NovelToon NovelToon
(Bukan) Pengantin Idaman

(Bukan) Pengantin Idaman

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Berbaikan / Pengantin Pengganti / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Edelweis Namira

Pernikahan antara Adimas Muhammad Ibrahim dan Shaffiya Jasmine terjalin bukan karena cinta, melainkan karena sebuah perjodohan yang terpaksa. Adimas, yang membenci Jasmine karena masa lalu mereka yang buruk, merasa terperangkap dalam ikatan ini demi keluarganya. Jasmine, di sisi lain, berusaha keras menahan perasaan terluka demi baktinya kepada sang nenek, meski ia tahu pernikahan ini tidak lebih dari sekadar formalitas.

Namun Adimas lupa bahwa kebencian yang besar bisa juga beralih menjadi rasa cinta yang mendalam. Apakah cinta memang bisa tumbuh dari kebencian yang begitu dalam? Ataukah luka masa lalu akan selalu menghalangi jalan mereka untuk saling membahagiakan?

"Menikahimu adalah kewajiban untukku, namun mencintaimu adalah sebuah kemustahilan." -Adimas Muhammad Ibrahim-

“Silahkan membenciku sebanyak yang kamu mau. Namun kamu harus tahu sebanyak apapun kamu membenciku, sebanyak itulah nanti kamu akan mencintaiku.” – Shaffiya Jasm

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Edelweis Namira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAGIAN 6

Jasmine baru saja melipat sajadahnya dan menyelipkannya ke dalam tas kecil yang biasa ia bawa. Suasana masjid sudah mulai lengang. Beberapa jamaah wanita telah pulang lebih dulu, menyisakan keheningan yang menenangkan. Ia menarik napas panjang, mencoba menata kembali kekacauan pikirannya setelah hari yang begitu panjang dan cukup membuat pikirannya kacau.

Namun ketenangan itu hanya bertahan sebentar.

Saat ia menuruni anak tangga masjid menuju pelataran parkir, matanya menangkap siluet yang sangat ia kenal, itu suaminya. Lelaki itu baru keluar dari mobilnya, langkahnya cepat, bahunya tegang, dan rahangnya mengeras. Jasmine menghela napas pelan.

Ia tahu Adimas sedang marah. Jasmine yakin, lelaki itu akan mengeluarkan kata-kata yang pedas. Pun jika tidak seperti itu, Jasmine yakin Adimas akan memarahinya hanya melalui tatapan atau sikap dinginnya.

Jasmine tidak perlu bertanya. Ia tahu benar, Adimas tidak mencari-carinya karena cemas akan keadaannya. Ia tahu lelaki itu tidak semarah ini karena takut ia kenapa-kenapa. Jasmine sangat tahu, Adimas seperti itu karena ia takut dimarahi keluarganya jika tidak membawa dirinya.

Bagi Adimas, pernikahan ini hanyalah perjanjian dan kehadiran Adimas di sini hanyalah sebuah kewajibannya kepada keluarganya.

Langkah mereka akhirnya berhenti berhadapan. Beberapa detik mereka saling menatap tanpa suara. Angin malam bertiup pelan. Jasmine menunduk. Kali ini ia tidak ingin membela diri. Toh, ia juga lelah.

Tanpa mengatakan apa pun, Adimas membukakan pintu mobilnya dengan kasar.

"Masuk," ucapnya dingin.

Jasmine tanpa bicara pun melangkah masuk. Ia bertekad untuk tidak banyak bertanya apalagi memancing kemarahan suaminya.

Walaupun sebenarnya ia punya banyak pertanyaan untuk Adimas. Tentang dari mana Adimas tahu keberadaannya sekarang dan tentang apa yang Adimas seharian ini.

Mobil melaju dalam keheningan. Hanya suara mesin dan deru jalanan yang terdengar samar. Di kursi kemudi, Adimas menggenggam setir erat-erat. Rahangnya masih mengeras, matanya lurus menatap jalanan yang gelap. Di sebelahnya, Jasmine duduk diam, tangannya di pangkuan, menatap keluar jendela. Tak ada satu pun dari mereka yang berinisiatif memecah keheningan.

