Siti tak bisa mencegah sahabatnya berbuat tak senonoh bersama kekasihnya di sebuah pemandian air panas Gunung Keramat.
Kejadian memalukan itu mengundang kemurkaan para penunggu gunung. Masyarakat setempat sejak dulu percaya ada sejenis siluman ular pertapa di tempat itu, yang mana jika menggeliat bangun longsor tercipta, jika membuka mulutnya maka mata air deras membuat banjir bandang melanda desa-desa di bawahnya.
Malam itu Siti yang nekad menyusul temannya ke pemandian air panas mengalami kerasukan. Rohnya ditukar oleh Siluman ular pertapa itu, Roh Siti ada di alam jin, dan tubuh Siti dalam kendali Saraswati Sang Siluman berkelana di alam manusia, berpura-pura menjadi mahasiswi pada umumnya.
Di alam manusia, Saras dikejar-kejar oleh Mekel dan Jordan, wakil presiden BEM dan Presiden BEM itu sendiri. Sedangkan di alam jin, Siti malah membuat seorang Pangeran harimau bernama Bhre Rakha jatuh hati.
Bhre Rakha mau membantu Siti mendapatkan kembali tubuhnya, asal mau menikah dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Lions, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 Gak Mau Dibonceng Naik Kuda
Siti terdiam, matanya waspada kepada dua pria gak pake kaos di hadapannya, ia mendongak sebentar menatap langit mencari bulan, membuktikan benarkah ucapan si tinggi tampan tadi. Dan... memang gak ada bulan di langit cerah malam ini.
"Ketutup awan kali bulannya ya, ketutup awan," batin Siti berusaha berpositif thinking.
Siti kemudian melirik 2 ekor kuda di sana, yang satu coklat, yang satu putih, "gak mungkin gue ada di alam jin, dua bajingan ini mau memperdaya gue supaya gue bisa digarap, eh tapi kok.... tapi... anjiir iya bener ada 4 matanya, kok bisa sih ? kelainan atau apa nih kuda ?" batinnya.
Rakha mulai mesam-mesem dan berkacak pinggang, ia berbisik pada Patih Wira, "Patih, tunjukkan ke perempuan ini !"
"Baik, Bhre," jawabnya.
Siti memandangi Wira dengan alis mengerut, dari atas ke bawah manusia normal, hingga akhirnya Wira mengeluarkan 2 buah telinga macan dari atas kepalanya, 'tuing !'
"Huwaaaaaa !!! Setaaaan ! jangan mendekat ! jangan mendekaaat !" pekik Siti akhirnya percaya.
"Kami dari tadi kakinya nancep di sini gak kemana-mana, yeee," ucap Rakha geli memperhatikan reaksi ketakutan itu.
Siti celingukan, ia langsung berlari sambil mengepak-kepakkan tangannya mirip ayam, "tolooong toloong ! setaaaan ! gue musti kabur, lewat mana tapi ?" ucapnya.
Rakha dan Wira membiarkan saja. "Perempuan ini... dia lebay, Bhre, kita tinggalkan saja dia di sini," usul Wira rada kesal.
"Tidak bisa, aku gak bisa ninggalin dia," jawab Rakha yang menyukai Siti sejak pandangan pertama.
Siti hendak masuk ke dalam rerimbunan hutan, hutan itu gelap sekali, banyak bebatuan, ia merangkak sedikit turun, namun tiba-tiba ia melihat sesuatu menggeliat di atas pohon tumbang, 'sseees seees.' "Ular, itu ada ular mata 4, hiish," gumam Siti gak jadi lewat situ.
Siti berlari lagi mencari jalan, ia lari ke tepian, ada jurang dengan sungai di sana, ia pun gak jadi ke sana, ia lari ke area belakang gubuk, ia dapati jurang lain. Ini memang puncak bukit.
"Heh ! perempuan, jangan ke sana ! ntar jatuh ih, perempuan kalau gak kejadian begonya gak ilang-ilang," ucap Rakha menegur.
Siti kini terdiam menatap sangkar raksasa di bawah sana, "Astaghfirullohaladzim, itu apa ?" gumamnya.
"Itu kurungan siluman ular raksasa, kutemukan kau di sana," jawab Rakha menyusul.
Siti panik dan mengulurkan tangannya dengan telapak tangan terbuka, "jangan deket-deket !!" pekiknya.
"Haaah... jangan ruwet begini lah ! dengarkan aku ! denger, aku yang menolongmu dari bawah situ, aku jin baik, aku gak ada maksud jahat, sumpah," kata Rakha meyakinkan sambil tetap jaga jarak.
"Gimana gue bisa ada di sini ? gue mau pulang, hiks.... gue mau pulang, plis, jangan kurung gue di sini, hiks," ucap Siti sambil berjongkok sedih. Ia menangis tapi gak keluar air mata.
