NovelToon NovelToon
Kutu Buku Mendapatkan Sistem

Kutu Buku Mendapatkan Sistem

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Sistem
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: jenos

Kehidupan Jansen, seorang pemuda biasa, berubah secara drastis ketika ia secara tak terduga mendapatkan sesuatu yang misterius bernama "System". Sistem ini memberinya kekuatan untuk mengubah takdir hidupnya dan membawanya ke jalan kesuksesan dan kebahagiaan.

Dengan bantuan sistem ini, Jansen berusaha untuk meraih impian dan cinta sejatinya, sambil menghadapi berbagai rintangan yang menguji keteguhan hatinya.

Akankah Jansen mampu mengatasi tantangan-tantangan ini dan mencapai kehidupan yang ia inginkan, ataukah ia akan terjebak dalam keputusasaan karena kekuatan baru yang ia miliki?

Jansen mendapatkan beberapa kemampuan dari sistem tersebut, seperti kemampuan bertarung, peningkatan kecepatan dan kekuatan, serta kemampuan untuk mempelajari teknik baru lebih cepat. Sistem tersebut juga memberikan Hansen akses ke pengetahuan yang luas tentang dunia, sejarah, dan berbagai aspek kehidupan, yang membantu Jansen dalam menghadapi berbagai tantangan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jenos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 13

Sementara itu, Jansen hanya bisa tersenyum simpul dan mencoba menenangkan hati. Dia merasa bahagia ketika melihat bidadari dingin nan cantik ini seolah membela dirinya. Keberanian Lorenza untuk menghadapi Lino seketika membuat dunianya terasa lebih cerah dan hangat.

Melihat aksi itu, Lino bergeming dalam amarah. Memang benar, ia berada di wilayah kampus dan tak bisa menyentuh Jansen. Namun, di luar, ia tak akan segan membalas dendam. Akhirnya, ia membulatkan tekad untuk membalaskan dendam di malam hari nanti.

Lorenza, tak menyia-nyiakan waktu, segera menarik tangan Jansen dan mengajaknya pergi

Bersama. Jansen duduk di samping pengemudi dan membiarkan Lorenza mengemudikan mobilnya melaju, meninggalkan para penonton tercengang di belakang mereka.

"Sepertinya Lino sangat marah padamu," ucap Lorenza. "Apakah benar kamu yang membuat kakinya terkilir?"

Jansen mengangguk dengan wajah datar, "Ya. Aku menendangnya. Mungkin tak bijak kamu membawaku, itu bisa merusak citramu di mata mereka."

Lorenza mendengus angkuh, "Untuk apa peduli, mereka tak punya hak untuk mengatur hidupku!"

Jansen tak bisa membalas apa-apa lagi.

Lorenza memarkir mobilnya di tempat parkir sebuah kafe, mengajak Jansen untuk mampir sejenak agar melepaskan penat sejenak. Namun, tepat ketika mereka bersiap memasuki kafe tersebut, tiba-tiba sebuah motor melaju kencang di samping mereka, menciptakan suasana yang mendadak tegang

Dan penuh kepanikan.

Lorenza berteriak kaget, "Akh!" Dia jelas terkejut.

Refleks cepat, Jansen segera menarik tangan Lorenza, tanpa mereka sadari malah menjadikan Lorenza berada dalam dekapan hangatnya.

"Hei, awas jalannya!" teriak pengendara motor itu sambil melotot, menyebabkan Lorenza yang menyadari posisinya dalam pelukan Jansen segera mendorong tubuh Jansen menjauh. Wajahnya memerah padam, Lorenza menunduk malu dan bergegas masuk lebih dulu ke dalam kafe.

Jansen menatap tajam pengendara motor tersebut, suaranya berat dan mengancam, "Kamu yang seharusnya lebih berhati-hati. Jika dia sampai terluka karena kelalaianmu, bersiaplah merasakan hantaman dari tanganku."

Pengendara motor itu tersentak, amarahnya berganti dengan kekhawatiran. Ia

Melirik nervous ke arah sebuah mobil yang melaju menghampirinya. Dia buru-buru menyalakan mesin motornya, lalu melaju dengan kecepatan penuh untuk menghindari sesuatu sambil mengingat wajah Jansen yang tampak marah padanya.

Jansen melangkah masuk ke kafe dengan tatapan gelap. Kehilangan kacamata yang baru saja terguncang saat dia menarik tubuh Lorenza ke pelukannya, lensanya pecah berkeping-keping. Tak ada gunanya mengambilnya lagi; kacamata itu hanyalah satu poin Utama saja. Bukan masalah besar baginya.

Matanya meraba sudut ruangan kafe, mencari Lorenza. Dan ketika akhirnya menemukannya, ia mendekat dengan langkah tergesa. "Maafkan aku!" pinta Jansen dengan tatapan penyesalan.

"Bukan masalah. Sudahlah, ayo duduk." Lorenza mengelus pelan tangannya, seolah melupakan segalanya.

"Lorenza?" Tiba-tiba, suara wanita lain

Terdengar dari samping mereka. Lorenza menoleh, Jansen mendongak.

"Vindy? Benarkah itu kamu?" Lorenza tersentak, terkejut dengan pertemuan tak terduga itu.

