Larasati, sering di sapa Rasti atau Laras seorang dokter residen, yang sedang cuti dan bekerja di Beauty wedding planner and organizer. Dia bisa menjadi MC, fotografer, ketua tim Planner, bagian konsumsi. Bertemu kembali dengan Lettu Arjuna Putra Wardoyo, lelaki yang pernah menjadi cinta masa kecil saat masih SD.
Arjuna anak kesayangan papa Haidar Aji Notonegoro( papa kandung), dan ayah Wahyu Pramono( ayah sambung). "Kamu Laras yang pernah sekolah di?"
"Sorry, salah orang!" Ucap Rasti memotong ucapan Juna, sambil berlalu pergi dengan kameranya.
"Seorang Arjuna di cuekin cewek, ini baru pertama dalam sejarah pertemanan kita." Ucap Deri sambil memukul bahu Juna.
"Aku yakin dia Laras adik kelas ku, yang dulu ngejar-ngejar aku." Ucap Juna dengan pandangan heran.
Apa yang membuat Laras tidak mau mengenal Juna, padahal pesona seorang Arjuna tidak pernah ada tandingannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eed Reniati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Di atas Kertas
"Aku tidak yakin tante Cindy sakit kanker," gumam Laras, sambil melihat Cindy yang berjalan di lorong rumah sakit. "Apa sebaiknya aku cari tahu aja ya, melalui dokter yang menanganinya?" gumamnya.
"Aahhhh, kenapa aku jadi kepikiran dan kepo urusan orang, sih? Jika emang Juna mau nikah dengan Sherly ya, biarkan aja, Ras. Fokus dengan thesis mu, Ras. Biar segera wisuda."
"Kamu kenapa, Ras? Ngomong sendiri gak jelas, sambil mukul-mukul kepala gitu?" heran Aris, sambil melihat Laras, yang sudah berdiri di samping Laras.
"Apaan sih," sewot Laras, yang langsung berjalan meninggalkan Aris.
"Ras, tunggu!" ucap Aris sambil berjalan cepat menyamai langkah Laras. "Sudah setahun kita bekerja dalam lingkungan yang sama, tapi kamu masih aja cuek denganku. Aku tahu, kamu masih marah dan kecewa, tapi bisa tidak kita berteman."
Laras berhenti dan melihat Aris. "Dengerin baik-baik ya, Ris. Aku tidak marah, atau kecewa denganmu. Itu pilihanmu, untuk bersama Lusi." tegas Laras.
"Kalau tidak marah, kenapa kamu selalu menghindar dan seperti tidak menganggap aku ada?"
"Aku ingin menyelesaikan masa residenku dengan tenang, tanpa gangguan dari tunanganmu yang selalu cemburu itu, oke. Jauh-jauh dariku, aku tidak mau masa residenku yang tinggal sebentar ini jadi kacau." tegas Laras sebelum berjalan pergi meninggalkan Aris.
Saat di lorong rumah sakit, dan hendak masuk ke dalam ruangannya Laras di panggil seseorang.
"Ras! Laras! Kamu Laras kan?"
Laras berhenti dan melihat kearah orang yang memanggilnya dengan tersenyum palsu, karena jujur dia juga malas bertemu dengan orang ini, meski dia dulu sempat dekat dengannya.
"Kamu kerja disini."
"Tidak, aku sedang pendidikan."
"Oo, aku kira kamu tidak lanjut kuliah sejak pergi dari rumah om Rio."
"Kenapa harus berhenti?" tanya Laras acuh, dengan bersandar pada dinding.
"Harga dirilah, biasanya kan gitu." candanya, yang seperti ledekan kecil.
Laras tidak tersinggung, tapi malah tersenyum mengejek. " Dunia itu kejam, aku pergi dari rumah karena tidak mau tinggal satu rumah dengan orang yang menyakiti ibuku. Tapi aku masih butuh hidup, daripada aku mencuri dan mengambil yang bukan hak ku, bukannya lebih baik aku menerima pemberian bapak kandungku." ucap Laras lumayan panjang. "Dia papa kandungku, bukan sekedar papa di atas kertas."
"Kau... " kesal Sherly, yang merasa tersindir. "Lama tidak bertemu mulutmu semakin tajam ya, Ras?"
Laras hanya tersenyum miring, dan berjalan masuk ke dalam ruangannya meninggalkan Sherly.
"Kamu kenal perempuan itu, Ras?" tanya Ninik.
"Sekitar 6 tahun kami pernah satu sekolah, kalau gak salah dari SD kelas 4 sampai lulus SMP, kenapa?"
"Itu pasien yang pernah aku ceritakan, mengalami kecelakaan terus calon suaminya tak terselamatkan, dan seminggu kemudian dia mencoba bunuh diri karena hamil."
