NovelToon NovelToon
My Man

My Man

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Percintaan Konglomerat / Obsesi / Persahabatan / Romansa
Popularitas:5.1k
Nilai: 5
Nama Author: widyaas

Karena mantan pacarnya, di mata Elizabeth semua pria itu sama saja. Bahkan setelah putus, dia tidak ingin menjalin hubungan asmara lagi. Namun, seorang pria berhasil membuatnya terpesona meski hanya satu kali bertemu.

"Aku tidak akan tertarik dengan pria tua seperti dia!"

Tapi, sepertinya dia akan menjilat ludahnya sendiri.

"Kenapa aku tidak boleh dekat-dekat dengannya? Bahkan tersenyum atau menatapnya saja tidak boleh!"

"Karena kamu adalah milik saya, Elizabeth."

⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 5

"Elizabeth, ke ruangan saya sekarang."

"Baik."

Tanpa menunggu lama, Eliza segera menuju ruangan Altezza. Dia mengetuk pintu sebelum masuk ke dalam.

"Semua yang saya minta sudah selesai?" tanya Altezza. Dia terlihat sedang menandatangani sesuatu.

"Sudah, Pak." Elizabeth menjawab dengan yakin.

"Kalau begitu tolong siapkan dokumen administratif. Tapi, sebelum itu atur jadwal pertemuan saya dengan Tuan Dreos. Bisa?"

Ini memang belum genap dua Minggu Elizabeth menjadi sekretaris Altezza, tapi, Altezza yakin jika Elizabeth mampu melakukan apa yang dia perintahkan.

"Baik, ada lagi?" tanya Elizabeth setelah mencatat yang Altezza katakan di tablet yang selalu dia bawa.

"Cukup."

Elizabeth mengangguk paham, dia mematikan tablet nya lalu pamit undur diri.

"Tuan Dreos? Di Los Angeles, ya?" gumam Elizabeth sambil melangkah masuk ke ruangannya.

"Aku siapkan dokumen nya lebih dulu." Dia menyeruput kopinya yang sudah dingin lalu membuka laptop dan menyiapkan dokumen yang Altezza minta.

Bekerja menjadi sekretaris membuat Eliza tidak ada waktu untuk berleha-leha. Apalagi ini adalah Pamungkas Company, semua karyawan pasti akan sangat sibuk. Tapi, meski mereka tidak ada waktu untuk santai, gaji yang mereka terima tentu lebih besar dibandingkan perusahaan lain, bahkan Elizabeth berani bertaruh jiga gajinya kali ini lebih besar dua kali lipat dibandingkan dulu. Sekali lagi, ini adalah Pamungkas Company.

Satu Minggu bekerja di perusahaan ini, Eliza sedikit senang. Alasannya? Satu, di sini tidak ada karyawan yang menatapnya sinis seperti di tempat dia bekerja dulu. Dua, tentu saja gaji di sini lebih besar. Dan terakhir, Eliza betah karena rata-rata karyawan laki-laki di sini tampan-tampan. Ekhem ... maksudnya, dia bisa sedikit cuci mata untuk menghilangkan stress.

Padahal ada bos yang lebih tampan dari lainnya, tapi anehnya Eliza lebih minat dengan ketampanan pekerja yang lain.

Satu jam, hingga dua jam, Elizabeth baru menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Altezza. Dokumen yang pria itu minta ternyata lumayan banyak dan agak rumit, dan tentang jadwal pertemuan dengan Tuan Dreos, Elizabeth tinggal menunggu kabar dari asisten Tuan Dreos saja.

"Jam berapa sekarang?" gumamnya, dia melihat jam tangannya lalu menghela nafas kasar.

"Sudah jam makan siang ternyata." Gadis itu beranjak keluar dari ruangannya setelah mengambil tas bekal.

Eliza memang sering membawa bekal, tapi dia memakannya di kantin bersama karyawan lainnya.

"Hai, Eliza!"

Lucina sedikit berlari menyusul Elizabeth. Dia tersenyum lebar menatap teman barunya, tatapannya beralih pada tas bekal yang Eliza bawa. "Kamu bawa bekal?"

Eliza mengangguk. "Iya."

"Padahal kantin kita itu gratis, kenapa kamu selalu membawa bekal?" tanya Lucina penasaran.

"Masakan mamaku lebih enak." Eliza mengedipkan sebelah matanya dengan senyum di bibir. "Lagi pula, aku tidak bisa makan makanan sembarangan."

