat tengah membaca dan mencatat sesuatu di buku SKI-nya.

Bayu berdiri di hadapannya. “Ngerjain tugas...?”

Aila mendongak, menutup bukunya pelan. “Nggih, Mas. Tugas SKI. Tapi ndak banyak, tinggal dikit.”

Bayu duduk di kursi sebelah. Pandangannya lurus ke arah kolam, pada permukaan air yang beriak perlahan.

“Hari ini Abah menyampaikan sesuatu ke Mas... Tentang taaruf.”

Aila menoleh cepat. “Taaruf...? Dengan siapa, Mas...?”

“Putrinya Om Seno.”

“Yang dokter itu...?”

Bayu mengangguk perlahan. “Namanya Azela.”

“Terus, Mas... mau...?” suara Aila mulai pelan. Ragu. Ia menatap wajah dingin Bayu yang sulit ditebak.

Bayu menarik napas. “Abah tidak memaksa. Tapi Om Seno berharap. Mas hanya ingin tahu, kalaupun Mas lanjut... kamu ridha...?”

Aila mengernyit. “Aila ya ridha aja...?”

Bayu menoleh, menatap adiknya dalam.

“Aila adalah satu-satunya orang yang Mas ajak bicara. Kamu yang setiap hari Mas lihat. Kamu yang paling bisa jujur sama Mas... Mas tidak ingin nikah hanya karena didorong keadaan, tapi karena ada pertimbangan matang... dan restu dari orang yang paling Mas percaya.”

Aila terdiam. Gadis itu menyembunyikan keterkejutannya dengan menunduk, memainkan ujung jilbabnya.

“Mas Bayu...” ucapnya pelan, “...pernikahan itu tanggung jawab besar. Kalau Mas merasa cocok, teruskan. Kalau ragu, jangan paksakan. Tapi kalau saran Aila, mending Mas istiqarah dulu. Biar Allah yang jawab.”

Bayu mengangguk. “Itu yang akan Mas lakukan. Tapi ada satu hal lagi...”

“Apa, Mas?”

“Kalau nanti Mas ketemu Azela, kamu ikut.”

“Loh? Buat apa Aila ikut...?”

“Mas butuh seseorang yang bisa lihat dengan mata hati. Masmu ini, Ai... matanya kadang tertutup kabut dunia.”

Aila tersenyum kecil. “Nggih, Aila ikut.”

Keesokan harinya, di kafe kecil tak jauh dari rumah sakit...

Bayu dan Aila telah duduk di kursi yang sebelumnya dipesan Azela. Tak lama, sosok wanita tinggi semampai berjalan anggun menghampiri mereka. Langkahnya mantap, penampilannya elegan, dan wajahnya teduh—meski terlalu modern untuk lingkungan pesantren.

“Maaf menunggu, saya langsung dari IGD,” sapa Azela dengan ramah.

Aila berdiri, menyalaminya dengan sopan. Azela lalu mendekat dan mencium pipi Aila seperti kebiasaan kaum urban. Aila sedikit kikuk. Saat Azela menjulurkan tangan ke arah Bayu, pria itu menangkupkan tangannya di dada sambil sedikit menunduk.

“Saya Azela. Anak Om Seno.”

“Bayu Langit,” jawab Bayu singkat.

Obrolan pun mengalir. Azela tampak dewasa dan tenang. Jawabannya cerdas, tutur katanya lembut. Tapi... di sela-sela itu, Bayu tak henti mencuri pandang pada Aila. Gadis itu duduk tenang, kadang mencatat, kadang hanya diam memperhatikan.

Sampai akhirnya Azela bertanya langsung.

“Kalau dari Mas Bayu sendiri, bagaimana...?”

Bayu menatap Azela sebentar, lalu menunduk. “Saya belum bisa jawab hari ini. Saya tidak ingin menimbang hanya dari logika... saya butuh tanya pada yang mencipta logika, Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Azela tersenyum. “Saya menghormati keputusan itu.”

Setelah pamit, Azela berlalu. Bayu dan Aila masih di meja. Bayu menyandarkan punggung.

“Apa pendapatmu?”

