NovelToon NovelToon
Reinkarnasi Dewa Asura

Reinkarnasi Dewa Asura

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Raja Tentara/Dewa Perang / Fantasi Timur / Balas Dendam
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Mumun arch

Dikhianati oleh murid yang paling ia percayai, Asura, sang Dewa Perang, kehilangan segalanya. Tubuhnya musnah, kekuatannya hilang, dan namanya dihapus dari dunia para Dewa. Namun, amarah dan dendamnya terlalu kuat untuk mati.

Ribuan tahun kemudian, ia terlahir kembali di dunia fantasi yang penuh sihir dan makhluk mistis bukan lagi sebagai Dewa yang ditakuti, melainkan seorang bocah miskin bernama Wang Lin.

Dalam tubuh lemah dan tanpa kekuatan, Wang Lin harus belajar hidup sebagai manusia biasa. Tapi jauh di dalam dirinya, api merah Dewa Asura masih menyala menunggu saatnya untuk bangkit.

“Kau boleh menghancurkan tubuhku, tapi tidak kehendakku.”

“Aku akan membalas semuanya, bahkan jika harus menantang langit sekali lagi.”

Antara dendam dan kehidupan barunya, Wang Lin perlahan menemukan arti kekuatan sejati dan mungkin... sedikit kehangatan yang dulu tak pernah ia miliki.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mumun arch, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bayangan Di Timur

Langit masih kelabu ketika Wang Lin, Yue, dan Kael meninggalkan reruntuhan Kota Xiang. Angin pagi berembus lembut, membawa aroma tanah basah dan sisa abu pertempuran semalam. Meski dunia tampak tenang, di dalam dada mereka masih ada sisa getaran dari kekuatan besar yang nyaris menghancurkan segalanya.

Wang Lin berjalan paling depan, jubahnya berkibar diterpa angin. Setiap langkahnya meninggalkan bekas bara kecil di tanah, tapi bara itu cepat padam seperti api yang belajar untuk tenang.

“Guru,” suara Yue memecah keheningan, “ke mana kita sekarang? Arah timur itu luas... apa kita tahu ke mana harus pergi?”

Wang Lin tidak langsung menjawab. Ia menatap cakrawala jauh di depan tempat awan hitam membentuk pusaran samar.

“Aku tidak tahu pasti,” ujarnya akhirnya. “Tapi sesuatu memanggilku dari sana. Dan panggilan itu… terasa seperti Asura.”

Kael yang kini berjalan dengan sisa tenaga terkekeh kecil. “Setelah semua ini, kau masih mengejar sumber kekacauan itu? Kau benar-benar tidak bisa istirahat, ya?”

Wang Lin menoleh, menatapnya sambil tersenyum tipis. “Jika aku berhenti, dunia ini akan berhenti bersinar.”

Kael terdiam. Ada sesuatu dalam kata-kata itu bukan kesombongan, tapi ketenangan yang hanya dimiliki seseorang yang telah kalah, jatuh, lalu bangkit lagi.

Mereka bertiga berhenti di tepi lembah. Dari sana, hamparan dataran hijau terbentang luas, dihiasi sungai berkilau dan kabut tipis yang menari di antara pepohonan. Tapi di kejauhan, di bawah langit gelap, berdiri menara batu hitam tinggi menjulang menyentuh awan, seolah menantang langit.

Yue menelan ludah. “Itu… Menara Arvath. Tempat para biarawan kuno menyegel jiwa-jiwa jahat ribuan tahun lalu. Tapi sekarang... lihat.”

Menara itu retak di bagian tengah. Dari celahnya, cahaya ungu pekat memancar, melingkar seperti napas iblis.

Kael menarik napas panjang. “Jadi di sanalah mereka bersembunyi.”

“Atau sedang menunggu,” sahut Wang Lin pelan.

Mereka melanjutkan perjalanan. Jalan menuju menara dipenuhi bebatuan hangus dan pohon kering. Hewan-hewan tidak ada, hanya suara langkah kaki mereka yang menggema di udara.

Namun tiba-tiba..!!!!

SRAAAAK!

Sebuah bayangan hitam melesat dari balik batu besar dan menebas ke arah Yue. Ia nyaris tidak sempat menghindar. Wang Lin segera mengangkat tangan, dan api putih meledak dari telapak tangannya, menghantam bayangan itu hingga terpental.

Dari balik kabut, muncul seorang pria muda berambut perak dengan mata hitam tajam. Di tubuhnya, simbol Asura terbakar samar.

“Kau...” Wang Lin menatapnya tajam. “Kau bukan manusia biasa.”

Pria itu tersenyum miring. “Benar. Aku adalah murid dari Sang Bayangan Timur yang akan membangkitkan Dewa Asura sejati.”

Kael mengeluarkan belatinya. “Sang Bayangan Timur? Jangan bilang dia... makhluk yang dulu mengkhianati para dewa di Perang Langit?”