Rakha pun ikut berjongkok, "harusnya aku yang bertanya, bagaimana kau bisa ada di sini ? kau pasti bertemu siluman itu sebelumnya, iya kan ? kau bertemu wanita berselendang putih ? dengan dua taring ?"
Siti mengingat-ingat, matanya membulat dan wajahnya tegang, "iya... iya gue ketemu sama dia, dia siluman ?"
"Iya, gimana ceritanya kau ketemu sama dia ?" tanya Rakha.
Siti tak mau sebar-sebar aib teman, tapi kelihatannya Rakha juga gak kenal dengan Yuli jadi tak apa, "temen gue sama cowoknya pergi ke pemandian air panas Gunung Keramat, trus... yaaah, cowoknya tuh brengsek, dan terjadilah, ngerti kan ? lalu... gue susulin dia ke pemandian, temen gue udah gak ada, tapi gue ketemu sama wanita yang lu ceritain tadi, Mas," katanya.
Rakha tersenyum dipanggil Mas, "iya, terus ?"
"Gue tanya ke dia, apa dia liat temen gue ? dia nggak jawab, malah dia tanya nama gue siapa, ya gue jawab, nama saya Siti, Mbak, gitu, tiba-tiba dia narik gue nyebur ke air, trus gue gak sadar semua jadi gelap, pas bangun gue udah di sini," katanya menuntaskan cerita.
"Jadi begitu rupanya, siluman itu mencuri jasadmu, Siti, kemudian dia membuang rohmu di sini, di kurungannya sana yang sudah jebol. Aku akan perbaiki kurungan itu sebelum menangkap siluman itu, setelah siluman itu tertangkap, aku janji... kau bisa kembali ke alam manusia dengan selamat," ujar Rakha.
Siti terdiam menatap wajah itu, dari wajahnya seperti orang baik-baik memang, entah hatinya. Siti masih belum bisa percaya 100% pada lelaki di hadapannya, tapi ia tak punya pilihan lain, "beneran ? gue mahasiswa, Mas, gue musti kuliah."
"Kau bisa pegang janjiku, Siti, aku tidak pernah ingkar janji, kalau aku ingkar, kau boleh kutuk aku jadi patung," kata Rakha.
Siti pun mengangguk, "oke."
"Tetap saja, gue gak bisa percaya sama ni cowok, gue harus tetep jaga diri, dia pasti punya niat buruk juga sama gue, jin gak bisa dipercaya," batin Siti.
Rakha memperhatikan wajah itu, "kau masih belum percaya ya ?" tebaknya.
"Gue gak bisa percaya 100% sama elu, Mas, Ustadz bilang, sebaik-baik jin itu seburuk-buruknya manusia," jawab Siti.
"Yee rasis, kalian manusia, tapi kenapa perkataan Ustadzmu tadi seperti perkataan bangsa iblis yang merasa sombong dan lebih baik daripada bangsa lainnya," kata Rakha.
'Jleb,' perkataan itu mak jleb di dalam hati.
"Benar juga," ucap Siti sambil menepuk kepalan tangannya sendiri.
Patih Wira menengok ke belakang gubuk, melihat sedang apa sih dua orang ini, "Bhre, sudah malam, kau tidak boleh telat makan malam, nanti kau masuk angin," katanya mengingatkan.
Rakha menabok salah satu paha Patihnya, "kau ini jugak... kita jin mana bisa masuk angin, kalau masuk anginan ngapain kemana-mana topless begini," katanya.
"Hehehe, maaf, Bhre, tapi... kita memang harus pulang sekarang, ayo !" ajak Wira mesam-mesem.
Rakha melirik Siti yang masih jongkok, "Siti, kau mau ikut ? ikutlah bersamaku pulang ! nanti kau dimakan beruang di sini," ajaknya.
Siti galau gak karuan, "elu gak bakalan merkosa gue kan, Mas ?" tanyanya.
"Alloh ! enggak, Sit, Ya Tuhan," jawab Rakha kesal.
"Bisa nyebut nama Alloh juga rupanya," batin Siti.
Merasa yakin jin di hadapannya ini muslim, Siti berdiri dan berjalan mendekat, "jangan makan gue juga ya, Mas !"
"Ahh terserahlah kalau gitu, kau mau tinggal di sini aja sama beruang dan serigala silahkan deh ya, aku mau pulang," jawab Rakha berjalan menuju kudanya.
"Eh tunggu ! iya iya, gue ikut," jawab Siti.
Rakha dan Wira langsung tersenyum menyeringai, hati keduanya berkata hal yang sama, ternyata perempuan itu dari bangsa apapun punya sifat yang sama, kalau diajak gak mau, begitu mau ditinggal dia ngerengek minta ikut.