Bibir Lucina mencebik. "Kamu pikir makanan di kantin tidak higienis? Kamu meragukan Pamungkas, ya?" Matanya memicing. "Kalau sampai Pak Altezza mendengar, habis kamu!" ujarnya menakut-nakuti.

Eliza memutar bola matanya malas. "Aku tidak bilang begitu, aku hanya mengatakan jika aku tidak bisa makan sembarangan."

"Sama saja!"

"Beda!" Elizabeth menjulurkan lidahnya mengejek, lalu dia segera pergi menuju salah satu kursi, meninggalkan Lucina yang berhenti di stand makanan.

"Dasar," gumam Lucina seraya geleng-geleng kepala.

Lucina dan Elizabeth memiliki kepribadian yang mudah bergaul, jadi bukan hal sulit bagi mereka untuk saling mengakrabkan diri.

"Hai, Elizabeth?"

Elizabeth yang sedang membuka bekal nya pun mendongak. Dia mengerutkan keningnya melihat dua orang laki-laki yang berdiri di depannya.

"Ya?" jawab Eliza sedikit bingung.

"Boleh kami bergabung?" tanya salah satunya.

Eliza mengangguk. "Tentu saja, ini tempat umum," balasnya lalu kembali fokus pada bekal.

Kedua lelaki itu tersenyum. Mereka pun duduk di depan Elizabeth setelah meletakkan nampan yang mereka bawa ke atas meja.

"Oh, kamu membawa bekal sendiri rupanya." Bernard terkekeh kecil.

Eliza menaikkan sebelah alisnya. "Apa salah?"

"Tidak. Aku hanya sedikit terkejut. Jarang ada karyawan yang membawa bekal sendiri dari rumah, padahal makanan di kantin gratis," jawab pria itu.

Rhys, teman Bernard, berdecak. "Itu haknya, menurutku malah lebih bagus, karena dia bisa tetap makan tanpa khawatir dengan kesehatannya. Siapa tau Eliza alergi atau tidak boleh makan makanan sembarangan."

Elizabeth menjentikkan jarinya. "Pemikiran yang tepat! Siapa namamu?" tanyanya sebelum memakan nugget.

Rhys tersenyum senang, dia melirik Bernard dengan bangga. "Aku Rhys." Dia mengulurkan tangannya pada Eliza, dan gadis itu menyambutnya dengan senang hati.

"Beginilah caranya, Bernard!" bisik Rhys pada temannya.

Rasanya Bernard ingin menampar wajah tengil itu. Dia mendengus dan memutar bola matanya malas. Rhys memang tengil.

"Kamu tidak bertanya namaku juga?" Sebelah alis Bernard terangkat.

Eliza terkekeh kecil. "Baiklah, siapa namamu, Tuan?"

Kini Bernard yang tersenyum lebar, sedangkan Rhys mencebikkan bibirnya. "Aku Bernard, salam kenal."

Eliza menyambut tangan Bernard. "Aku rasa, kamu sudah tau siapa namaku, bukan?"

Bernard mengangguk. "Tentu, siapa yang tidak tau dengan ibu sekretaris kita ini?" Kedua alisnya naik turun menggoda.

Eliza berdecak. "Tidak usah berlebihan." Ia pun mulai memakan bekalnya, begitu pula dengan Bernard dan Rhys.

"Astaga, kalian makan tanpa menungguku?" Suara cempreng Lucina membuat mereka bertiga hampir tersedak.

"Jahat sekali!" Lucina meletakkan nampan nya dengan kasar, bibirnya cemberut kesal.

"Berisik! Kamu membuatku tersedak!" kesal Rhys pula. Untung saja nasinya tidak keluar dari hidung.

Lucina langsung menyengir melihat tatapan tajam dari ketiganya. "Baiklah-baiklah, aku minta maaf."

Elizabeth mendengus. "Kebiasaan. Suara cempreng mu tolong di kecilkan, Lucina. Telinga orang bisa sakit nanti."

Mendengar itu, Lucina cemberut. "Iya!"

Mereka pun kembali memakan makanannya, sesekali mengobrol membahas hal-hal random agar tidak terlalu sepi.

Di sisi lain, Altezza sedang makan siang di ruangannya. Dia tidak pernah keluar untuk makan siang. Dan makanan nya pun dari sang ibu. Asteria selalu membawakan bekal untuk putranya, ibu yang baik.

Dia menatap layar laptop yang berada di depannya, menampilkan sesuatu yang membuatnya sedikit kesal. Mulutnya terus mengunyah makanan, tapi mata tajam nya menatap lurus layar laptop tersebut.

