"Perawan tua' itulah hinaan yang selalu Alya terima dari tetangga bahkan dari keluarganya dikarenakan usianya yang sudah 32 tahun dan Alya masih belum menikah. Merasa lelah dengan semua hinaan yang diterima, Alya memutuskan untuk menenangkan pikirannya dengan pergi ke Makkah, Alya berdoa agar segera dipertemukan dengan jodohnya.
Ketika Alya tengah berada di Masjidil Haram, Ibu-ibu datang menghampirinya dan mengatakan ingin memperkenalkan anaknya pada Alya.
Bagaimana kisah selanjutnya?
Apa Alya akan menerima tawaran Ibu-ibu tersebut?
Siapakah pria yang akan dikenalkan pada Alya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon elaretaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alhamdulillah
Alya tidak membaca pesan-pesan tersebut, namun Alya tidak sengaja membaca pesan Tante Mira melalui notifikasi pop-up di ponselnya.
*Kamu itu ya jadi anak bisanya bikin susah aja, lihat Ibu kamu sampai nangis gini, udahlah gak bilang mau kemana. Kamu itu Kakak harusnya contoh Izma, dia anak yang nurut, baik gak kayak kamu, jadi anak berguna dikit gitu bagi keluarga, bisanya cuma jadi aib aja. Kesal banget Tante lihat kamu Alya, wajar sih kalau gak ada yang mau nikah sama kamu, kamunya aja gak bener gini, kamu pergi jadi p*lacur biar cepet nikah atau mau mati kamu karena gak nikah-nikah*.
Alya menangis melihat pesan Tante Mira, niatnya hanya ingin menenangkan diri, namun justru makian yang Alya terima. Alya sengaja tidak memberitahu karena Alya yakin jika semua orang akan menolak kepergian Alya.
"Ya Allah, aku capek, aku gak sanggup hidup di keluarga itu lagi," gumam Alya dengan tangisan yang menyelimuti malamnya.
Keesokan harinya, Alya kembali pergi ke Masjidil Haram dan kali ini Alya ingin melaksanakan tawaf, setelah tawaf Alya duduk sambil membaca dzikir di Masjidil Haram.
Ditengah bacaannya, Alya tudak dapat menahan air matanya. Ia kembali menangis, Alya menumpahkan seluruh keluh kesahnya di rumah Allah. Meskipun saat tawaf tadi Alya menangis, namun air matanya tetap saja mengalir saat ini.
"Ya Allah, Yang Maha Kuasa lagi Maha Besar. Bahwasanya aku adalah hambamu yang lemah, mudahkanlah segala urusanku Ya Allah, sebagaimana engkau memudahkan urusan Fir'aun bagi Musa. Lunakkanlah hati keluarga hambamu ini sebagaimana engkau melunakkan besi bagi Nabi Daud. Aku pasrahkan hidupku Ya Allah, jika memang engkau belum memberikanku jodoh maka akan aku jalani hidupku dengan memperdalam imanku padamu dan jika engkau mempertemukanku dengan jodoh pilihanmu maka aku siap Ya Allah, kirimkanlah calon suami saleh untuk meminangku, lembutkan hatinya untukku dengan haq firman-mu yang dahulu dan utusan-mu yang mulia dan penuh berkah. Aku tidak ingin menjadi aib bagi keluargaku Ya Allah, sudah cukup semua hinaan yang aku dapatkan. Ya Allah, engkaulah pemimpin kami, sebaik-baik pemimpin dan sebaik-baik penolong. Wahai Tuhan Yang Maha Hidup, wahai Tuhan Yang Maha Penguasa, wahai Tuhan Yang Maha Mulia atas segala sesuatu, amin," doa Alya.
Dalam setiap doanya, tangisan Alya tidak dapat lagi dibendung, siapapun yang melihat Alya pasti akan ikut sedih dan tak terkecuali Umi Fatimah yang sejak tadi melihat Alya menangis.
"Umi, kenapa?" tanya Bu Fitri.
"Tidak apa-apa, kamu tawaf dulu, saya tunggu disini," ucap Umi Fatimah dan diangguki Bu Fitri.
"Siapakah engkau wahai wanita? tangisanmu begitu memilukan, apa masalahmu begitu berat hingga kau mengadu begitu dalam di rumah Allah," gumam Umi Fatimah.
Umi Fatimah memberanikan diri menghampiri Alya, "Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," salam Umi Fatimah.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab Alya yang masih terisak.
Melihat tangisan Alya yang tidah berhenti, Umi Fatimah memberikan sebuah tisu pada Alya, "Ini," ucap Umi Terimakasih.
"Terimakasih," jawab Alya dan membersihkan wajahnya dari air mata.
"Siapa nama kamu Nak?" tanya Umi Fatimah.
"Nama saya Alya, Bu," jawab Alya dan terkejut ketika Umi Fatimah yang tiba-tiba memeluknya.
"Sudah merasa tenang?" tanya Umi Fatimah.
