Quinn, seorang gadis berusia 26 tahun itu memiliki kehidupan yang sempurna. Namun, siapa yang menduga, dibalik kehidupan yang sempurna Quinn sangat terkurung. Sebab sebagai putri seorang mafia membuat Quinn tidak bisa hidup dengan bebas.
Quinn memang memiliki kehidupan yang sempurna. Akan tetapi, Quinn nyatanya sangat apes pada percintaannya. Sekalipun Quinn memiliki harta melimpah dan juga paras rupawan, nyatanya tak bisa membuat Quinn menemukan cinta sejatinya.
Sampai tanpa sengaja, Quinn bertemu dengan Dimitri. Seorang laki-laki berusia 30 tahun itu terus mengganggu Quinn.
Akankah Dimitri bisa meluluhkan hati wanita tangguh dan cerdas seperti Quinn? Lantas bagaimana respon Dimitri ketika dia tahu kalau Quinn adalah putri seorang mafia yang sangat disegani pada masanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sisca Nasty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 5 Pertarungan Kecil
Waktu terus berlalu. Hubungan Quinn dan Jefry semakin dekat. Di mata Quinn, pria itu memang pria baik dan sopan. Jauh berbeda dengan beberapa mantan Quinn yang memang terlihat tampan tetapi semua playboy!
Siang tadi setelah jam makan siang. Jefry memberanikan diri untuk mengajak Quinn makan siang. Tanpa beban sedikitpun, Quinn menyetujui ajakan Jefry. Kini mereka berdua sedang berada di taman kota. Menikmati suasana di sore hari memang tidak pernah ada duanya.
"Nona, sepertinya anda sudah sering ke sini. Penjual es krim tadi kenal dengan anda," tanya Jefry sambil memakan es krim miliknya.
"Benar. Aku sering ke tempat ini. Biasanya bersama Sherly. Akhir-akhir ini entah kenapa dia sibuk sekali. Bahkan membalas chatku juga tidak sempat." Quinn memandang ke depan dan memandang orang-orang yang ada di sana sebelum memandang ke arah Jefry lagi. "Bukankah usiamu 26? Jefry, sebaiknya jangan panggil aku Nona. Panggil saja aku Quinn. Karena usiaku lebih muda beberapa bulan darimu."
Jefry terlihat ragu awalnya sebelum akhirnya pria itu mengangguk setuju. "Baiklah Quinn."
Mereka kembali menikmati es krim yang baru saja mereka beli. Hingga tanpa mereka sadari, segerombolan preman datang menghampiri mereka. Pria-pria berbadan tegap itu seperti sedang mengincar Jefry.
Jefry yang tidak menyadari kehadiran preman itu masih duduk santai di kursinya. Pria itu bahkan mengajak Quinn bercanda hingga terdengar tawa nyaring dari Quinn.
"Cukup! Perutku sakit tertawa terus Jefry." Quinn berusaha kembali tenang. Dia kini tersenyum lalu memandang Jefry dengan wajah bahagia.
"JEFRY!"
Saat ingin mengeluarkan kata, tiba-tiba saja suara itu tertahan di tenggorokan. Jefry yang panik langsung beranjak dari kursi dan berdiri dengan kaki gemetar.
"Ada apa Jef?" Quinn yang bingung mengikuti arah yang dilihat oleh Jefry. Wanita itu juga segera berdiri di samping Jefry. "Siapa kalian?"
"Nona, minggirlah. Ini bukan urusan anda!" ketus salah satu preman.
"Bukan urusan saya? Tapi kalian ada di hadapannya. Bagaimana bisa ini bukan menjadi urusan saya?" sahut Quinn dengan nada bicara yang tidak kalah ketusnya.
"Jefry! Bayar utangmu sekarang juga. Kau jangan kabur seperti ini? Jika tidak kau bayar sekarang juga, kami akan menghajarmu!"
"Saya baru saja masuk kerja. Saya bahkan belum menerima gaji pertama saya. Tolong beri saya waktu. Saya pasti akan segera membayar utang saya," sahut Jefry dengan wajah memohon.
"Kau pikir kami masih percaya dengan apa yang kau katakan?" Ketua preman itu memandang anak buahnya dan memberi kode. Bersamaan dengan itu, dua pria berbadan tegap segera maju untuk memberi pelajaran kepada Jefry.
Jefry memegang tangan Quinn. Meskipun dia tidak bisa melawan tetapi setidaknya ia melindungi Quinn. Pria itu menarik Quinn ke belakang tubuhnya.
"Jefry, kenapa kau diam saja? Cepat lawan mereka?" ujar Quinn memberi semangat.
"Aku tidak bisa." Jefry menunduk pasrah. Terlebih lagi ketika dia melihat preman itu mengangkat satu tangannya ke udara lalu mengepalnya dengan sangat kuat.
Sudah beberapa detik berlalu tetapi Jefri tidak merasakan sakit sedikitpun. Hingga pada akhirnya pria itu memberanikan diri untuk membuka kedua matanya. Betapa kagetnya pria itu ketika melihat Quinn menghajar satu persatu preman yang tadi sempat mengancamnya.
"Quinn? Dia bisa melawan semua preman itu?" gumam Jefry tidak percaya.
"Rasakan ini!" Quinn mendaratkan satu pukulan terbaiknya ke rahang pria yang menjadi ketua dari preman itu. Sampai-sampai pria itu terjungkal dan tergeletak di bawah kaki Jefry. Jefry yang merasa menang karena kini ada Quinn sudah tidak merasa takut lagi. Pria itu bahkan dengan beraninya berjongkok dan menepuk pipi preman itu.
"Lain kali jangan suka menindas orang lemah! Aku sudah membayar utangku. Tetapi kalian selalu bilang kalau aku belum melunasi bunganya. Aku sendiri bahkan tidak tahu berapa bunga yang harus aku bayar."
Quinn berdiri tidak jauh dari posisi Jefry berada. "Ayo kita tinggalkan tempat ini."
Jefry mengangguk setuju. Pria itu segera berlari mengejar Quinn. "Quinn, kau wanita yang sempurna," puji Jefry.
"Kau bisa saja. Daddy sengaja melatihku agar bisa bela diri. Dia ingin sebagai wanita aku bisa melindungi diriku sendiri dari bahaya," jawab Quinn dengan santai.
"Kau sempurna Quinn." Jefry berdiri di hadapan Quinn. "Quinn, maukah kau menjadi kekasihku?"