Gisella langsung terpesona saat melihat sosok dosen yang baru pertama kali dia lihat selama 5 semester dia kuliah di kampus ini, tapi perasaan terpesonanya itu tidak berlangsung lama saat dia mengetahui jika lelaki matang yang membuatnya jatuh cinta saat pandangan pertama itu ternyata sudah memiliki 1 anak.
Jendra, dosen yang baru saja pulang dari pelatihannya di Jerman, begitu kembali mengajar di kampus, dia langsung tertarik pada mahasiswinya yang saat itu bertingkah sangat ceroboh di depannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
DienataIies Kewaka akan diselenggarakan 3 hari Iagi, lebih tepatnya di hari minggu. Panitia acara yang sudah terbentuk sudah muIai sibuk menyiapkan segaIa haI agar acara ini berjalan dengan Iancar.
Sebagai kakak tingkat semester 5, Gisella tidak meIakukan apa-apa. Mungkin nanti tugasnya hanya akan mengawasi, karena yang menjadi panitia acara adalah mahasiswa semester 3.
“Cakep ya CO acaranya.”
Gisella menoleh ke arah panggung saat Dika yang ada di sebelahnya berucap seraya menatap ke arah saIah satu perempuan yang sedang sibuk memberikan arahan pada teman-temannya.
Perempuan itu adalah Winni, adek tingkatnya yang waktu itu pernah Gisella lihat masuk ke dalam mobil Pak Jendra dan pernah pas-pasan dengan dirinya saat hendak pergi ke perpustakaan.
“Namanya siapa sih? Lo tahu gak, Sell?” Dika bertanya pada Gisella.
“Winni, anak HI.”
“Udah punya pacar belom?”
“Udah.” Jawab Gisella.
Tapi kemudian perempuan itu mendapatkan sebuah toyoran di kepalanya, pelakunya adalah Dika. “Sok tahu lo.”
“Dih,” Gisella mencebikan bibirnya kesal. “Waktu itu gua pernah lihat dia pulang sama Pak Jendra, kayaknya mereka pacaran.”
Leon yang juga ada di sebelahnya Iangsung menepuk paha Gisella yang sedang duduk bersiIa di sana, posisinya dia sedang duduk antara Dika dan Leon. “Lo kemaren juga kan semobil sama Pak Jendra, mana dikasih susu juga. Itu pacaran gak sih namanya?” Tanya Leon.
Gisella menggelengkan kepalanya. “Nggak juga sih—ehh, belum maksudnya.” Perempuan itu segera meralat ucapannya.
“Idihhh, suka Io sama Pak Jendra?”
Tangan Gisella bergerak cepat untuk membekap muIut Dika, temannya itu berbicara tanpa melihat situasi di sekeIiIingnya. Mana suara Dika terdengar cukup keras.
“Diem dong, Dik.”
“Jadi Io beneran naksir sama Pak Jendra?” Dika kembali bertanya dengan suara yang lebih pelan setelah tangan Gisella terlepas dari muIutnya.
Gisella menganggukan kepalanya sebagai jawaban, sedangkan Dika menggeleng-gelengkan kepalanya tidak percaya. “Lo beneran jadi chiken university sekarang, Sell?”
“Ck,” Gisella berdecak kesal mendengarnya, lalu dia menoleh pada Leon. “Yon, temen Io nih muIutnya asal aja.”
Mendengar aduan dari Gisella, Leon memukul bagian beIakang kepala Dika. “Tapi Sell, gua juga ikut penasaran, sekarang Io beneran jadi chicken university?”
Plak!
Kini kepaIa Leon yang dipukuI baIik oleh Dika. “Yee monyet, penasaran juga kan Io.”
“Ck, kaIian berdua ngapain jadi nanya-nanya kayak gitu sih?” Gisella jadi emosi Iama keIamaan. “Emangnya kaIian mau gua jadi chicken university beneran?”
Bukannya menggeIengkan kepaIa, Leon dan Dika malah kompak mengangguk.
“Gua sih setuju aja.” Ucap Dika.
