NovelToon NovelToon
MENGEJAR CINTA CEO TUA

MENGEJAR CINTA CEO TUA

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Pengantin Pengganti / Nikah Kontrak / Beda Usia / Pelakor jahat
Popularitas:7.3k
Nilai: 5
Nama Author: akos

Kania, gadis yang hidupnya berubah seketika di hari pernikahannya.
Ayah dan ibu tirinya secara tiba-tiba membatalkan pernikahan yang telah lama direncanakan, menggantikan posisi Kania dengan adik tiri yang licik. Namun, penderitaan belum berhenti di situ. Herman, ayah kandungnya, terhasut oleh Leni—adik Elizabet, ibu tirinya—dan dengan tega mengusir Kania dari rumah.

Terlunta di jalanan, dihujani cobaan yang tak berkesudahan, Kania bertemu dengan seorang pria tua kaya raya yang dingin dan penuh luka karena pengkhianatan wanita di masa lalu.

Meski disakiti dan diperlakukan kejam, Kania tak menyerah. Dengan segala upaya, ia berjuang untuk mendapatkan hati pria itu—meski harus menanggung luka dan sakit hati berkali-kali.

Akankah Kania berhasil menembus dinding hati pria dingin itu? Atau akankah penderitaannya bertambah dalam?

Ikuti kisah penuh emosi, duka, dan romansa yang menguras air mata—hanya di Novel Toon.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon akos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 15. SATU KECUPAN

Perempuan yang tak lain adalah Sindy. Mendekat, menggelayut manja di pundak Tuan Bram sambil melirik ke arah ranjang. Dengan nada penasaran nan manja, ia pun bertanya siapa perempuan yang terbaring di atas pembaringan.

Jawaban Tuan Bram kembali menghantam dada Kania.

"Anak pungut."

Tanpa curiga, Sindy mengangguk menerima perkataan Bram. Bibir merahnya perlahan mendekat ke pipi pria itu. Bram sengaja tak memalingkan wajah, bukan karena ingin, melainkan demi satu tujuan, membiarkan Kania semakin terpuruk.

Tuan Bram duduk di kursi kerjanya, membuka laptop dan meneliti setiap berkas pekerjaan kantor. Sementara itu, Sindy dengan rengekan manja seperti bayi melangkah mendekat, tanpa ragu duduk di pangkuan tuan Bram. Sindy berusaha mengalihkan pandangan pria itu dari layar, hanya untuknya dirinya saja.

Berkali-kali Tuan Bram memintanya pindah ke kursi kosong di sebelah, namun Sindy tetap bersikeras, tak mau lepaskan.

Melihat kelakuan Sindy yang sudah kelewatan, Kania duduk, memegang dadanya, Rintihan kecil membuat tuan Bram berpaling menatapnya.

Tuan Bram segera berdiri, langkahnya cepat mendekati Kania. Kania semakin mencengkram dadanya, membuat tuan Bram semakin panik.

"Mana yang sakit?" suara bergetar setengah khawatir.

Kania hanya diam, Tuan Bram mengeluarkan ponsel, hendak menghubungi dokter Rudy, tapi kani cegah.

Kania meminta Tuan Bram mengantarnya ke kamar mandi. Tanpa ragu, Tuan Bram mengangkat tubuh mungil Kania, menggendongnya sambil melangkah menuju kamar mandi. Kania memeluk erat leher tuan Bram, menyandarkan wajah pada dada bidang pria itu.

Ada rasa damai yang menyelinap di hati Kania, menikmati kehangatan dari sosok yang selama ini tak pernah menganggapnya ada.

Sindy murka. Selama bersama Tuan Bram, ia tak pernah diperlakukan seperti itu.

Dengan kesal, Sindy mencoba menarik tubuh Kania agar turun dari gendongan Tuan Bram. Namun bukannya melepaskan diri, Kania justru semakin mengeratkan pelukannya.

“Cukup, Sindy. Jaga sikapmu!”

