Perjalanan hidup Gaman julang yang tidak pernah tuntas menyelesaikan pendidikan di sekolah maupun di pesantren.
Ia tidak bisa mengimbangi waktu dengan hobinya bermain musik,sehingga sekolahnya terbengkalai.
meski demikian, dia seorang yang cerdas.
Hingga suatu ketika dia harus bergelut dengan problematika hidup dan beban moral menghadapi gunjingan keluarga dan tetangga.
Semua sepupunya terbilang telah hidup sukses dan sudah punya keluarga sendiri,tinggal ia seorang yang masa depannya tak tentu arah.
Ditengah kehidupannya yang relatif carut marut secara ekonomi ,dia jatuh cinta dengan putri seorang Kyai besar pengasuh pondok pesantren.
Tantangan terberatnya harus bersaing dengan dua orang lain yang juga ingin melamar putri sang Kyai.
Mereka berdua mapan secara ekonomi dan punya gelar akademik S2 lulusan Universitas Al-azhar Kairo,Mesir.
Upaya apa yang akan dilakukan Jul untuk menghadapi tantangan tersebut demi menaklukkan hati sang Kyai agar menerima ia sebagai menantu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bungdadan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TIMBUL GETARAN
Seperti biasa sambil tahan dagu, Rahma dengan seksama mendengarkan penjelasanku.
"Yaa....ya..., ooh...ternyata gitu ya sistem di pesantren, kitab -kitab yang kamu sebutin aku belum tau sih, rumit juga ya kelihatannya mas ?"
"Kalau udah terbiasa dengan keseharian di pesantren ya nggak terasa rumit, dan di tempatku mondok itu sangat mengutamakan kedisiplinan, serta harus fokus tidak boleh terkontaminasi dunia luar. Makannya santri dilarang membawa Hp."
"Di pondok njenengan boleh sambil kuliah nggak mas ?"
"Boleh, tapi harus ngekos ,nggak boleh nginep di pondok kalau yang punya kegiatan lain selain kegiatan pesantren."
"Ada pondok putrinya nggak mas ?"
"Ada dong, namanya Darun najah, jaraknya kurang lebih 300 meter dari pondok putra, sangat terjaga rapat gerbangnya."
Setelah mendengar penjelasanku, Rahma coba memancingku untuk bertanya-tanya tentangnya.
"Kamu nggak pingin tau sistem pendidikan di kampusku mas ?"
"Nggak ah, kalau kamu lebih pinter dari aku... ,baru aku penasaran... ha ha" ; ku gojlok dia.
"Asem kamu mas ! malah ngece ! tapi nyatanya gitu ding...he he" ; dia tersipu malu.
Obrolan semacam ini, membuat aku mulai senang berbincang-bincang dengan Rahma.
Di balik kelabu mataku, ada binar baru yang menyala. Bukan bara api, bukan juga rembulan.
Namun, rasa yang mulai bersemi perlahan. Tatkala senyummu menyapa siang ini, ada getar yang tak terperi di dadaku.
Bukan rasa kagum, bukan juga suka. Namun mulai tertarik dalam diam yang meraja.
Kata-kata tak lagi serupa, maknanya telah berubah, terasa berbeda dari sebelumnya.
Ada rasa ingin tahu yang mendalam, tentang dirimu, tentang segala yang ada padamu.
Mungkin ini hanya bunga tidur sesaat, atau mungkin juga awal sebuah hasrat.
Sekarang aku berhenti melawan hatiku, biarlah rasa ini tumbuh, mulai tertarik, pada sebuah kisah yang baru.
Rahma terus saja menyambung komunikasi diantara kami, jika aku diam pasti dia langsung bertanya.
Kali ini aku menggunakan strategi yang ku beri nama "pasang umpan tarik kail", biarkan dia yang mengejar.
"Mas aku minta doanya ya...! Biar bisa pinter kayak kamu" ; pintanya serius.
"Pingin pinter kok minta doa...,pingin pinter ya rajin belajar dong...ha ha " ; aku malah kembali meledeknya."
"Maaas....Kamu tuh ya...,kadang terlihat bijak kadang ngeselin banget !"
Manyun lagi...manyun lagi deh.
Proses strategi telah dimulai....
Biarkan logika takluk pada rasa. Karena cinta tak selalu berpijak pada asa.
Strategi memikat bukanlah perangkap. Namun jembatan menuju hati yang terungkap.
Pikat hati dengan kejujuran tulus, bukanlah tipu daya, akan tetapi cinta yang tulus.
"Mbak Rahma, aku sudah lihat keseriusan dan kegigihan kamu dalam belajar. Aku yakin kamu akan berhasil !"
"Dengan kamu suka bertanya tentang keilmuan, itu sudah pertanda bahwa kamu benar-benar serius menuntut ilmu."
