Berniat berlari dari penagih utang, Kinan tak sengaja bertabrakan dengan Reyhan, laki-laki yang berlari dari kejaran warga karena berbuat mesum dengan seorang wanita di wilayah mereka.
Keduanya bersembunyi di rumah kosong, sialnya persembunyian mereka diketahui oleh warga. Tanpa berpikir lama, warga menikahkan paksa mereka.
Keinginan menikah dengan pangeran yang mampu mengentaskan dari jerat utangnya pupus sudah bagi Kinan. Karena Reyhan mengaku tak punya kerjaan dan memilih hanya menumpang hidup di rumahnya.
READER JULID DILARANG MASUK!
Ini hanya cerita ringan, tak mengandung ilmu pelajaran, semoga bisa menjadi hiburan!
Tik tok : oktadiana13
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Okta Diana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Team Bubur Tanpa Diaduk
Aku dan Rey kini keluar kamar mandi. Sebenarnya tak terjadi apa-apa di dalam sana. Kami hanya berdiri berdua di bawah shower. Walaupun mantan buaya, untung saja Rey bukan laki-laki maniak yang tak peduli waktu meminta haknya padaku. Tangannya saja yang tak bisa diam, sebagai laki-laki normal aku wajarkan saja.
Kami kini bersiap pergi mencari sarapan. Bubur ayam, entah kenapa aku rindu makan bubur ayam yang legendaris sekali di daerahku. Sudah lama sekali rasanya tak memakannya.
Rey dia mengambil kunci mobilnya. Dahiku berkerut. Apa dia tak tau jika jarak penjual bubur itu tak terlalu jauh dari rumah? Mungkin.
"Rey, gak perlu bawa mobil! Kita jalan kaki saja! Gak jauh kok dari sini!"
Dia mencebikkan bibir. "Baiklah!"
Rey menaruh kunci mobilnya kembali. Kami keluar rumah dan berjalan pelan menyusuri jalan.
Pagi ini sangat cerah, sinar matahari begitu indah. Rey menggandeng tanganku seperti tak ingin melepasnya. Ah, siapa yang tak bahagia. Apa ini yang rasanya menjadi pengantin baru?
"Masih jauh?"
Aku menipiskan bibir seraya menggeleng kepala. "Disana!" Telunjuk ini memberitahu tempat penjual bubur ayam itu. Rey memicingkan mata. Aku mengerutkan dahi melihat ekspresi wajahnya. Jangan-jangan dia tak mau lagi makan di pinggir jalan.
"Rey ... kamu gak suka ya?"
Dia kini menatapku. "Bukan begitu, itu penjualnya ramai sekali. Memang tak ada penjual bubur selain disana?"
Aku menggelengkan kepala. Sebenarnya ada tapi, aku ingin makan bubur disana. Rasanya beda dengan penjual lainnya.
"Kamu gak doyan ya? Atau kita makan direstoran aja?" tanyaku lirih semoga dia menolak ajakan basa-basiku. Bagiku yang penting murah, banyak, kenyang, jika enak itu menjadi nilai tambah tersendiri. Pasti Rey sering makan-makanan yang porsinya sedikit harganya mengalahkan harga diriku.
"Kita udah jalan mau sampai sini masak putar balik." Aku mengangguk mendengarnya. Akhirnya dia mau juga. Kini Rey semakin erat menggenggam tanganku saat kami akan menyebrang jalan. Aku pasrah dan terus menarik garis lengkung bibir ini, tak peduli seberapa banyak kendaraan yang melintas jika ingin menabrak, rela mati bersamanya. Terlalu nyaman saja genggaman tangannya. Aku terkekeh geli membayangkan itu semua.
"Mau makan sini apa bawa pulang?" tanyanya dengan melirikku tajam.
"Makan disini aja ya!" Rey mengangguk pasrah. "Kamu pasti gak biasa." Aku ragu memaksanya. Apa dia akan mampu makan ditempat ini, ditambah suasana ramai pembeli? Entahlah. Aku mengangkat kedua bahu.
Rey memesan sendiri pada penjualnya. Lalu dia mengajakku duduk di meja yang tersisa satu-satunya tanpa ada yang menempati. Dia menggeserkan kursi itu untuk ku duduki. Bak ratu yang dipersilahkan duduk oleh pangerannya. Ah, aku kembali menghalu lagi. Namun, ini adalah kenyataan.
"Makasih," ucapku lirih hampir tak terdengar. Rey tak menjawabnya pasti dia tak mendengar.
Dia kemudian duduk menghadapku. Manik matanya bergerak kesana kemari memperhatikan pembeli yang mengantri. "Apa rasanya begitu enak?" Aku mengangguk. "Pantas ramai sekali."
Tak lama kemudian pesanan kami datang. "Kamu doyan 'kan?" Dia hanya tertunduk menatap bubur itu.
"Tentu. Tapi, aku gak suka kacangnya."
"Oh," Aku mendesah pelan. "Aku siap menampungnya."
Rey memundurkan kepalanya. "Benar?" Aku mengangguk.
"Sini!" Aku mengambil seluruh kacang di buburnya. "Harusnya tadi kamu bilang, gak usah pakai kacang!" seruku dengan memperhatikan tak ada satu kacang pun di mangkuk buburnya.
"Aku lupa."
Aku tersenyum seraya mengaduk-aduk bubur di depan mata lalu memasukkannya dalam mulut. Dahiku berkerut saat melihat Rey memakan bubur itu tanpa diaduk. Jangan-jangan dia tak mengerti cara makannya.
"Rey ... diaduk dulu. Gak enak dong kalau gak diaduk!"
"Enak kok, aku team bubur tanpa diaduk."
Aku mengernyit heran. Bagaimana rasanya? Melihatnya gemas sekali ingin mengaduk.
"Habis sarapan ini kita mau ngapain lagi?" tanyanya dengan memiringkan kepala dan mengangkat kedua alisnya.
❤
❤
❤
❤
❤
Ya kalau aku terserah kamu bang!
Aku pasrah 😝😝😆😆
#teammakanbubursemangkukkurangkenyang
#teammakanbuburharuspakaikacang
#teammakanbuburdiaduk