“Dia tidak mengkhianati,” jawab pria itu dingin. “Dia disingkirkan karena menolak tunduk pada kebohongan para dewa. Dan sekarang, dia akan kembali.”

Yue menggertakkan gigi. “Kenapa kalian terus memanggil kehancuran? Dunia ini sudah cukup menderita!”

Pria berambut perak itu menatap Yue, lalu Wang Lin, dan tersenyum sinis. “Karena dari kehancuran… lahir kekuatan sejati.”

Tanah di sekitar mereka mulai bergetar. Dari dalam bayangan muncul sosok-sosok hitam, tubuhnya tanpa wajah, hanya mata merah menyala pasukan Asura!

“Yue, mundur!” teriak Wang Lin. Ia meledakkan api dari telapak tangannya, membentuk lingkar pelindung di sekitar mereka. Api putih itu berputar, menahan gelombang makhluk bayangan yang menyerang tanpa henti.

Kael melompat ke depan, menyerang cepat, belatinya beradu dengan senjata musuh. “Guru! Mereka tidak berhenti seperti tidak punya jiwa!”

“Karena memang tidak,” jawab Wang Lin tenang. “Mereka hanyalah sisa amarah dari zaman kuno. Tapi kita masih punya nyawa… dan itu cukup.”

Dengan satu gerakan cepat, Wang Lin menekuk lutut dan menghentakkan tanah. Api putih memancar dari bawah, membakar semua bayangan yang ada dalam radius puluhan meter. Suara jeritan menggetarkan udara, lalu semuanya lenyap dalam kabut.

Yue bernafas terengah, “Guru... kita menang?”

Wang Lin menatap menara yang kini bersinar lebih terang. “Belum. Itu baru permukaannya.”

Pria berambut perak berdiri kembali, wajahnya terbakar tapi masih tersenyum. “Kau kuat, Wang Lin. Tapi kekuatan itu... berasal dari tempat yang sama dengan kami. Jangan pura-pura menjadi pahlawan.”

“Aku bukan pahlawan,” jawab Wang Lin datar. “Aku hanya seseorang yang tak ingin dunia ini hancur lagi.”

Pria itu tertawa perlahan. “Kau akan mengerti nanti. Ketika Sang Bayangan Timur bangkit... kau akan melihat siapa sebenarnya Dewa Asura sejati.”

Ia memutar tubuhnya, lalu menghilang dalam kabut, meninggalkan hanya suara gema samar.

Keheningan kembali menyelimuti mereka bertiga.

Kael menatap Wang Lin, “Guru... sepertinya perang yang sesungguhnya baru akan dimulai.”

Wang Lin menatap langit timur, di mana menara batu itu berdiri tegak di bawah awan hitam. Cahaya ungu dari celahnya kini berdenyut pelan, seperti jantung yang mulai berdetak.

“Ya,” katanya pelan, “dan kali ini, Asura bukan musuh… tapi kebenaran yang harus kuhadapi.”

Api kecil menyala di ujung jarinya hangat, bukan mematikan. Tanda bahwa api Asura dalam dirinya... masih hidup.

Langit sore berubah merah keunguan, seperti pertanda bahwa malam tak lagi mau menunggu. Di kejauhan, Menara Arvath menjulang tinggi, menembus awan hitam yang berputar lambat. Kilatan petir kadang muncul di sekitar puncaknya, dan setiap kali itu terjadi, udara di sekitarnya terasa bergetar seolah langit menahan napas.

Wang Lin berdiri di tebing, memandangi pemandangan itu dengan wajah serius. Di belakangnya, Yue duduk bersandar di batu, berusaha menenangkan napasnya. Kael, sementara itu, sedang menatap api unggun kecil yang mereka nyalakan untuk mengusir dingin malam.

“Guru,” suara Yue lirih memecah sunyi, “kau benar-benar yakin kita harus ke sana malam ini? Aku... bisa merasakan aura kematian dari arah menara itu.”

Wang Lin menoleh, menatap Yue dengan mata lembut. “Tak ada waktu menunggu, Yue. Setiap detik kita tunda, lebih banyak jiwa yang akan tertelan oleh bayangan.”

Kael tersenyum masam. “Tapi kalau kita ke sana sekarang, bisa jadi kita yang ditelan duluan.”

Wang Lin tertawa kecil, untuk pertama kalinya sejak lama. “Kau masih bisa bercanda, Kael. Itu pertanda bagus.”

Kael mengangkat alis. “Lebih baik menertawakan maut sebelum maut menertawakan kita.”

Mereka bertiga terdiam sejenak. Api unggun menari, memantulkan cahaya di wajah mereka. Untuk sesaat, dunia terasa tenang. Tapi ketenangan itu tidak bertahan lama.

Tiba-tiba, tanah di bawah kaki mereka bergetar pelan.

Dum… Dum… Dum...

