Ivana Joevanca, seorang wanita ceria dan penuh ide-ide licik, terpaksa menikah dengan Calix Theodore, seorang CEO tampan kaya raya namun sangat dingin dan kaku, karena tuntutan keluarga. Pernikahan ini awalnya penuh dengan ketidakcocokan dan pertengkaran lucu. Namun, di balik kekacauan dan kesalahpahaman, muncul percikan-percikan cinta yang tak terduga. Mereka harus belajar untuk saling memahami dan menghargai, sambil menghadapi berbagai tantangan dan komedi situasi yang menggelitik. Rahasia kecil dan intrik yang menguras emosi akan menambah bumbu cerita.
“Ayo bercerai. Aku … sudah terlalu lama menjadi bebanmu.”
Nada suara Ivy bergetar, namun matanya menatap penuh keteguhan. Tidak ada tangis, hanya kelelahan yang dalam.
Apa jadinya jika rumah tangga yang tak dibangun dengan cinta … perlahan jadi tempat pulang? Bagaimana jika pernikahan ini hanyalah panggung, dan mereka akhirnya lupa berpura-pura?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosee_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 - Pergulatan Batin
...“Kita ... sempurna, bukan?”...
-
-
-
"Nyonya ... bukankah lebih baik Anda masuk saja?" ujar Julie cemas.
Bukannya masuk ke kamar seperti perintah tuannya, sang nyonya malah mengambil kursi dan menguping di balik dinding. Cukup lama wanita itu duduk di sana seperti penguntit.
"Aku masih mau mendengar mereka. Kau saja yang pergi dan bawa Poppy ke kamarku. Calix bisa curiga jika melihat Poppy di sini," usirnya.
"Tapi, Nyonya — "
"Kau berani melawanku, Julie?" Ivy memberikan tatapan peringatan.
Julie terdiam, kemudian menjawab, "Baik, Nyonya." Lebih baik dengarkan wanita itu.
Dia wanita yang menyukai kebebasan, tapi hidupnya ditekan seperti ini. Mom tidak mengerti mengapa kau mempertahankannya, padahal cinta itu saja adalah kebohongan. Aku lebih suka dia pergi, tapi jika kau tetap ingin dia di sini, itu terserah padamu.
Ucapan dari ibu mertuanya itu membuat Ivy memperhatikan mereka kembali.
"Hebat sekali kami bersandiwara di depan wanita itu selama empat tahun. Dia bahkan sadar cinta itu tidak ada," gumam Ivy.
Mungkin saja ibu mertuanya justru sudah mengetahuinya sejak awal. Hanya saja karena keinginan Calix yang ingin tetap mempertahankan hubungan ini, Catherine menutup mulutnya dengan rapat dan mengikuti sandiwara bodoh mereka.
Tak lama, terdengar suara meongan dari pintu. Ivy pun memilih beranjak dari sana.
"Baiklah, Poppy. Aku datang." Ivy menyambutnya dalam gendongan. Kucing berjenis munchkin itu bertumpu diam di pundaknya.
"Hanya kau saja satu-satunya keluargaku, Poppy," gumam Ivy di sisi ranjang. Sebelah tangannya mengelus dan satu lagi menahan bobot berat si Poppy. Matanya menerawang jauh.
Aku lebih suka dia pergi! Perkataan itu terbayang lagi.
"Aku juga tidak mau berada di tempat di mana aku tidak diinginkan," katanya sendu, namun bagaimana jika ia tidak memiliki pilihan? Jika bukan karena keinginan Calix, mungkin — dirinya tidak akan berada di sini lagi.
Mengapa?
"Mengapa?" tanya Ivy lagi pada dirinya sendiri.
Benar, tidak pernah sekali pun ia bertanya mengapa pria itu mempertahankannya. Calix tidak akan rugi apa pun meski pria itu meninggalkannya. Bisnis Joevanca tidak akan mampu mengusik bisnis mendunia milik Theodore.
Mom tidak mengerti mengapa kau mempertahankannya!
"Pantas saja Catherine berkata begitu."
Suara pintu yang terbuka membuat Poppy dan Ivy menoleh. Calix masuk dengan tampilan seperti biasa. Tampan dan — ekspresi kaku dan dinginnya.
"Poppy," panggil Calix. Kucing itu seolah mengerti dan bergerak turun dari gendongan Ivy. "Kucing pintar. Kembalilah ke kasurmu." Calix mengelus bulu lembutnya sebelum memindahkannya ke rumah kucing yang dibuat khusus di sudut ruangan.
"Orang tuamu sudah pergi?" tanya Ivy.
"Hm." Calix hanya berdehem kecil, kemudian mendekat padanya.