Aila menatap ke depan. “Cantik. Pintar. Tapi...”

“Tapi?”

“Mas Bayu harusnya lebih tegas tadi. Kalau ragu, bilang ragu. Bukan sekadar tunda.”

Bayu mengangguk pelan. “Bukan Mas ndak tegas, Mas pengen kamu yang menilai,"

Aila tersenyum. “Nah, itu baru Ustadz Bayu Langit.”

Bayu menoleh, bibirnya melengkung tipis. “Santri nakal... pintar sekali menasihati ustadznya.”

Usai pertemuan,Bayu dan Aila singgah di toko buku. Mentari menggantung rendah di angkasa, pongah tapi memesona.

Sinarnya menyibak awan-awan putih yang berarak pelan, menciptakan lukisan langit biru yang seolah tak berujung, sepotong surga yang digoreskan Tuhan di atas kanvas dunia. Di bawah payung langit itu, Bayu Langit dan Aila melangkah beriringan, memasuki toko buku terbesar di kota mereka.

Aila menyusuri rak demi rak, matanya berbinar menemukan buku-buku yang menggoda pikirannya. Tangannya lincah membolak-balik sampul, mencari cerita yang pas untuk usianya.

Heeem... novel ini bagus...

Batin Aila saat matanya membaca sinopsis sebuah buku berjudul Pulang Bersama Rindu.

“Sudah dapat...?”

Suara berat nan tenang tiba-tiba datang dari belakang. Bayu muncul, membawa sebuah buku bersampul cokelat tua.

“Ya Allah, Mas! Kagetin banget sih...”

Aila hampir melompat mundur. Wajahnya pucat karena terkejut.

“Mas cuma tanya,” jawab Bayu datar, seperti biasa.

“Baru nemu satu,” sahut Aila sambil menunjukkan bukunya.

Bayu mengangguk, lalu menyodorkan bukunya. “Coba lihat ini. Bagus.”

Aila membaca judulnya dan langsung cemberut.

Menjadi Istri Salihah yang Dirindu Surga

“Ini mah cocoknya buat Mbak Azela, bukan buat Aila!” serunya, menatap tajam Bayu. Tapi Bayu hanya melirik sekilas.

“Buku ini akan berguna suatu hari nanti. Simpan saja.”

Suara Bayu tetap datar, tapi mengandung makna yang dalam. Tegas tapi tak memaksa. Lugas tapi tak keras.

Aila diam. Tak menjawab. Ia tahu, berdebat dengan Mas Bayu takkan pernah dimenangkannya. Mereka lalu menuju kasir. Bayu membayar semua buku Aila tanpa sepatah kata pun.

Di perjalanan pulang, Bayu membelokkan mobil ke sebuah warung sate terkenal. Tanpa bertanya, ia berkata singkat.

“Turun. Mas lapar.”

Aila menyambut dengan tawa.

“Mas traktir aku lagi?”

Bayu tak menjawab. Dia sibuk memesan pada penjual. Aila cengengesan sendiri.

Buku dapet empat, sekarang makan gratis pula. Rejeki santri solehah!

Gumam Aila dalam hati sambil tersenyum riang.

Mereka duduk di kursi kayu nomor tiga. Bayu menyilangkan tangan di dada, tenang. Aila duduk di sampingnya, menggigit tusuk sate sambil mengecek ponsel.

“Gimana menurutmu soal Azela?” tanya Bayu akhirnya.

Aila menoleh. “Ya cocok lah Mas. Secara... pintar, cantik, dewasa...”

Bayu menghela napas. “Penampilan?”

“Mas... penampilan itu bisa diperbaiki. Mbak Zela pasti mau tutup aurat kalau Mas arahkan. Dia kelihatan mau belajar.”

Bayu terdiam. Sorot matanya menyapu jalanan yang lengang.

“Kamu setuju?” tanyanya pelan, nyaris seperti gumaman.

Aila mengangguk. “Aila pribadi sih mendukung.”

“Kamu yakin?”

Pertanyaan itu terdengar berat. Seolah sedang menahan sesuatu di balik dadanya.

“Iya, Mas. Tapi... kenapa Mas tanya terus ke Aila? Seolah keputusan Mas bergantung pada Aila.”