Getarannya makin kuat, seperti langkah kaki makhluk raksasa yang berjalan di bawah bumi. Yue langsung berdiri, menghunus pedangnya. “Apa itu?”

Kael memicingkan mata. “Itu bukan langkah kaki biasa. Dengar baik-baik... itu seperti... jantung.”

Detakan itu semakin keras. Tanah di sekitar mereka mulai retak, dan dari celah-celahnya keluar asap ungu pekat. Aroma belerang bercampur darah memenuhi udara.

“Jantung Menara Arvath,” gumam Wang Lin pelan. “Sumber kekuatan Asura yang dulu disegel di bawah tanah.”

Sebelum Yue sempat bertanya lebih jauh, sesuatu menerobos dari dalam tanah. Sosok besar muncul makhluk setengah manusia setengah iblis, kulitnya hitam legam dengan urat merah menyala. Dua matanya seperti bara neraka.

“Penjaga Menara...” kata Wang Lin datar. “Mereka bangun lebih cepat dari yang kuduga.”

Makhluk itu mengaum keras. Suara raungannya mengguncang pepohonan di sekitar lembah. Dengan kecepatan tak wajar, ia menebas ke arah Wang Lin.

Wang Lin berkelit, tubuhnya berputar ringan, lalu menghantamkan tinju berbalut api putih ke dada makhluk itu. Suara ledakan terdengar, tapi iblis itu hanya mundur beberapa langkah.

“Guru! Serangannya tidak mempan!” teriak Yue.

Wang Lin menatap makhluk itu tajam. “Bukan serangan fisik yang bisa menghancurkan mereka.”

Ia menutup mata sebentar, menarik napas dalam. Aura di sekitarnya berubah. Api yang menyelimuti tubuhnya kini berwarna keemasan, bukan putih. Udara bergetar hangat, bukan membakar.

“Api Pembersih Jiwa…” gumam Kael, tertegun. “Kau masih bisa menggunakannya?”

Wang Lin membuka matanya. “Hanya jika aku melupakan dendam.”

Ia melangkah maju. Makhluk itu meraung dan menyerang lagi, tapi kali ini, api Wang Lin tak membakar, ia menyembuhkan. Setiap bagian tubuh makhluk itu yang tersentuh api berubah menjadi abu, lalu lenyap tanpa rasa sakit.

“Tidurlah,” bisik Wang Lin lirih. “Penjaga yang hilang arah…”

Beberapa detik kemudian, tubuh besar itu runtuh. Tanah berhenti bergetar. Hening kembali turun.

Yue menatap gurunya dengan mata berkaca-kaca. “Guru… kau membebaskannya, bukan membunuhnya.”

Wang Lin tersenyum lembut. “Tidak semua pertempuran dimenangkan dengan kemarahan.”

Kael menatap ke arah menara yang kini bersinar semakin terang. “Tapi sepertinya masih banyak yang menunggumu di sana.”

Wang Lin mengangguk. “Dan aku tidak akan sendirian kali ini.”

Ia menatap Yue dan Kael, dua orang yang kini bukan hanya pengikut, tapi keluarga baru dalam perjalanan panjangnya.

“Kita pergi,” katanya tegas.

Mereka bertiga berjalan menuruni lembah, menembus kabut ungu yang menebal di kaki Menara Arvath. Langkah mereka menyatu dengan gemuruh angin malam, dan setiap langkah membawa mereka lebih dekat pada kebenaran dan mungkin, kehancuran yang sama sekali baru.

Namun di mata Wang Lin, api kecil tetap menyala.

Tenang, namun penuh makna.

“Asura… kali ini, aku akan menemuimu bukan sebagai musuh.”

1
Nanik S
Ceritanya kurang Hidup
Nanik S
Lanjutkan
Nanik S
Asura terkenal sebagai penghancur
Nanik S
Kata... oky dan kata Dong.. jangan dipakai
Nanik S
Lanhua apakah juga seorang oengikut Asura dimasa lalu
Nanik S
NEXT
Nanik S
Inginya Wang Lin hidup tenang tapi sebagi mantan Dewa perusak tentu saja diburu
Nanik S
Apakah Mei Lin akan berjalan bersama Asura
Nanik S
Lanjutkan 👍👍
Nanik S
Wang Kin apakah akan ke Lembah Neraka
Nanik S
Mantap jika bisa tentukan takdirnya sendiri
Nanik S
Bakar saja para dewa yang sok suci
Nanik S
Sudah berusaha jadi manusia malah masih diburu... Dewa Sialan
Nanik S
Tidak akan perang tapi kalau mereka datang harus dihadapi
Nanik S
Laaanjut
Nanik S
Wang Lin
Nanik S
Dendam yang tetap membuatnya masih hidup
Nanik S
Bakar saja pengikut Royan
Nanik S
Dewa pun bisa lapar 🤣🤣🤣 awal yang bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!