Aku teringat sebuah khadits ; " Ilmu adalah gedung, sedangkan kuncinya adalah bertanya."
Setiap aku menjelaskan sesuatu, Rahma selalu fokus mendengarkan. Dia sama sekali tidak memalingkan wajah dan telinganya dariku.
Terus terang saja aku belum tau tentang hatiku saat ini, apakah aku benar-benar mulai suka padanya ?
Entahlah, saat ini aku belum bisa menjawabnya. Memang tidak ku pungkiri, getaran memang sudah ada. Namun, hakim di hatiku belum ketok palu.
Dua nama yang ada di hatiku masih dalam proses penggodokan. Kalau kata motivator tak kasat mata ; "Sikat aja dua-duanya broo....!"
Memang motivator tak kasat mata mulutnya nggak di sekolahin, jadi kadang ngomong asal njeplak saja.
Persidangan dua nama di hati, tertuang pada berkas. Dalam rimba kata aku merangkai jaring. Kau dan dia adalah mangsa imaji yang kupelihara.
Saat ini memang ku coba lebih fokus dengan yang ada di sampingku.
Kidung sunyi mengalun membelai imajinasi, membuatmu terbuai, tak sadar perangkap terpasang.
Rangkaian diksi bagai anak panah yang tajam,
menembus relung hatimu, mengoyak pertahanan.
Kau terpana, terpikat oleh pesona setiap kata yang terucap dari bibirku. Kau tak menyadari bahwa telah masuk dalam jalinan makna.
Di setiap baitnya, ku sisipkan jebakan halus. Rayuanku adalah umpan, pengetahuanku adalah jerat.
Kau terus melangkah bertanya untuk mendapat jawaban. Namun, semakin kau bergerak, maka semakin kau terjerat.
Di sini, mulai kutemukan dirimu dalam setiap bait puisi yang ku rangkai saat ini.
Kau terjebak dalam pusaran kata-kata yang ku pintal. Kini kau sudah masuk dalam genggaman imajiku.
Ahihihihi.......
Bait terakhir, aku sih ngerasa gitu....nggak tau deh isi hatinya yang pasti kayak gimana ? Wkwkwk...
Emang penyakit pede gila ini udah dari lama nggak ilang-ilang poro rawuh !
Pede abis emang kadang berimbas positif kadang pula sebaliknya.
Namun yang ku tau tentang diriku, di bawah sorot mata dunia, Aku berdiri bukan karena terpaksa. Langkahku selalu tegap dan dadaku membusung.
Ya beginilah aku, tak perlu disembunyikan.
Bukan kesombongan, bukan pula keangkuhan.
Hanya saja aku punya keyakinan yang kuat dalam sanubari.
Aku selalu beranggapan bahwa panggung ini milikku, yang ku ciptakan dengan gagah pada
setiap langkah, setiap kata, semuanya penuh makna.
Biarlah badai mencaci, biar saja walau binatang sekecil nyamuk pun menertawakan ku. Biarlah ombak menerjang.
Namun, keyakinanku takkan goyah, takkan runtuh apapun yang menerjang.
Aku adalah aku, dengan segala kelebihan dan kekurangan. Aku selalu bangga menjadi diriku sendiri.
Karena di mata dunia, aku adalah bintang yang bersinar terang. Aku tak perlu pengakuan.
Kadang pada cermin ku menatap diri, berasa terpancar aura yang tak terbantahkan.
Sekali lagi bukan sombong ,bukan takabur ya !
hanya saja percaya diri yang membuncah.
Bukanlah pujian yang ku cari, tapi kepuasan dari dalam diri.
Biar dunia berkata apa, aku tetap pada jalanku.
Dengan bangga akan ku ukir prestasi,
karena aku percaya bahwa aku bisa meraihnya.
Sudah pasti ada yang iri, mungkin juga ada yang benci, itu bukan urusanku ! dan aku mencintai diriku apa adanya.
Inilah aku, Gaman julang dengan segala keunikan, kekonyolan dan kepedean ku. Panggung ini milikku, selalu dan selamanya.
Kalau kata Om Taufiq ismail dan Om Ian antono "dunia ini panggung sandiwara ceritanya mudah berubah, ada peran wajar dan ada peran berpura-pura."
Tertuang dalam lagu karya mereka berjudul "panggung sandiwara", yang dinyanyikan Om Ahmad albar.
Makin kesini, getaran ini perlahan makin kuat saja. Aku merasakan itu, namun ku tunggu jawaban di hati belum juga datang.
Di hatiku memang sedang terjadi pergolakan yang masih berlangsung antara dua nama. Keduanya sama-sama kuat belum ada yang ter gulingkan.
Ibarat pertandingan tinju, ini antara Mike Tyson bertarung melawan Evander holyfield waktu itu, sama-sama alot.
Tapi faktanya, yang sekarang berada di sampingku adalah Rahma.