NovelToon NovelToon
Pemain 999

Pemain 999

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Horror Thriller-Horror / TKP / Romansa / Trauma masa lalu / Permainan Kematian
Popularitas:564
Nilai: 5
Nama Author: Halo Haiyo

Marina Yuana Tia, dia menyelesaikan permainan mematikan, dan keluar sendiri dalam waktu sepuluh tahun, tetapi di dunia nyata hanya berlangsung dua minggu saja.

Marina sangat dendam dan dia harus menguak bagaimana dan siapa yang membuat permainan mematikan itu, dia harus memegang teguh janji dia dengan teman-temannya dulu yang sudah mati, tapi tak diingat keluarga mereka.

Apakah Marina bisa? Atau...

ayo baca guys

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Halo Haiyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab delapan. Tawaran

Bab Delapan

"PAK! AAAAAH!!!"

"MATI KAU!!!"

"TIDAK!!!"

Deng !

Guru Bk langsung diam di tempat, sedangkan Gevan kebingungan sendiri.

Ada tawa seorang pria tapi singkat, setelah menjentikkan jari seolah waktu disekitarnya berhenti, bahkan pesawat yang juga melintas di sekolah mereka tak bergerak.

"Tuan Gevan,"

"Anda memiliki kehidupan yang normal, penuh dedikasi dan... Terpercaya,"

"Kau juga akan lepas dari jabatanmu,"

"Ke-kenapa kamu tahu?" Tanya Gevan seolah, pria bertubuh tinggi besar di depannya tahu semua hal.

"Tetapi, itu takkan bertahan lama..."

"Lihatlah, guru bk ini memendam sesuatu. Kenapa pada dirimu? Mengapa?"

"Ke-kenapa? Dia guru saya, tak mungkin dia akan berbuat seperti itu."

"Oh~menarik~"

"Bagaimana kalau kita lanjutkan saja, biar tahu alasan di balik guru bk membunuhmu mu tuan?"

Jentikan jari terdengar lagi, ada sedikit gempa tapi hanya beberapa detik.

"MATI KAU!!!"

"ANAK BAJINGAN!!!"

"TI-TIDAK PAK!"

Guru bk menusuk-nusuk jantung Gevan, tak henti-henti bahkan berkali-kali. Sampai darah bercucuran dari sana, keluar deras bagai air mancur.

Waktu di atas kepala Gevan masih berdetak.

Di dalam sisa kesadarannya, Gevan perlahan membuka mata.

"Ak-aku... Ta-k.. Ma-u... Ma-ti..."

"Syukurlah kalau begitu."

Jentikan jari terdengar lagi, kali ini Gevan harus nafas dengan susah payah karena tak bisa membedakan mana yang asli dan mana yang palsu.

"Tadi itu adalah gambaran masa depan,"

"Masa depan yang akan menjadi akhir dari hayatmu."

"Aku tak mau!"

"Aku tak mau!!"

"Kenapa harus aku coba? Kenapa! Kenapa harus aku!"

"Aku tak mau, guru itu juga tak punya hubungan erat denganku, kenapa aku?"

"Semua itu akan jelas terjawab nanti Tuan Gevan." Ucap si pengawas, berjas hitam panjang memakai topi sulap.

"Kau ini sebenarnya siapa? Apa ada variety show hari ini? Atau ada kamera tersembunyi?"

"Tidak ada."

"Lalu, tak mungkin hal sekeji itu sampai terasa sakitnya cuma mimpi kan?"

"Apa ini drama film?"

"Iyakan? Katakan padaku!"

Pengawas tak memberi jawaban, tapi hanya diam di tempat menimang perkataan yang akan dikeluarkan selanjutnya.

"Hanya ada satu cara, bermain."

"Setuju?"

"Bermain?"

"Apa maksudmu, jangan aneh-aneh."

"Ikut ke dalam permainan yang saya tawarkan, dijamin orang ini... takkan berani menyentuh bahkan membunuhmu,"

"Apa?" Gevan terkejut, dia meneguk ludah tak percaya.

"Mana mungkin! Sudah ku bilang dia tak ada hubungan apa-apa denganku! Seharusnya guru ini yang dipenjara atas kejahatannya! Tapi dia harus ditangkap sebelum membunuhku!"

"Gambaran yang saya berikan tadi adalah kejadian nyata yang akan datang, dan bila guru tuan membunuh tuan dengan tangannya sendiri, tak lagi ada kesempatan untuk kabur. Disetiap waktu, kematian akan datang. Dan si setiap detik juga malaikat pencabut nyawa menunggu."

"Hiih~"

'Aku ngeri mendengarnya, perkataan pria ini mirip sekali dengan Marina. Entah kenapa mendengar ada kata permainan membuatku teringat dengan ucapan gadis itu. '

"Bertahan, bertahan, bertahan! Apa maksudmu!"

"Dia selalu ada disampingmu, bertanya padamu tentang banyak hal, lalu dia menyeretmu ke suatu tempat,"

"Memilih iya atahu tidak?"

Gluk- leher Gevan serasa dicekik keras. Dia merasa tak bisa bernafas.