Hingga akhirnya, suara datar dan menusuk Adimas memecah keheningan di antara mereka.

"Kamu punya mulut untuk bicara kalau memang ingin pergi ke tempat lain, kecuali jika kamu memang sengaja membuat saya dimarahi eyang hanya karena tidak becus menjaga kamu."

Jasmine tidak langsung menjawab. Ia menarik napas perlahan sebelum akhirnya menoleh, suaranya lembut namun terdengar lelah.

"Aku tidak bermaksud begitu, Mas. Seperti biasa setiap sore di hari senin aku memang kajian di tempat itu. Tadi selesainya lumayan lama. Jadi sekalian menunggu waktu Isya' di sana."

"Saya tidak peduli dengan apapun yang kamu lakukan. Selama itu tidak melibatkan saya. Dan ingat, berhenti memanggil saya dengan sebutan 'Mas' jika kita hanya berdua. Panggilan itu tidak pantas kamu ucapkan kepada saya."

"Lantas? Kamu ingin aku panggil apa?"

Adimas menoleh sekejap, tatapannya tajam namun senyum miring muncul di bibirnya. "Saya juga tidak sudi nama saya diucapkan oleh kamu."

"Jangan terlalu membenciku. Benci itu bisa berganti cinta jika Allah sudah berkehendak," sahut Jasmine lembut, namun terdengar tegas.

Ia sebenarnya sudah lelah berbanding terbaik dengan Adimas yang tampaknya punya simpanan energi yang besar. Lelaki itu seakan tidak kehabisan stok kata-kata kasar untuk dilontarkan kepadanya.

"Jangan mimpi. Membayangkannya saja saya mual."

Menyakitkan? Tentu saja iya. Namun Jasmine sudah terlatih untuk ditolak.

"Jangan dibayangkan. Kalau aku minta sama Allah untuk memasukkanku ke mimpimu nanti bahaya."

Adimas mendengus pelan, kembali memusatkan perhatian ke jalan. "Berhenti bawa-bawa Tuhan. Mulut kotormu itu tidak pantas mengucapkan itu," ucapnya sinis.

Tangan Jasmine saling memeluk satu sama lain. Hatinya memang merasa sakit, namun ia bisa berusaha memahami itu apalagi Jasmine tahu Adimas juga tidak terlalu mengenalnya.

Dirinya kotor? Iya. Jasmine sadar dirinya punya banyak dosa. Masa lalunya buruk. Wajar lelaki baik seperti Adimas menolak dinikahkan dengannya. Adimas berhak dapat perempuan yang lebih baik, tapi itu bukan Rindu.

Tiba-tiba Adimas memberikan ponselnya pads Jasmine. Gadis itu menatap Adimas bingung.

"Ini apa?" tanyanya kemudian.

Masih dengan wajah dingin, namun begitu fokus menatap jalanan, Adimas mendengus kesal. "Berikan nomor hp mu. Saya tidak mau harus menerima amarah kalau kamu menghilang."

Jasmine tersenyum tipis. Tangannya terulur menerima ponsel tersebut. "Jadi begini caramu meminta nomor hp perempuan?" tanya Jasmine lalu mulai menekan angka dan menyimpannya di kontak Adimas.

"Tidak usah kepedean. Itu untuk jaga-jaga kalau kamu menghilang."

Walaupun masih dengan nada yang jauh dari kata ramah, Jasmine tetap senang. Bodohnya Jasmine adalah masih menyimpan prasangka baik pada lelaki itu. Padahal jangankan memperlakukannya dengan baik, sekedar menyembutkan namamya saja seolah ia enggan.

"Sudah." Jasmine memberikan ponsel tersebut. Namun sebelum itu ia sudah mengirimkan notifikasi dari ponsel Adimas ke ponselnya. "Nomormu juga sudah aku simpan."

Adimas mengambilnya cepat. Ia tidak lagi menyahuti perkataan Jasmine.