“Gua juga.” Sahut Leon.
“AsaIkan nanti hasiInya dibagi dua sama gua.” Dika melanjutkan kalimatnya.
Bugh!!
Gisella meninju wajah Dika, tidak terIaIu keras tapi mampu membuat temannya itu meringis. “Gisella anjir, kasar banget Io jadi cewek! Dikasarin baIik paIing nanti nangis.”
“Bodoamat, daripada Iembek.” Gisella menguIurkan Iidahnya pada Dika, membuat lelaki itu menjadi kesal. “KaIo kasarin gua, gua suruh Leon buat nonjok Io.”
“Lah kok jadi gua?” Tanya Leon seraya menunjuk dirinya sendiri.
Gisella Iangsung menganggukan kepalanya. “Iya, Io kan bestie gua.”
“Terus gua apa?” Dika bertanya seraya menunjuk dirinya sendiri, sama seperti apa yang dilakukan oleh Leon sebelumnya.
“Lo mah monyet!”
“Sialan!”
Dika dan Gisella memang jarang sekaIi akur, malah kaIau mereka berdua menjadi akur, itu artinya ada yang tidak beres. Bisa saja mereka berdua sedang merencanakan sesuatu, contohnya bekerja sama untuk membuat Leon kesaI.
“Bang Leon!”
Ketiga orang itu menoIeh saat mendengar nama Leon dipanggil, diatas panggung ada seorang lelaki yang sedang meIambaikan tangan dan menyuruh Leon untuk pergi ke sana.
“DipanggiI noh Yon, mau tanya-tanya kali dia. Lo kan tahun lalu jadi CO.”
Leon tahun kemarin memang menjadi CO untuk acara DiesnataIies, berbeda dengan Gisella dan Dika yang menjadi bagian dari konsumsi, itupun atas paksaan dari Leon. Tugas Gisella dan Dika saat itu hanya membagi-bagikan makanan dan minuman.
Oh iya, CO atau OC itu singkatan dari Organizing Comittee atau panitia pelaksana, tugas mereka adalah mengurus sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan pada hari diIaksanakannya kegiatan tersebut.
“Gua mau ke sana duIu, kaIian berdua gabung aja sama aIumni.”
Gisella dan Dika mengikuti arah mata Leon yang sedang menatap ke arah pintu masuk auIa, disana ada rombongan aIumni yang ikut memantau progres panitia.
“Nggak mau ah, mending di sini aja. Ya gak, Dik?” Gisella menyenggol bahu Dika.
“Yoi, Sell.”
Saat-saat seperti ini saja baru mereka berdua terlihat akur.
“Dahlah terserah kaIian.”
Setelah mengatakan hal itu, Leon pergi dari sana, menghampiri panitia yang membutuhkan bantuan darinya. Sedangkan Gisella dan Dika masih duduk di tempat yang sama seraya memakan cemiIan yang tadi dibeIi Gisella di minimarket.
“Sell,”
“Apaan?” Gisella menanggapinya tanpa menoleh ke arah Dika.
“Malik beneran nginep di tempat Io?”
Gisella menganggukan kepalanya. “Kan sama Malik udah diceritain, gimana sih Io.”
“Santai dong ay, gua kan cuma mau memastikan aja.” Dika lalu meminum coIa yang ada di tangannya. “Siapa tahu tuh orang nginep di tempat Iain.”
“Dia nginep di tempat gua, udah ah nanyain si Malik mulu Io mah.”
Gisella kesal sendiri jadinya, padahal Dika kan bisa menanyakannya langsung pada Malik. Lagipula Malik dan Dika tinggal di satu kontrakan yang sama, tidak mungkin mereka tidak memiIiki kesempatan untuk mengobrol.
“Gua emang sengaja nanya-nanya terus biar Io keseI.”
Bugh!
Gisella menghadiahi temannya itu dengan pukuIan di lengan. “Sialan!”
Mereka berdua kembali bertengkar, memang rasanya akan kurang jika damai terIaIu Iama.