Bentakan Tuan Bram membuat Sindy sontak melepaskan pegangan.

Tuan Bram membawa Kania masuk ke kamar mandi, lalu segera keluar dan menutup pintunya rapat. Ia berdiri tegak di ambang pintu, layaknya seorang penjaga.

Di dalam kamar mandi, Kania tertawa kecil sambil menutup mulutnya. Rencananya berhasil, dan bertekad akan mengulang hal yang sama pada setiap perempuan yang mencoba mendekati Tuan Bram.

Tak lama, pintu kamar mandi terbuka. Kania keluar sambil menapaki lantai perlahan, tangannya meraba tembok seolah tubuhnya nyaris tak sanggup berdiri. Melihat itu, Tuan Bram segera menghampiri dan kembali menggendongnya.

Sindy semakin emosi, terlebih ketika sempat melihat Kania melemparkan senyum padanya, senyum seperti ejekan dari seorang bocah nakal.

Di kepalanya, Sindy mulai merancang cara agar ia bisa membawa Tuan Bram pergi dari tempat itu. Begitu Tuan Bram meletakkan Kania di pembaringan, Sindy segera mendekat, mengajaknya keluar dengan alasan melihat proyek baru milik Tuan Albert.

Tuan Bram mengangguk, terlebih karena itu menyangkut pekerjaan. Ia yakin Nyonya Marlin takkan keberatan, mengingat mereka masih memiliki hubungan keluarga yang dekat.

Kini giliran Sindy yang melemparkan senyum pada Kania. Namun, Di balik tatapan tenangnya, Kania sudah kembali memutar otak, mencari cara untuk menggagalkan rencana mereka.

Tuan Bram menutup layar laptopnya, memastikan semua pekerjaan tersimpan aman sebelum bersiap pergi. Sindy, dengan gaya manja memeluk lengannya.

Namun, baru saja mereka hendak mencapai pintu, teriakan Kania memecah suasana. Tubuhnya mengejang hebat di atas pembaringan, meronta ke kiri dan ke kanan, matanya terbuka lebar seperti orang yang tengah kerasukan.

Tuan Bram segera berlari dan memegangi tubuh Kania, sambil berteriak kencang memanggil pelayan.

Beberapa pelayan datang, membantu menenangkan Kania. Dari arah pintu, Nyonya Marlin muncul bersama Bi Ana dan mendekat ke pembaringan.

Dengan lembut, Nyonya Marlin mengusap Kepala Kania. Perlahan, gerakan Kania mereda, hingga akhirnya ia mulai terdiam.

Sindy semakin tersulut amarah, terlebih ketika melihat nyonya Marlin begitu perhatian pada Kania. Dengan kasar, ia mencengkeram lengan Kania dan menyeretnya turun dari pembaringan. Tak berhenti sampai di situ, Sindy memaksa Kania berdiri, seolah ingin membuktikan kepada semua orang bahwa gadis itu hanya berpura-pura sakit.

"Sindy cukup!" suara nyonya Milan menggema, sarat amarah. "Pelayan, bawa dia keluar!" perintahnya tegas.

Beberapa pelayan segera menarik Sindy, namun perempuan itu terus berteriak, bersikeras dan berjanji akan membongkar semua kebohongan Kania di hadapan mereka.

Kondisi Kania perlahan membaik. Hal itu membuat nyonya Marlin sedikit ragu, apa benarkah ucapan Sindy kalau Kania hanya berpura-pura?

Lama ia termenung, menimbang-nimbang dalam hati, hingga akhirnya menemukan jawabannya. Dengan senyum mengembang nyonya Marlin mengajak semua orang keluar, meninggalkan tuan Bram dan Kania berdua di dalam ruangan.

Tuan Bram duduk di sisi pembaringan, rasa iba jelas tergambar di wajahnya saat menatap kondisi Kania. Perlahan, ia menyibak helai demi helai rambut yang menutupi wajah Gadis itu, seolah ingin memastikan ia tetap nyaman.