Vindy adalah teman sejak SMA Lorenza, tapi dahulu ia hanyalah seorang gadis cupu yang tak pernah merawat diri dan tampak menghitam. Kini, ia berubah drastis hingga Lorenza hampir tak mengenalinya.

Berdebar, Lorenza menatap Vindy yang kini tampil dengan gaya baru dan penampilan yang memukau. Rasa penasaran pun menguasai pikiran Lorenza; bagaimana mungkin Vindy berubah begitu drastis?

Vindy menatap Lorenza dan kemudian menatap Jansen, matanya menyiratkan tanya. "Apakah dia pacarmu?" Vindy bertanya dengan nada mencemooh. "Bukan, dia adalah temanku!" Jawab Lorenza cepat, wajahnya merona.

"Teman, ya? Hmm, apakah kamu masih

Kesulitan mencari pasangan?" Vindy tertawa sinis, membuat Lorenza merasa diremehkan.

"Kalau begitu, biar aku yang bantu mencarikan. Tunanganku punya banyak teman dari kalangan orang kaya, dan tentu saja mereka sangat royal terhadap pasangannya. Lihat saja aku, setelah menemukan tunangan ini, dia memberiku fasilitas mewah dan memperlakukan aku dengan baik." Ucap Vindy bangga, sambil mengambil ponsel dan langsung menelpon pacarnya. "Sayang, di Kafetaria ya, aku menunggumu!" Ujar Vindy penuh semangat.

"Vindy, benar-benar nggak perlu deh. Aku nggak suka dengan gaya seperti itu," Lorenza menegaskan, wajahnya tampak pasrah.

"Gadis manis, aku tahu kamu pasti merasa seperti itu, tapi jika nggak pernah mencoba, kamu nggak akan tahu rasanya jatuh cinta," sahut Vindy sambil mencibir, menggurat luka di hati Lorenza. "Aku cuma khawatir kamu akan terus sendiri seumur hidup."

Lorenza merasakan dada terasa sesak, pikirannya melayang ke masa SMA. Kala itu, ia

Hanya memiliki dua sahabat, namun salah satunya telah pergi ke luar negeri. Kini, ia berdiri di sini, terluka oleh perkataan Vindy yang cukup kejam, mempertanyakan pilihan hidupnya sendiri.

Memang benar dia tidak pernah berhubungan dengan lelaki setelah ia ditinggalkan pergi oleh seseorang dimasa lalu. Orang itu pergi meninggalkannya disaat dia sangat sayang-sayangnya. Sejak saat itu, dia menutup hati dan berprilaku dingin terhadap lelaki.

Lorenza menghembuskan nafas. Dia datang ke Kafe untuk mendapatkan ketenangan. Eh ternyata bukan.

Rendy tiba di Cafetaria itu bersama teman seusianya. Dia bukanlah pria tampan, bahkan terlihat sangat jauh dari sempurna.

Dibandingkan dengan Jansen, bisa dikatakan Rendy hanyalah sepuluh dari seratus. Teramat buruk. Namun bukan itu poin utama mengapa Vindy mau bersanding dengan laki-laki sepertinya. Harta, tanpa basa-basi, adalah tujuan utama dari wanita seperti Vindy;

Penampilan bisa menjadi prioritas kedua asalkan dompet selalu terisi.

"Lorenza, ini adalah pacarku, namanya Rendy. Ia merupakan seorang manajer di sebuah perusahaan ternama," ucap Vindy dengan bangga.

"Babi jelek ini? Apa matanya katarak?"

pikir Lorenza, mengejek dalam hati. Ia merasa bingung; dulu, di jaman SMA, Vindy merupakan gadis yang begitu selektif dalam memilih pasangan. Tapi sekarang, tampaknya standarnya sudah berubah drastis. Lorenza menggeleng, lalu mengangguk, "Aku Lorenza," sambil mengabaikan tangan Rendy yang terulur. Sungguh ia tidak ingin bersentuhan dengan sosok jelek tersebut.

Merasa diabaikan, tentu saja Rendy merasa sakit hati. Namun, ia mencoba menelan amarahnya dan menyimpan perasaannya, berusaha bersikap sopan dan sabar.

Rendy berdiri di samping Ronald, seorang pria tampan yang memancarkan pesona keanggunan dan kemapanan. "Dia adalah temanku, Ronald. Merupakan Tuan Muda Perusahaan Angkasa Mas," perkenalkan Rendy pada Vindy dan Lorenza. Namun, ia sepenuhnya mengabaikan keberadaan Jansen yang berdiri di samping Lorenza, seolah ingin mengesampingkan kehadirannya.

"Aku Ronald," ujar pria tersebut sambil menjulurkan tangan pada Lorenza. Senyum menghiasi wajahnya, dan matanya menatap Lorenza dengan tatapan yang jelas mengisyaratkan kehendak yang tak bisa diabaikan. Rasa penasaran dan harapan terpancar jelas dari sorot matanya.

Lorenza, yang merasa terintimidasi oleh tatapan Ronald, terdiam tak mampu berkata apa-apa. Merasa keberadaannya terancam.

Jangan lupa like dan follow agar author semangat untuk update terus terimakasih... selamat membaca.!

1
Pakde
lanjut thor
Pakde
up
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!