"Ya sudah, sini naik ! aku bonceng pulang ke rumah, setelah siluman itu tertangkap, akan kupulangkan lagi kau," jawab Rakha menuntun kudanya mendekat.
"Gak mau, gue gak mau dibonceng, gue gak mau sentuhan sama jin," jawab Siti ogah.
"Ya sudah, Patih, berikan kudamu sini !" jawab Rakha mengalah saja menuruti sikap menyebalkan seorang Siti.
Memang seorang Siti sejak dulu punya sifat kurang manis sebagai seorang perempuan, memang ia cantik, tapi ia selalu jutek kepada lawan jenis, maka dari itu sejak dulu ia gak pernah punya pacar. Mungkin semua ini terjadi karena Siti belum pernah merasakan jatuh cinta pada laki-laki. Setiap laki-laki yang mencoba mendekati Siti akan menyerah dengan ke bar-baran sikapnya.
Kini Siti sudah berhadapan dengan kuda coklat bermata 4 itu, kuda itu tinggi dan besar, sama sekali bukan kuda delman di Indonesia, "tapi gue juga gak bisa naik kuda sebenarnya," katanya.
'Gubrak,' Rakha dan Wira langsung gubrak di tempat.
"Udah Bhre, kita tinggalin saja perempuan ini di sini, bau-bau nyusahin kayaknya dia," usul Wira sembari membantu Pangerannya bangkit lagi dari atas rerumputan.
Rakha mengusap hidungnya kemudian berkata pada Siti, cukup dekat ia berhadapan dengan mahasiswa yang nggemesin itu, "Siti oh Siti, tolonglah cantik, naiklah ke punggung kuda ini ya, Mas bonceng kamu supaya selamat, oke ?" rayunya.
Siti tetap menggeleng, "gak mau, pokoknya gak mau."
"Aaaargghh !!! lalu aku harus bagaimana, Sitiiii !?" pekik Rakha puyeng menjambak rambutnya yang panjang.
"Hihih hehehe," Siti terbahak melihat Rakha mumet seperti itu.
"Malah ketawa," ucap Rakha dengan tatapan sinis.
"Begini saja, Mbak Siti, pilih saja 3 ini ya, Mbak mau dibonceng, atau naik kuda sendiri, atau tetap di sini, kami akan pergi sekarang," kata Patih Wira sambil ngacung 3 jari ke hadapan Siti.
Siti mengusap-usap tengkuknya kemudian menjawab juga, "kalau begitu aku naik kuda sendiri saja, tapi... tapi jalannya pelan-pelan ya," katanya.
"Okeeeeh akhirnya," ujar Rakha lega.
Dengan susah payah Siti mencoba naik ke atas punggung kuda itu, "hmmpp hmmmp, aduh susah," ujarnya.
"Perlu bantuan ?" tanya Rakha yang sudah berboncengan dengan Wira.
"Gak gak ! lu mau pegang pantat gue pas naik kan ? gue tau pikiran lu, Mas," jawab Siti dengan bibir mengerucut.
"Kok dia bisa baca pikiranku ? dia punya ilmu-ilmu kah ?" batin Rakha.
Siti menaikkan sedikit jariknya, ternyata ada celana pendek selutut di balik jarik itu, setelah jarik agak tinggi ia pun bisa naik ke atas punggung kuda. Rakha tersenyum, ia memacu duluan pergi melewati jalan setapak curam. Kuda yang ditunggangi Siti ikut berlari di belakang.
'Ketopak ketoplak ketoplak,' lari kuda ningrat itu... gak bisa pelan you know.
"Eeeeh eeeeeh pelan-pelan ! pelaaan !" pekik Siti berpegangan erat pada tali kekang.
"Ini sudah pelan," jawab Rakha.
"Huwaaaaa !! Babeeee ! Nyaaak huwaaa !" Siti berteriak-teriak kacau sekali di atas punggung kuda, bahkan kini badannya nemplok erat karena takut jatuh. Tapi tenang saja, ini kuda jin, dia tahu kemana harus berlari pulang.
sama jin mau... sama nonis mau... udah lah .. Siti nggak ngasih kesempatan buat ku ngejelasin. dah ... pulang lah... dari pada sakit hati... orang yang kamu anggap teman juga nikung tuh...
si bunga kampus kan suka sama Jordan, kenapa nggak diungkap kebenarannya ya... aneh...
dgn berkbeka jualan mas dari raka kan lumayan tuh smpe anak siti mgkin 3th apa 5 th gtu
aku ikut bersedih atas Mekel...
biar pun nggak bisa ngelawan ortu tapi tetep Mekel yang terbaik...
Siti Nggak jujur, suatu saat pasti ketahuan juga kalo itu bukan anak Jordan.
emang ortu Jordan ngijinin Jordan log in ya... sanksi gw...
btw kak apa nanti anaknya berwujud atau gaib ya?