Saat Tuan Bram hendak berdiri, tiba-tiba tangan Kania menahan geraknya. Gadis itu memeluknya erat, seolah tak ingin melepaskan.

Tuan Bram memilih tetap diam, berharap dengan cara itu Kania dapat menemukan kembali ketenangannya.

************************************

Dua minggu telah berlalu sejak perjanjian antara Nyonya Marlin dan Kania. Hubungan antara Tuan Bram dan Kania perlahan membaik

Bahkan mereka telah berbagi ranjang, meski masih ada pembatas di antara keduanya. Bagi Kania, sebuah kemajuan besar walau tuan Bram masih tampak dingin padanya.

Pagi itu, seperti rutinitas biasanya, Kania merapikan kamar dengan penuh telaten, menata meja kerja Tuan Bram, membersihkan kamar mandi, hingga menyiapkan secangkir kopi hangat sebelum tuan Bram terbangun.

Melihat Tuan Bram bangun, Kania buru-buru ke kamar mandi, menyiapkan air hangat, perlengkapan mandi, dan handuk.

Usai Tuan Bram mandi, Kania tetap saja sibuk. Menyiapkan segala keperluan kerja tuan Bram, mulai dari pakaian, tas kerja, hingga membantu memakaikan sepatu. Semua itu Kania lakukan dengan senang hati.

Tuan Bram keluar dari kamar, diikuti Kania sambil menenteng tas kerjanya. Peran sekretaris yang biasanya dijalankan Bams, kini sepenuhnya diemban Kania.

Sepanjang perjalanan menuju ruang makan, Kania sesekali memutar di ikuti tas yang ada tangannya, persis seperti adegan dalam film India. Tuan Bram menggeleng, menanggapi tingkah polos dan kekanak-kanakan gadis itu.

Di ruang makan, Nyonya Marlin sudah menunggu. Tatapannya tak lepas dari keduanya, sesekali tersungging senyum melihat kepolosan Kania saat melayani suaminya, pria yang usianya lebih Pantas menjadi ayah atau pamannya.

Sarapan pagi berjalan dengan hikma tanpa sepatah kata keluar dari mulut mereka. Selesai sarapan, tuan Bram berdiri di ikuti Kania.

Setibanya di depan pintu utama, sebuah mobil mewah sudah terparkir rapi. Sekretaris Bams berlari kecil memutari mobil, lalu membukakan pintu untuk majikannya.

Kania menyerahkan tas kerja Tuan Bram, lalu memberi isyarat halus agar pria itu menunduk seakan ada sesuatu yang ingin ia bisikkan.

Tanpa ragu, Tuan Bram menunduk mendekat.

Pemandangan itu membuat mata sekretaris Bams terbelalak, begitu pula para pelayan yang tengah bekerja di depan mansion, terkejut melihat sang majikan menunduk pada Kania.

“Jaga dirimu baik-baik… dan ingat, jauhi setiap wanita yang mencoba mendekat. Sebab, aku takkan membiarkan mereka hidup dengan tenang jika berani menyentuh suamiku. Cup...." bisik Kania lembut, sebelum menghadiahi Tuan Bram kecupan lembut di pipi.

Tuan Bram masuk ke dalam mobil dengan perasaan yang sulit di jelaskan.

Sementara itu, dari balik jendela, dua pasang mata memandang penuh arti, bibir mereka tersungging senyum tipis menyaksikan apa yang baru saja terjadi di luar sana.

1
Trivenalaila
suka jln ceritanya, klu bisa dilanjutkan yaaa🙏🙏
Akos: akan lanjut terus KK sabar ya
total 1 replies
Ahn Mo Ne
apakah ini lagi hiatus.??
Akos: setiap hari update kk,
total 1 replies
Muna Junaidi
Hadir thor
Ayu Sasih
next ditunggu kelanjutannya kak ❤️❤️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!