Gyan Abhiseva Wiguna tengah hidup di fase tenang pasca break up dengan seorang wanita. Hidup yang berwarna berubah monokrom dan monoton.
Tak ada angin dan hujan, tiba-tiba dia dititipi seorang gadis cantik yang tak lain adalah partner bertengkarnya semasa kecil hingga remaja, Rachella Bumintara Ranendra. Gadis tantrum si ratu drama. Dia tak bisa menolak karena perintah dari singa pusat.
Akankah kehidupan tenangnya akan terganggu? Ataukah kehadiran Achel mampu merubah hidup yang monokrom kembali menjadi lebih berwarna? Atau masih tetap sama karena sang mantanlah pemilik warna hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5. Mood Berantakan
Mata Gyan sulit untuk terpejam. Bukan karena ucapan Achel, tapi karena sesuatu yang belum bisa dia pecahkan. Dikirimnya Achel ke Singapura juga titipkan kepadanya pasti memiliki alasan yang kuat. Apalagi, gadis itu cucu pertama dan putri mahkota dari keluarga Ranendra. Sudah pasti ijin untuk kuliah di luar akan sulit didapatkan.
Menyuruh beberapa orang untuk mencari tahu pun hasilnya sama saja. Sudah pasti semuanya di-protect oleh opa juga wawanya Achel. Dua manusia yang sulit untuk ditembus.
"Ilmu gua masih sebatas ngunci, belum mampu membuka kunci," ucapnya sedikit frustasi.
.
Sudah rapi dan wangi. Menuju dapur untuk mengambil kopi kalengan kesukaan sebelum berangkat kerja. Dadanya mendadak turun naik karena melihat dapur yang berantakan. Panci yang sudah ada di atas kompor dengan air yang berceceran sampai ke lantai. Juga bungkus mie instan yang ada di samping kompor. Biasa dapur rapi dan bersih membuatnya sangat risih.
Dibukanya pintu kamar seseorang dengan cukup kasar. Cengiran khas manusia tak bersalah terlihat dengan begitu jelas. Gadis cantik dengan rambut yang dicepol tengah memakan mie instan di atas tempat tidur.
"Dapur beresin!" titahnya dengan nada penuh emosi.
"Enggak liatkah?" Achel menunjukkan mangkuk yang masih berisi mie instan.
"Kalau makan di luar!" titahnya dengan penuh penekanan.
Bukan Achel jika dia menjadi anak kucing yang manis. Ucapan Gyan tak diindahkan sama sekali hingga membuat Gyan memejamkan mata untuk beberapa detik sambil mengatur napas.
"RACHELLA!!!"
Auman singa bujang keluar. Barulah Achel bangkit dari tempat tidur dan membawa mangkuk berisi mie. Ketika melewati Gyan, sengaja dia menyenggol tubuh Gyan hingga kuah mie instan mengenai bajunya. Mata Gyan melebar. Sedangkan Achel malah menjulurkan lidah ke arah lelaki yang sebentar lagi akan mengeluarkan tanduk. Lalu, dia berlari sambil tertawa.
Masih pagi sudah dibuat emosi. Alhasil, Gyan memijat pangkal hidung yang terasa pusing karena ulah Achel di pagi hari yang harusnya diisi energi yang baik. Ditambah laporan dari karyawan hari ini semakin membuat mood-nya semakin berantakan.
"Pada becus kerja enggak sih?" tekannya dengan penuh kemurkaan.Kertas laporan pun dibanting dengan cukup keras ke atas meja. Karyawan yang membuat laporan itupun hanya bisa menunduk dalam.
"Saya enggak mau tahu, hari ini sudah harus selesai sesuai dengan keinginan saya." Wajah Gyan sangat sangar jika tengah marah.
William hanya bisa menjadi penonton tanpa mau ikut campur. Jika, masalah pekerjaan Gyan tak akan bisa dihentikan. Tak bisa jua dibujuk.
Gyan sudah melonggarkan dasi dengan cukup kasar. William dengan sedikit ketakutan mulai mendekat. Dia mengeluarkan satu lembar obat dan mampu membuat dahi Gyan mengkerut juga kedua alisnya beradu.
"Siapa tahu bisa nurunin tensi darah Bapak yang lagi naik." Obat penurun darah yang William berikan.
"BANG SAT!!!"
William pun tertawa. Padahal, Gyan sudah meninju perutnya. Dua lelaki itu adalah teman satu kampus dan satu jurusan. Di mana mereka lulus bersama dengan nilai IPK hampir sama juga.