Bayu menoleh, mata teduhnya menajam. “Karena kamu satu-satunya yang Mas percaya tak akan menjawab demi menyenangkan Mas.”

Aila terdiam. Lalu ia berbisik pelan, “Atau... karena Mas sudah punya seseorang di hati Mas?”

Bayu mengalihkan pandangannya.

“Jawab Mas...” desak Aila. “Jangan diam.”

“Tidak penting. Mas hanya butuh pendapatmu. Satenya habiskan. Kita pulang.”

Tegas. Dingin. Tak terbantahkan. Dan Aila tahu, ada luka dalam diamnya Mas Bayu hari ini. Tapi Aila tak tahu apa.

Tiga hari kemudian...

Bayu duduk di hadapan Abah Hasan. Wajahnya tenang, sorot matanya teduh, namun bahunya tegak menampakkan ketegasan.

"Bagaimana keputusanmu, Nak? Om Seno sudah bertanya lagi."

Bayu menarik napas dalam. “Bismillah... insya Allah Bayu bersedia, Bah.”

Abah tersenyum. “Alhamdulillah.”

Sebulan kemudian... Hari pernikahan.

Aula hotel berubah seperti surga kecil. Putih, anggun, dan penuh cahaya. Bayu duduk di sisi Abahnya. Aila dan Umi Fatimah di belakang, memandangi sosok yang akan di-ijab-kabul-kan hari itu.

Pak penghulu memulai memimpin ijab.

“Saya nikahkan engkau, Bayu Langit bin Hasan, dengan putri kandungku Azelia Putri Seno, Binti Seno dengan mas kawin emas dua puluh gram, tunai.”

Bayu menjawab lantang, “Saya terima nikahnya dan kawinnya Azelia Putri Seno binti Seno binti Seno dengan mas kawin tersebut, tunai.”

“Sah.”

“Alhamdulillah.”

Semua bersorak. Aila pun berdiri.

“Selamat Mas Bayu. Semoga menjadi keluarga sakinah, mawaddah, warahmah.”

Azela tersenyum hangat. Tapi Bayu hanya mengangguk ringan, tatapannya sempat singgah pada Aila lebih dari satu detik.

Seusai Acara temu manten dan para tamu undangan mulai lengang. Bayu dan Azelia masuk ke kamar pengantin.

Kamar pengantin sunyi. Bayu duduk di tepi ranjang, melepas jas dan mengganti pakaian. Azela berdiri kikuk di depan cermin, mencoba membuka sanggul dan perhiasan kepalanya. Bayu bangkit, berjalan ke arahnya.

“Maaf. Saya bantu.”

Ujarnya sopan.

“Terima kasih, Mas...” suara Azela pelan.

Bayu duduk kembali. Lalu membuka suara, tenang namun tajam.

“Maaf sebelumnya. Saya mendengar ibu-ibu tadi bergosip. Katanya kamu menikah dengan saya karena calon suamimu... meninggal, apa itu benar?”

Azela kaku. Jemarinya mengepal.

“Iya, Mas. Seharusnya hari ini saya menikah dengan dr. Kenzi. Tapi... takdir berkata lain. Dia meninggal karena kecelakaan.”

Bayu menunduk sejenak. Kemudian menatap Azela, penuh luka yang tak terlihat.

“Jadi benar. Saya ini... hanya pengganti?”

Azela terdiam. Air matanya jatuh satu per satu.

Bayu tersenyum miris. “Saya menerima pernikahan ini... karena saya yakin kamu tulus ingin membangun rumah tangga bersama saya. Bukan... karena kamu butuh pelipur dari kehilangan.”

“Mas, saya mohon... beri saya waktu,” ucap Azela, suaranya bergetar.

Bayu bangkit, merapikan sajadah.

“Malam sudah larut. Silakan istirahat. Saya akan tidur di sofa.”

Dan malam pertama yang seharusnya penuh manis... berakhir sunyi.

1
Ita Putri
poor bayu
Ita Putri
jangan" hamil anak almarhum dr.kenzi
R I R I F A
lanjut aku suka cerita yg islami...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!