"Saya bisa menunggu jawaban anda kapanpun, sampai waktu yang ada di atas kepala anda habis."

"Saya tetap akan setia menunggu."

Ucap pria itu hilang entah kemana, Gevan akhirnya bisa bernafas lancar.

Dia melihat ke arah guru bk yang duduk ditempatnya semula. Guru itu tertidur pulas.

Kedua tangan Gevan mengepal di lantai, dia memegang dadanya. Tusukan tadi serasa sangat nyata, seolah tak bisa melawan begitu saja.

'Apa tak ada cara untuk melawannya? Kenapa malah bermain permainan? '

Gegan jadi teringat perkataan Marina, dia juga khawatir akan hidupnya yang tinggal sebentar lagi.

Dia melihat ke cermin, benar ada waktu hitung mundur.

"7 hari lagi?"

"Ah- kepalaku pusing..."

Gevan memilih keluar dari ruangan bk, dan memijat dahinya diluar sekolah. Dia bertanya ke salah satu teman anggota OSIS juga.

"Hei, aku mau bertanya."

"Apa kau lihat angka di atas kepalaku?"

Temannya mengangguk, ah akhirnya Gevan rasa itu cuma canda-candaan orang iseng.

Temannya tertawa ngikik,"persis ada angka sembilan di atas rambutmu, rambut yang gak pernah disisir ya..."

"Lihat..."

"Ah bukan itu!"

"Maksudku 7 hari 12 jam 35 detik! Kau lihat angka itu!!"

Temannya diam ditempat, dia menoleh kesamping kanan dan kiri. Lalu berbisik mendekat,"apa kau tak apa bro?"

"Ini, kita dikasih tugas sama ketua untuk nempelin brosur ke mading. Ayo..."

"Tunggu! Dengarkan aku!!!" Seru Gevan berteriak kencang.

.

.

.

Marina terlihat diam saja di ujung jalan tol ramai kendaraan, matanya yang kosong, sering melamun, tak sadar ada kendaraan yang terus membunyikan bel motor.

Tin! Tin!!!

"Hei anak muda! Jangan menghalangi jalan!!!"

Marina segera tersadar, dan menunduk pelan. Dia melihat kendaraan-kendaraan yang berlalulintas didepannya, dipenuhi amarah.

'Huh~'

'Ada apa denganku... '

'Aku tak boleh, lengah dulu... Kalau tidak mereka akan tambah suka aku lemah seperti ini, '

Ia berjalan sampai menyebrang ke satu sisi lainnya.

Dia melihat bayangan hitam miliknya, dia sentuh dengan jari.

Sosok-sosok yang ter abstrak kemarin, apakah betul teman-temannya? Jadi... Mereka masih hidup? Bukankah begitu?

Ia malah jadi teringat lagi, kepalanya langsung serasa dihantam kerikil berulang-ulang.

"Ini salahmu! Ini salahmu meninggalkan kami!"

"KAU MENANG SENDIRI!!!"

"Tolong jangan menghalangi jalan ya?"

"Ah maaf,"

Secepatnya Marina menghindar, ada ibu-ibu hamil lewat bersama bocah laki-laki di gandengannya.

Marina memejamkan mata, dia merasa sangat bersalah tak bisa melakukan apa-apa sampai akhir.

Bisa dikatakan, dia adalah gadis pecundang tapi satu-satunya orang yang menyelesaikan game dengan semua ingatan menyakitkan itu.

.

.

.

Tok! Tok!

Tok! Tok!

Tok!

Pintu terbuka, Gevan langsung masuk setelah dibukakan.

"Hei, to-tolong aku... Ku mohon..."

Marina melihat ada wajah ketakutan dari tampang muka Gevan, perlahan pintu terutup dengan sendirinya.

Teh disajikan di atas meja.

Gevan masih belum bisa percaya dengan apa yang dikatakan gadis itu, siapapun pasti tak akan percaya.

"Ja-jadi... Ka-kau..."

"Ah ini tak masuk logika."

"Awalnya aku juga berpikir begitu, tapi kita dipaksa. Kita dipaksa mengerti oleh mereka, yang tahayul di mata masyarakat."

Gevan menggeleng cepat,"itu bukan takhayul lagi! Itu benar-benar tak bisa dipercaya lagi!"

"Kau bermain game, memenangkan sendirian da-dari berapa orang?"

"Ja-jadi yang keluar dari permainan itu?"

"Hanya satu orang." Jawab Marina cepat, sambil bertekuk lutut.

Gevan langsung berteriak keras."Ahhh!!! Apa salahku!!!"

"Tenang dulu, jangan panik ada aku."

Lelaki itu tak percaya, dia menepis tangannya.

"Jadi selama ini yang kau lihat adalah waktu di atas kepalaku ini Marina?"

"Soal itu-"

"JAWAB!!!"

"Iya."

"Kenapa tak segera memberiatahuku..."

"Kenapa tak memberitahuku dari awal dan membuatku kebingungan..."

Marina terdiam seribu bahasa.

Bersambung. . .

1
Fanchom
silakan komen atau report kalau ada salah kata penulisan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!