Sedari tadi perasaan Gyan terasa gundah. Bayang wajah Achel yang terus berputar di kepala. Ternyata di apartment yang dia huni,
seorang Gadis cantik duduk di sofa yang ada di kamar. Menatap sendu ke arah jendela. Menanti sebuah kabar dari orang-orang yang amat dia sayang serta rindukan yang tak kunjung menghubunginya.
"Achel kangen kalian. Tidakkah kalian merindukan Achel?" Senyum tipis terukir di wajah cantik itu.
Dilihatnya layar ponsel di mana foto sepasang manusia terlihat begitu bahagia. Matanya mulai berair, dan tak lama bulir bening pun menetes.
"Sudah waktunya," gumamnya dengan suara lirih. Tangannya mulai mengotak-atik layar ponsel dengan serius juga hati yang bergemuruh.
Wallpaper ponselnya sudah berganti dengan foto tiga orang yang tengah tersenyum ke arah kamera. Dua orang perempuan juga seorang lelaki yang begitu serasi. Air matanya semakin deras mengalir. Perlahan kepalanya menunduk dengan sangat dalam sambil memeluk kedua lututnya. Tak dia hiraukan lengannya yang merah dan perih. Seperti hatinya sekarang ini.
"Mami ... Papi ... Maafin Achel."
.
Pekerjaan sudah selesai dan segera dia pulang. Langkahnya terhenti ketika dia melewati ruang makan. Di mana makanan yang dia pesan untuk Achel makan siang masih utuh. Gyan segera menuju kamar Achel.
Knop pintu yang berada tak jauh dari ruang makan dia buka. Tak ada pergerakan dari seorang gadis yang tengah menatap ke arah jendela kamar. Sepertinya dia tengah melamun sampai tidak mendengar dan menyadari jika Gyan sudah ada di sana.
"Kenapa lu gak makan?"
Suara tegas dengan penuh penekanan tak membuatnya menoleh. Juga tak langsung menjawab pertanyaan yang terlontar dari Gyan.
"ACHEL!!"
"Enggak lapar." Hanya dua kata yang terucap dengan cukup pelan. Tanpa menoleh sedikitpun.
Gyan pun semakin geram. Dia mulai melangkah ke arah Achel yang masih saja bergeming di tempatnya. Ditariknya lengan Achel hingga sang empunya mengerang kesakitan. Segera Gyan menatap ke arah tangan Achel yang dia pegang dengan cukup kencang, merah seperti melepuh. Ditatapnya Achel dengan sangat tajam. Gadis itu hanya diam dengan sorot mata yang sulit diartikan.
Tanpa ada pertanyaan apapun Gyan malah meninggalkan Achel dan membuat Achel menghela napas kasar. Senyum penuh kepedihan terukir. Namun, atensinya kembali teralih ketika suara langkah kaki memasuki kamar. Gyan datang kembali dengan kotak obat yang ada di tangan.
Diobatinya kulit lengan Achel yang memerah. Mata Achel terus tertuju pada Gyan yang dengan mengoleskan salep luka bakar dengan serius. Sesekali dia meniupnya.
Mata indah itu mulai mengembun. Dia teringat akan seseorang yang akan selalu berada di garda terdepan untuknya jika dia tengah terluka. Kini, orang itu terpaksa harus dia lupakan dan dia buang jauh dari ingatan. Karenanya dia diasingkan ke negara yang seharunya menjadi tempat tinggalnya bersama orang itu di masa depan.
Tanpa aba air mata itu menetes dengan sendirinya. Apalagi melihat Gyan mengobati lukanya dengan sangat telaten membuat bayang orang itu hadir kembali.
"Jangan sok-sokan masak mie. Masak air aja gosong," omel Gyan bagai ibu-ibu komplek.
Merasakan ada yang menetes ke punggung tangan, Gyan segera menatap ke arah Achel. Wajahnya sudah sangat basah dan isakan kecil mulai terdengar.
"Sakit?" Bukannya menjawab malah semakin terisak. Gyan sudah mulai panik dan melihat ke arah punggung tangan Achel yang masih merah.
"Kita ke rumah sakit." Gyan sudah meletakkan salep ke dalam kotak obat dan membantu Achel untuk berdiri. Namun, Achel menggeleng dengan pelan sambil menatap serius wajah Gyan.
"Achel lapar. Kak Gyan kelamaan ngobatinnya."
WHAT THE FUCK!!
Wajah cemas berubah dalam waktu satu detik.
...***BERSAMBUNG***...
Udah double up nih. Masih enggak mau komen juga?
isi hati acel...
masih bertanya" dalam hati
adegan agak dewasa
hehehee
lanjut trus Thor
semangat
semangat kak doble up nx💪