Mobil itu terus melaju membelah jalanan. Tujuan mereka adalah rumah utama keluarga Adimas. Perjalanan terasa begitu sunyi. Tidak ada lagi yang memulai pembicaraan hingga akhirnya mereka pun sampai di rumah besar tersebut.

Begitu mobil berhenti di halaman kediaman keluarga Ibrahim, Jasmine menarik napas dalam. Ia sempat menunduk sebelum turun dari mobil. Namun dengan cepat ia segera menyusul Adimas yang sudah berjalan dulu di depannya.

"Assalamu'alaykum," ucapnya sementara Adimas sudah masuk terlebih dulu.

Lelaki itu terus berjalan hingga sampai di ruang keluarga rumah tersebut. Adimas berjalan sangat cepat. Sementara Jasmine tampak kesusahan menyamai langkah lelaki itu. Senyumnya muncul begitu melihat Eyang, Bunda, dan Ayah Adimas sedang duduk santai di ruang keluarga tersebut.

“Alhamdulillah, akhirnya pulang juga,” ucap Eyang sambil merentangkan tangan. Jasmine mendekat dan memeluknya erat. Ada kehangatan di sana, yang membuat dada Jasmine sedikit lega.

"Maaf kami pulang terlambat," sahut Jasmine menyesal. Lalu segera mendekati perempuan lain, Bunda Adimas.

"Selamat malam, Bunda," sapanya kemudian memeluk perempuan yang wajahnya sangat tidak mirip Adimas tersebut.

“Selamat malam, Jasmine,” ujar Bunda Adimas sambil mengelus punggungnya. “Kamu pasti lelah, kan? Mau makan dulu?" tanyanya dengan penuh perhatian

Namun Adimas langsung menyahut sebelum Jasmine sempat menjawab, “Kami sudah makan di luar, Bun."

Nada suaranya datar. Tatapannya bahkan tidak diarahkan ke siapa pun. Ia berjalan mendahului ke dalam rumah tanpa menoleh sedikit pun pada Jasmine.

Jasmine menelan ludah. Senyumnya sedikit kaku, namun ia tetap membungkuk sopan. “Maaf, Bun, Ayah, Eyang, Jasmine menyusul Mas Dimas dulu, ya."

“Iya. Selamat beristirahat, ya," jawab Ayah Adimas ramah.

Jasmine hanya mengangguk sebelum meminta izin mengikuti Adimas ke lantai atas. Ia melangkah pelan menaiki anak tangga, matanya memerhatikan punggung Adimas yang sudah lebih dulu naik tanpa bicara apa pun.

Saat Jasmine hampir masuk ke kamar tersebut, Adimas menutupnya dengan cukup keras. Cukup membuat Jasmine terkejut. Namun tak urung tangannya membuka pintu kamar tersebut.

Jasmine pun masuk perlahan ke kamar itu. Matanya menyapu area kamar Adimas. Dindingnya berwarna abu muda, perabotan didominasi kayu berwarna gelap, dan semuanya tertata dengan sangat rapi. Jasmine melangkah pelan ke dalam, lalu duduk di tepi ranjang besar yang terhampar sempurna.

Ia memandangi sekeliling ruangan. Aura dingin terasa menelusup dari warna-warna netral dan kesempurnaan susunannya. Seperti pribadi lelaki itu: tenang di luar, tapi membekukan bagi siapa pun yang mencoba mendekat.

Adimas tanpa sepatah kata langsung masuk ke kamar mandi. Suara aliran air segera terdengar.

Jasmine menarik napas panjang dan bersandar sejenak. Walaupun Adimas masih menolaknya, setidaknya keluarga Adimas menyambutnya dengan baik. Jasmine sangat bersyukur dengan itu.

Bukankah setiap rumah tangga pasti ada ujiannya masing-masing?

Jasmine masih termenung dalam kesunyian. Ia kemudian melihat sebuah figura yang ada di nakas dekat tempat tidur. Jasmine menatap foto tersebut. Tidak ada yang spesial sebenarnya. Itu hanya foto kelulusan pada umumnya.