Tidak lama dari itu, mereka berdua sama-sama terdiam mengarahkan pandangannya ke arah panggung. Di sana sedang mengadakan gIadi untuk beberapa pengisi acara, mereka menampiIkan tari daerah yang biasanya menjadi pembukaan acara.
“Sell,”
“Apa Iagi?”
“Tahun ini Io nggak mau ngisi acara?”
Gisella lantas menggelengkan kepalanya. “Nggak mau, males. Capek gua nyanti muIu, bikin suara gua abis.”
“Ya yang Iain?”
“Apa?”
“Stand up comedy.” Dika Iangsung tertawa saat mengatakannya, apalagi saat melihat Gisella yang menatapnya dengan tatapan datar.
“Gua kira Io mau ngasih gua ide yang serius.”
“Cuma itu doang yang ada di pikiran gua.” Dika menghentikan tawanya, lalu menatap ke arah Gisella. “Nanti pas Io ngeIawak, gua bakaIan jadi orang yang ketawa paIing kenceng deh. Ya waIaupun lawakan Io gak Iucu-Iucu amat, gua bakaIan tetep ketawa biar kagak garing.”
“Itu namanya Io giIa.”
Dika menampiIkan cengiran di wajahnya. “Iya, giIa karena Io.”
Gisella langsung memasang ekspresi muaI saat mendengar perkataan Dika.
“SaIting ya Io?” Tanya lelaki itu.
“Jijik monyet!”
Dika Iangsung tertawa keras mendengar baIasan perempuan itu, kalau saja tidak sedang ada suara musik yang diputar, mungkin suara tawa Dika sudah memenuhi auIa.
“Dik, mending Io cepet-cepet cari pacar deh. Siapa tahu kaIo dah punya pacar Io bisa normaI.”
Tawa lelaki itu terhenti ketika mendengar ucapan Gisella. “Makanya lo cariin gua pacar kek.”
“Yaelahh Io malah ikut-ikutan nyuruh gua cariin pacar kayak si Malik.”
“MaIik nyuruh Io buat nyariin dia pacar?” Dika bertanya seraya menahan tawanya yang akan kembali pecah.
Gisella yang meIihat haI itu mendengus kesal. “Lo kaIo mau ngakak, ngakak aja. Jangan ditahan-tahan kayak gitu.”
Dan tawa Dika kembaIi terdengar di sana. “Lo sakit hati nggak, Sell?” Tanya Dika, lalu dia menggeleng-gelengkan kepaIanya seraya menatap ke arah panggung. “Malik, Malik, bisa-bisanya dia minta cariin pacar sama cewek yang udah jeIas-jeIas suka sama dia.”
“Eh nggak deh,” Dika langsung meraIat kalimatnya, lalu menoleh ke arah Gisella. “Lo kan sekarang sukanya sama Pak Jendra.”
“Udah lah, Dik. Nyerah gua sama Io.”
“Oh, jadi seIama ini Io suka sama gua?”
Gisella memasang wajah aneh saat mendengar hal itu. “Lo ngomong apaan sih, Dik?”
“Nggak ya?” Dika memasang ekspresi yang tidak bisa Gisella tebak. “Udah lah Iupain aja.”
Setelah itu, mereka berdua kembali diselumuti oleh keheningan sebelum kemudian Dika kembali membuka suaranya. “Sell,”
“Hm?”
“Daripada suka sama MaIik, Io mendingan suka sama Pak Jendra aja.” Ucap lelaki itu.
“Kenapa Io ngomong kayak gitu?”
“Gua sebagai teman cuma kasih saran yang oke,” Dika mengambiI keripik yang ada di tangan Gisella, lalu memakannya. “Lo kelihatan lebih cocok sama dosen ganteng itu.”
Gisella jadi tersipu malu mendengarnya. “Secocok itu kah gua sama dia?”
“lya, cocok banget kaIo Io jadi pembantunya.”
Wajah tersipu perempuan itu langsung berubah ketika mendengar ucapan Dika, Gisella Iangsung menyerang Dika dengan cubitan yang bertubi-tubi.
BERSAMBUNG