Aura yang dia pancarkan memang setajam itu meski hanya diam. Wajar saja kalau Elizabeth takut dan merasa terintimidasi. Keturunan Pamungkas memang memiliki aura kepemimpinan yang kuat, namun, mereka bukanlah orang-orang yang memandang derajat seseorang. Tinggi ataupun rendah, di mata mereka sama. Tidak akan mengganggu jika tidak ada yang mengusik. Namun, sekalinya mereka bergerak, semua orang pasti akan merasakan ancamannya. Tidak ada ampun untuk orang yang berani mengusik ketenangan Pamungkas.

Selesai makan siang, Altezza merapikan kotak bekal nya. Hingga bunyi ponsel membuatnya menoleh.

Mommy

Tanpa menunggu lama, dia segera menjawab telepon dari Asteria.

"Sudah makan siang?" Asteria langsung bertanya di seberang sana.

"Hm. Baru selesai," jawab Altezza lalu meminum air dalam botol.

"Baguslah. Mommy hanya ingin memberitahu, nanti malam Pak Austin mengajak kita makan malam di rumahnya. Kamu datang, kan?"

Tentu saja Austin tidak akan membiarkan mereka berdamai begitu saja. Setidaknya dia harus menghormati keluarga ini agar hubungan mereka terjalin erat meski Elizabeth pernah melakukan kesalahan fatal.

"Ya, aku datang," jawab pria itu setelah beberapa detik terdiam.

Di seberang sana, Asteria tersenyum puas. "Mommy tutup telepon nya."

Altezza berdeham singkat. Dia meletakkan ponselnya ke atas meja setelah sambungan terputus. Kakinya melangkah menuju tong sampah untuk membuang botol air yang sudah kosong.

Elizabeth mengambil dokumen yang sudah siap, lalu kembali keluar dari ruangannya. Bibirnya mengunyah coklat rasa stroberi, coklat tapi rasa stroberi, ya begitulah. Ini adalah salah satu makanan kesukaannya. Tentu saja dia membawanya dari rumah, mana mungkin di kantin ada yang menjual makanan ini.

Dia mengetuk ruangan Altezza, ketika mendengar sahutan dari dalam, baru lah dia membuka pintunya.

Terlihat Altezza sedang mengambil kopi kaleng dari kulkas mini yang ada di ruangannya.

"Sudah selesai?" tanya Altezza.

Elizabeth mengangguk. "Sudah semua, Pak. Ini dokumen yang Anda minta, dan tentang jadwal pertemuan dengan Tuan Dreos, akan diadakan Minggu depan," jelasnya. Dia meletakkan map yang dia bawa ke atas meja Altezza.

Altezza berdiri di samping meja kerjanya, dia meletakkan kaleng kopi lalu memeriksa map yang diberikan oleh Elizabeth dengan gaya santainya.

Meski Altezza hanya diam, Eliza tetap merasa gugup. Apalagi saat pria itu memeriksa hasil kerjanya. Semoga saja tidak ada yang salah.

Hingga tak sampai lima menit, Altezza menutup map nya.

"Baiklah. Terimakasih, kamu boleh kembali." Altezza memutar badan dan duduk di kursinya sembari meletakkan dokumen tersebut ke dalam laci meja.

Eliza mengangguk dengan senyumannya. "Permisi, Pak." Dia menunduk sebelum melangkah ke luar.

Keraguan yang menyelimuti Altezza perlahan menghilang. Awalnya dia memang agak kurang yakin dengan kinerja Elizabeth. Gadis itu terlihat manja dan agak lemot. Tapi, ternyata Elizabeth mampu melakukan yang terbaik. Dan sekarang, keraguan Altezza berubah menjadi rasa puas.

bersambung...

1
yourheart
luar biasa
vj'z tri
🏃🏃🏃🏃🏃🏃 kaborrrrr 🤣🤣🤣
vj'z tri
semalam aku mimpii mimpi buruk sekali ku takut berakibat buruk pula bagi nya ,kekasih ku tercinta yang kini di depan mata asekkk 💃💃💃
vj'z tri
walaupun sedikit kan judul nya tetap terpesona aku Ter pesona memandang memandang wajah mu yang ganteng 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
dyarryy
mumpung hari senin, yuk vote dulu🥰🥰
vj'z tri
jangan menilai dari cover nya pak bos 🤭🤭🤭
vj'z tri
byar koe ndok 🤣🤣🤣🤣🤣🤣 gak boleh bawa contekan kah 🤗🤗🤗
vj'z tri
😅😅😅😅😅😅😅😅😅sabar sabar sabar
vj'z tri
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣 aku hadir Thor bpembukaan yang kocak
yourheart
lanjutttt
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!