Foto tersebut terdiri dari empat orang. Tiga orang lelaki dan satu orang perempuan. Foto kelulusan Adimas tersebut membuat Jasmine sadar, bahwa tatapan Adimas pada Rindu-satu-satunya perempuan di foto tersebut, ternyata menyimpan arti lain.

Adimas menatap perempuan itu dengan penuh cinta.

Suara pintu kamar mandi terbuka. Jasmine sontak menoleh secara refleks, lalu buru-buru memalingkan wajahnya ke arah lain saat mendapati Adimas keluar hanya dengan sehelai handuk melingkar di pinggang.

Langkah Adimas tenang, seolah tidak peduli pada keberadaannya. Rambutnya masih basah, beberapa tetes air mengalir di sisi lehernya, menyusuri kulit dada dan perut yang terbentuk sempurna. Jasmine menelan ludah tanpa suara, lalu menunduk dalam.

Bohong jika ia tidak mengagumi fisik Adimas. Lelaki itu mempunyai kelebihan dalam segi fisik. Hanya perempuan buta yang tidak bisa melihat ketampanan dan kharisma anak sulung keluarga Ibrahim tersebut.

“Handuk dan baju kamu sudah disiapin Bunda di lemari sebelah,” ucap Adimas datar. “Kamu bisa mandi segera. Peralatan mandinya sudah disiapkan di kamar mandi," ucapnya tanpa melihat Jasmine.

Jasmine hanya mengangguk pelan. “Terima kasih,” ucapnya lirih.

Ia bangkit dan berjalan menuju lemari, membuka pintu kayu itu dengan hati-hati. Benar saja, ada satu set pakaian santai—sepasang piyama tidur berwarna biru lengkap dengan jilbab dan handuk bersih yang dilipat rapi.

Mertuanya begitu memperhatikannya. Berbanding terbalik dengan sikap Adimas yang dingin.

Jasmine baru saja akan melangkah menuju kamar mandi. Tiba-tiba pintu kamar Adimas terbuka. Eyang muncul dengan wajah hangatnya. Di tangannya terdapat beberapa potong kain yang diduga Jasmine pakaian perempuan.

"Bunda kamu lupa menaruh pakaian buat Jasmine. Jadi tadi minta eyang yang bawa."

Detik itu juga Jasmine menatap eyang dengan bingung dan beralih ke Adimas yang terlihat kesal karena tertangkap basah berbohong.

Jasmine tertawa pelan, "Nggak apa-apa, Eyang. Tadi Mas Dimas sudah menyediakan pakaiannya," sindirnya membuat Adimas bertambah kesal.

1
Lia Yulia
kasian jasmin
Jeng Ining
hemmm sudh kudugem, klo Rindu ke dapur krn panas dimas dn rama ngomongin Jasmine, kmudian mw cari masalah dn playing victim 🙄
Edelweis Namira: Tapi realitanya emg suka gitu, yg terbiasa buat masalah akan selalu dianggap tukang buat masalah sekalipun ia gak salah
total 1 replies
Jeng Ining
cahbodo kamu Dim, kalo emng kalem bakalan tau diri, ga bakal peluk² laki org apalagi di rumh si laki yg pasti jg ada bininya😮‍💨😏
Edelweis Namira: Adimas emg bodoh emang
total 1 replies
Jeng Ining
haiyyyaaahhh.. gimana nasibnya ituh bawang, gosong kek ayam tadi kah🤭👋
Jeng Ining: 🤟😂😂/Facepalm/
Edelweis Namira: suka speechless emang kalo suami modelan Adimas
total 2 replies
Lembayung Senja
knp ndak up date..crita satunya juga ndak dlanjut
Fauziah Rahma
padahal tidak
Fauziah Rahma
penasaran? kenapa bisa sebenci itu
Edelweis Namira: Pernah dispill kok di awal2.
total 1 replies
Alfatihah
nyesek
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!