"Jadi bener, yang di maksud Lusi dulu adalah Sherly?" gumam Laras.
"Lus, kamu percaya gak mitos kalau anak yang hasil dari mba, maksudnya aku 'married by accident' itu, juga akan melakukan hal yang sama nantinya?" tanya Laras ragu.
"Maksudnya kamu anak di luar nikah, akan mengulang hal yang sama, punya anak di luar nikah gitu?" Laras mengangguk pelan, menjawab Lusi. "Aku pernah dengar, sih. Tapi tergantung dari anak dan didikannya orang tua juga. 8 dari 10 orang biasa menuruni kelakuan orang tuanya, tapi masih ada 2 yang mungkin tidak mencotoh atau meniru perbuatan tidak baik itu. Anak maling belum tentu jadi maling, iya gak?"
"Semoga aku tidak mengulangi kesalahan ibu dan papa, Ya Rob." doa Laras, di dalam hatinya.
***
"Aku denger dari Rio, kamu ikut seleksi Kopassus yang akan di mulai bulan depan?" tanya Haidar, yang sengaja mendatangi Arjuna di batalion.
"Hmmm, aku mau fokus dengan karirku."
"Papa minta maaf...dengan ucapan papa tempo hari," sesal Haidar yang merasa bersalah. Setelah hampir 2 minggu Juna mengabaikan pesannya, Haidar sadar putranya marah, dan dia tidak ingin mengecewakan Arjuna putra semata wayangnya.
"Papa hanya kasihan, dengan Cindy yang di nyatakan terkena kanker, dan Sherly yang hamil di luar nikah." sambung Haidar.
"Apa papa lupa, karena kasihan papa kehilangan anak dan istri," sinis Juna. "Mungkin aku anak papa secara biologis dan secara hukum, tapi orang-orang tahunnya anak Haidar Notonegoro adalah Sherly Notonegoro, bukan Arjuna Putra Wardoyo." ucap Juna pelan, tapi sangat mengenai hati Haidar.
"Maaf... " sesal Haidar. "Papa tidak akan ikut campur lagi tentang siapa calon istrimu, tapi jangan cuekin papa. Hanya kamu yang papa miliki sebagai penumpang di hari tua, nanti."
Kehidupan Haidar mungkin terlihat glamor dan mewah, tapi dia hanyalah pria tua yang kesepian setelah papanya meninggal. Kedua adiknya sudah hidup bahagia dengan pasangan mereka, meski pernikahan pertama mereka dulu sempat gagal.
Juna melirik Haidar sinis, "Kan masih ada Sherly."
"Dia hanya pinjam nama papa buat di cantumkan di aktenya."
"Kasihan," ledek Juna, membuat Haidar terkekeh kecil. "Berarti warisanmu, buat ku semuanya dong." canda Juna.
Haidar tertawa renyah mendengar ucapan Juna. "Semua aset papa yang bergerak dan tidak, semua sudah atas namamu, hanya tabungan aja yang belum atas namamu."
"Wao..! Kaya dong, aku?" ucap Juna pura-pura heboh.
"Semuanya akan otomatis menjadi milik mu, saat kamu sudah nikah."
"Kenapa harus nunggu aku nikah, kenapa tidak sekarang aja?" canda Juna.
"Biar kamu cepat nikah," jawab Haidar, sebelum tertawa bersama dengan Juna. Moment inilah yang Haidar rindukan, bersama Juna putranya saat bersama, tapi sayang karena kemarahan Juna beberapa minggu mereka tidak komunikasi.
"Berarti kemungkinan nikahmu masih lama ya, Jun. Kan mau seleksi Kopassus yang kata Rio sekitar 7 bulan?"
"Ya, begitulah, ingat jangan kangen aku nanti. Karena aku selama itu tidak akan bisa komunikasi dengan dunia luar."
"Padahal papa seumuran kamu sudah punya kamu loo, Jun."
"Tapi papa tidak tahu, kalau ada aku kan." ledek Juna.
"Itulah bodohnya papa."
"Karena itu aku tidak akan menjadi seperti papa."
"Itu takdir, Jun."
Juna terkekeh kecil dan mengangguk. "Takdir juga bagian dari pilihan kita, pa."
"Iya papa sadar, papa yang salah ambil keputusan."
Arjuna tertawa melihat muka Haidar, yang terlihat memelas. "Jika papa ingin menikah, dan mencari teman hidup, aku tidak akan melarang kok." ucap Juna dengan kesungguhan.
"Papa sudah 2 kali gagal, jika gagal yang ketiga apa kata orang nanti. Lebih baik papa menikmati hidup, dengan anak dan cucu yang belum ada hilalnya." canda Haidar, membuat Juna mendengus.
bisa bahaya Juna,,, ayok Laras bongkar kebusukan BSI Serly dan emak nya
dasar jalang