"Alhamdulillah, Bu," jawab Alya lalu Umi Fatimah melepaskan pelukannya.
"Perkenalkan nama saya Fatimah, saya juga orang Indonesia," ucap Umi Fatimah.
"Iya, Bu. Senang bisa bertemu, Ibu," jawab Alya.
"Ibu sudah memperhatikan kamu sejak kemarin dan Ibu sangat tersentuh melihat kamu yang menangis di depan ka'bah," ucap Umi Fatimah.
Alya cukup terkejut mendengarnya, Alya pikir tidak akan ada yang peduli dengan tangisannya, namun ternyata pikirannya salah.
"Maaf karena saya sudah menganggu," ucap Alya.
"Sama sekali tidak, justru Ibu sangat senang melihatnya. Maaf sebelumnya, umur kamu berapa?" tanya Umi Marwa.
"32 tahun, Bu," jawab Alya yang mulai tidak nyaman dengan pertanyaan Umi Fatimah.
Sebaliknya, Umi Fatimah yang mendengar jawaban Alya justru tersenyum. "Sekali lagi, saya minta maaf jika pertanyaan saya kurang sopan. Tapi, apa kamu sudah menikah atau memiliki pasangan?" tanya Umi Fatimah.
Alya yang mendengar pertanyaan Umi Fatimah langsung kembali bersedih dan air matanya mengalir begitu saja.
"Maaf karena Ibu sudah menyinggung kamu," ucap Umi Fatimah yang merasa bersalah.
"Tidak Bu, Ibu tidak salah. Saya saja yang terlalu kebawa perasaan," ucap Alya.
"Jadi bagaimana?" tanya Umi Fatimah.
"Saya belum memiliki pasangan, Bu. Saya masih sendiri," jawab Alya yang berusaha tersenyum.
"Tidak ada calon atau yang dekati gitu?" tanya Umi Fatimah yang berusaha untuk memastikannya.
"Tidak ada, Bu," jawab Alya.
"Alhamdulillah," ucap Umi Fatimah spontan.
Alya yang mendengarnya pun sedih, padahal keluarga Alya menginginkan Alya segera menikah, tapi Umi Fatimah justru bersyukur Alya belum menikah.
"Saya punya anak laki-laki, usianya 35 tahun, apa kamu mau saya kenalkan dengan anak saya, jika kalian berjodoh insyaallah perkenalan ini bisa dilanjutkan ke jenjang yang lebih serius," ucap Umi Fatimah.
Alya yang mendengar perkataan Umi Fatimah pun terkejut, 'Ya Allah, apakah ini jawaban dari doaku tadi, jika ini memang yang terbaik untukku maka akan aku jalani Ya Allah,' batin Alya.
"Insyaallah saya mau, Bu," jawab Alya.
"Alhamdulillah, Ibu minta tolong ya tulis nomor lamu. Nanti Ibu akan hubungi ketika sampai di Indonesia," ucap Umi Fatimah lalu Alya pun menulis nomor teleponnya pada kertas yang diberikan oleh Umi Fatimah.
"Kapan kamu akan kembali?" tanya Umi Fatimah.
"Insyaallah hari selasa, Bu," jawab Alya.
"Masih lama ya, saya pulangnya besok. Nanti Ibu kabarin ya," ucap Umi Fatimah.
"Iya, Bu," jawab Alya.
"Kamu yang kuat ya, semua masalah pasti ada solusinya, kamu percayakan semuanya pada Allah. Kamu kuatkan iman kamu agar tidak terpengaruh hal-hal buruk," ucap Umi Fatimah dan diangguki Alya.
"Terimakasih, Bu. Perasaan saya sekarang lebih tenang," ucap Alya.
"Sama-sama, saya pergi dulu ya karena saya ikut rombongan," ucap Umi Fatimah.
"Iya, Bu. Semoga Allah mempertemukan kita lagi," ucap Alya.
"Insyaallah, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," salam Umi Fatimah.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab Alya.
Umi Fatimah pun kembali ke rombongan, "Umi darimana saja?" tanya Abi Zaky.
"Abi ingat yang kemarin Umi cerita kalau Umi ketemu sama perempuan yang lagi nangis di Masjidil Haram?" tanya Umi Fatimah.
"Iya, kenapa memangnya?" tanya Abi Zaky.
Setelah itu, Umi Fatimah pun menceritakan semuanya pada Abi Zaky tanpa ada yang disembunyikan.
"Apa Rayhan mau, Umi? kita sudah pernah mengenalkan Rayhan pada beberapa perempuan, tapi Rayhan menolaknya," tanya Abi Zaky.
"Umi juga tidak tau, tapi kita coba saja Abi. Umi sudah suka dengan Alya," ucap Umi Fatimah dan diangguki Abi Zaky.
.
.
.
Bersambung.....
semangat Alya
Rayhan demi persturan tega bngt istrinya d hukum
Lanjut Ka
lajut ka