Ivy terdiam sesaat. "Bagaimana denganmu?"
"Ada apa denganku?" Mata Calix tidak lepas memandanginya.
"Aku tidak memberimu keuntungan apa-apa. Kau tidak mau pergi seperti saran ibumu?"
"Kau mau aku pergi?" Calix balik bertanya. Ivy terdiam, lidahnya kelu. Sunyi sejenak menyelimuti mereka berdua.
Mengapa aku tidak bisa menjawab?
"Sudah kubilang jangan bicara omong kosong yang membuang waktuku, dan berhenti menguping," peringat Calix sambil mengetuk keningnya agak keras.
"Aku hanya memikirkan keluargamu," ketus Ivy sambil mengusap keningnya. "Mereka pasti sangat berharap —"
"Memangnya kau menikah dengan mereka?" potong Calix. Wajahnya yang tanpa ekspresi itu benar-benar bisa membuat orang salah paham jika tidak mengenalnya. "Kau menikah denganku, jadi dengarkan saja aku!" peringatnya, menunjukkan sikap otoriter yang tidak pernah bisa ia bantah.
Ivy hanya mengerucutkan bibirnya , kemudian berbalik badan, tapi pergerakannya terhenti lagi. Ivy menggigit bibirnya ragu soal apakah ia harus bertanya atau membiarkannya saja seperti biasa.
Aku harus bertanya setidaknya sekali dalam hidupku!
Berbalik badan lagi menghadap suaminya, Ivy membuka mulut untuk bertanya. "Calix — emphhh!"
Ya, artinya tidak ada pertanyaan lagi malam ini. Waktunya untuk urusan suami istri yang sebenarnya, memberikan kewajiban seperti seharusnya karena Calix telah meraup bibirnya dengan penuh gairah.
...***...
Calix duduk di balkon menikmati angin malam dengan dada telanjang. Tangannya sesekali memutar gelas alkohol yang menjadi teman malamnya, namun matanya yang tajam seperti elang itu menatap intens wanita di atas ranjang yang tengah terlelap di bawah selimut tanpa satu kain pun.
Wanita keras kepala dan suka sekali membuatnya kesal itu telah menjadi istrinya selama empat tahun. Istri yang tidak bisa dibiarkan sendirian terlalu lama, karena selalu berhasil membuat masalah yang merepotkan dirinya. Meski hanya pernikahan politik, tidak ada perjanjian tertentu di antara mereka.
Cinta? Siapa pun bisa hidup tanpa kata-kata itu. Ada banyak pasangan di luar sana yang menjalin hubungan tanpa perasaan yang disebut cinta dan semua baik-baik saja. Yang terpenting adalah tanggung jawab kita terhadap pasangan sendiri yang telah berkomitmen satu sama lain. Kontak fisik dalam bentuk apa pun diperbolehkan selama hal itu bukan kekerasan. Itulah yang terjadi di dalam hubungannya.
Pergi dengan alasan klasik sangat di luar nalarnya. Tidak ada pernikahan yang akan bertahan hanya karena adanya satu kekurangan di antara yang lainnya. Ia juga tidak berniat membuat istrinya hamil hanya untuk memenuhi ekspektasi orang lain.
Dia wanita yang menyukai kebebasan, tapi hidupnya ditekan seperti ini. Mom tidak mengerti mengapa kau mempertahankannya, padahal cinta itu saja adalah kebohongan.
"Sial!"
Calix pun tidak mengerti. Ia tidak mencintai wanita itu, lalu mengapa ia bersikeras mempertahankannya? Mungkin karena ia telah melihat wanita itu setiap hari dalam empat tahun ini, sehingga perasaan was-was akan muncul tiba-tiba saat wanita itu berada di luar jangkauannya.
Dirinya — hanya telah terbiasa dengan kehadirannya. Benar, hanya seperti itu.
"Calix ... cepat peluk aku. Tubuhku dingin. " Terdengar seruan serak dari dalam. Pria itu langsung berdiri setelah menghabiskan sisa alkoholnya.
"Tentu saja dingin jika kau menurunkan selimutmu," decak Calix sambil menaikkan kembali selimut Ivy. Meski begitu, ia tetap memeluk wanita itu seperti biasa setiap malam.
Itu sebabnya Ivy akan kesal jika tubuh besar yang ia peluk setiap malam itu tidak pulang ke rumah.
...~o0o~...
mungkin si ivy klo melek jg bakal meleyot ya /Applaud/emhh manisnya abang cal/Kiss/
semangat kaka sehat selalu
pliss thor jangan sampai hiatus lagi yaa and jaga kesehatan selalu
smangat 💪💪💪